Dewi Suyanti profile icon
PlatinumPlatinum

Dewi Suyanti, Indonesia

Kontributor
My Orders
Posts(8)
Replies(382)
Articles(0)

Bayi & Covid

Halo bun, disclaimer sebelumnya ya. Saya tdk berkenan jika postingan ini disebar diluar aplikasi TAP. Saya disini sekedar ingin berbagi cerita dan mengingatkan agar selalu patuh pada prokes. Minggu sore ibu mertua telp katanya sdg sakit. Gejalanya demam, meriang, batuk, pilek dan sakit tenggorokan. Diminta suami untuk tes antigen tp tdk mau dg alasan sakit biasa. Setelah dipaksa2 akhirnya mau. Tdk beberapa lama kakak ipar dan keponakan yang serumah dg ibu mertua datang membawa makanan. Memang kebiasaan mertua jika ada makanan berlebih akan dibagikan ke saya. Jarak rumah jg lumayan dekat. Saat dirumah kakak ipar menggendong anak saya. Setelah itu baru cerita kalo mertua ternyata positif covid. Saya langsung tanya serumah apakah dites antigen. Jawabnya tdk, krn tdk yg sakit hanya ibu mertua saja. Tp namanya serumah apalagi kontak erat kan seharusnya tes. Padahal alat antigen jg ada banyak dirumahnya tp seperti menyepelekan malah jalan2 kerumah gendong bayi. Saya setelah dengar langsung lemes kepikiran. Apalagi ibu mertua dan sekeluarga ini kalau kena covid tdk pernah lapor dan tetep kemana2. Dirumah yg sakit jg tdk taat prokes. Yg membuat saya heran kakak ipar org kesehatan masa ya begitu tdk paham masalah isoman pdhal udh 3x terkena covid dirumah mertua. Setelah itu saya dan suami serta bayi 8 bulan kami putuskan untuk isoman. Hari senin kakak ipar sakit badan demam dan meriang. Dan hari ini tiba2 anak saya demam hingga 39.6 derajat. Syukurnya tdk ada tanda bahaya dan gejala penyerta lainnya. Sdh diberikan paracetamol dan penanganan demam yang semestinya. Masih mau makan sedikit dan main walau tdk seaktif biasanya. Namun yang membuat saya jengkel komentar kakak ipar mengenai anak saya yg sedang demam. Bukannya berpikir bisa jd tertular olehnya malah menyalahkan anak saya yg katanya sdh aktif bisa jd kecengklak atau karena mau bisa jalan. Saya sudah coba tes antigen mandiri hasilnya negatif namun anak saya blm. Sejujurnya saya takut untuk coba2 tes pada bayi. Rencananya jika besok msh demam tinggi akan segera saya bawa ke tenaga kesehatan terdekat. Harapan saya semoga bukan covid. Pengalaman tahun lalu isoman bersama bayi sungguh mimpi buruk bagi saya. Ayah bunda disini jika kontak erat dg pasien covid/sdg menderita covid sebaiknya isoman dan patuhi prokes dengan ketat. Jangan egois dan takabur. Jgn karena merasa sehat jalan2 kemana2, padahal kontak erat dg pasien covid. Semoga tidak perlu merasakan kehilangan orang tersayang terlebih dahulu untuk tidak bertindak egois dan selalu patuh prokes.

Read more
Bayi & Covid
 profile icon
Write a reply

Bijak dalam memberikan saran

Halo bun, masih sering saya temui ibu-ibu yang memberikan saran khususnya kpd bayi yg mengalami permasalahan kesehatan berdasarkan mitos dan pengalaman pribadi tanpa pertimbangan medis seperti, 1. Memberikan bunga teleng agar mata bayi cerah dan tdk belekan. 2. Membalurkan air pipis dikepala anak agar bulat sempurna. 3. Menjilat mata anak dg ludah basi. 4. Memberikan kopi/madu pada bayi. 5. Memberikan resep obat yang belum tentu sesuai. Dan masih banyak lagi, sangat disayangkan ya bun hal seperti itu masih banyak ditemukan lebih parahnya lagi banyak ibu-ibu yang kurang menyaring saran yang diberikan sehingga apa saja dilakukan padahal bisa saja membahayakan bayinya. Kita sebagai ibu-ibu biasa hendaknya tau kapasitas kita bukanlah tenaga kesehatan yang bisa memberikan resep dan diagnosa kepada anak orang lain. Karena anak tidak bisa digeneralisasi. Ada kalanya suatu obat atau cara berhasil disatu anak tapi tidak dianak lain. Adapula yang malah justru memperparah kondisinya. Sabaiknya saran yang kita berikan dan apa yang kita ketik harus dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu kita sebagai ibu tidak ada salahnya menambah literasi dan melek informasi agar apa yang kita terima tidak ditelan mentah-mentah. Jika terjadi masalah kesehatan pada anak baiknya segera konsultasikan dengan dokter. Jangan berpedoman juga pada omongan orang tua jaman dulu meskipun sudah banyak pengalaman. Karena tidak semua saran dari orang tua kita itu relevan, logis dan aman dilakukan pada anak kita. #Ibucerdasanaksehat Credit pic: freepik.com

Read more
Bijak dalam memberikan saran
 profile icon
Write a reply

Baby shaming

Awal lahir anakku memang berkulit gelap, namun bukankah hal itu wajar untuk bayi new born. Tapi tidak menurut mertua dan ipar, mereka menganggap bayi lahir gelap = hitam = kotor. Saat bayiku menginjak 3 bulan kulit aslinya mulai nampak. Bersih dan putih, mereka sering berkata "Sekarang sudah putih ya bersih ga kaya dulu. Dulu mah item banget". Sejak mendengar ucapan itu aku selalu berfikir apakah lahir dengan berkulit gelap itu tidak bersih? Apakah berkulit gelap itu sesuatu yang tidak baik?. Sejak usia 3 bulan pertumbuhan BB anakku lambat. Sudah dikonsultasikan dengan dokter anak dan diberikan arahan untuk bisa menaikkan BB. Alhamdulillah hasil tes lab tdk ada penyakit. Jadi hanya perlu perbaikan frekuensi menyusui serta kualitas asiku yang harus diperbaiki. Namun mertua dan ipar selalu mengkritik anakku "kok kurusan sekarang?", "Ini kok jadi enteng bgt digendong?" dsb. Setelah omongan tersebut pasti dilanjutkan dengan menyalahkanku dan membuatku down "asimu kurang kali", "asimu ga seger jadi susah naiknya", "udah campur sufor aja biar naik". Padahal dulu kakak ipar tidak dapat mengasihi anaknya sehingga diberikan sufor dan ibu mertua selalu mengomentari hal tersebut. Sedangkan saat saya bisa mengasihi selalu diberikan omongan negatif dan malah menyarankan beralih ke sufor. Sejak anak saya lahir saya selalu biasakan DBF sehingga saat saya harus mendadak operasi kista saya sangat kelimpungan memerah asi. Alhasil saya sediakan sufor untuk jaga-jaga seandainya asiku tidak cukup. Bayi ku titipkan dirumah mertua, dan selalu diberikan sufor karena selalu menolak jika diberikan asi perah dalam botol. Saat aku selesai operasi dan blm bisa bangun dari tempat tidur aku video call suami untuk melihat anak dirumah. Dalam telepon tsb ibu mertua berkata "Udah ga usah perah asi lagi anaknya gamau, maap2 ya sejak disini anaknya jadi gemuk kemarin dibawa kesini kurus banget". Karena tidak kuat mendengarnya langsung kumatikan telepon, sambil menangis diranjang rumah sakit aku menyalahkan diriku sendiri. "Aku memang ibu bodoh, anakku tdk naik BB karena aku." Tapi bagaimana bisa omongan tsb muncul disaat aku msh diRS pun masih sibuk memerah asi untuk anakku. Aku sudah coba ceritakan semua ke suami, untungnya dia sangat memahamiku tp tidak bisa menjadi penengah antara aku dan mertua. Suami adalah tipe laki2 pendiam dan penurut sedangkan ibunya sangat otoriter dan kolot. Jadi aku harus menelan omongan2 itu dan lebih memilih menghindar. Saat aku coba edukasi teman2 WA mengenai baby shaming kakak ipar malah merasa tersinggung dan salah paham. Dia pikir aku menyindir mertua. Padahal tidak. Baby shaming memang sering terjadi dilingkungan kita. Mereka yg sekedar basa basi dan bercanda tentang tubuh anak tidak tahu efek yang ditimbulkan. Dari omongan tsb bisa membuat orang tua anak sakit hati, down, depresi dan selalu diliputi rasa bersalah. Apalagi bagi ibu yang masih mengasihi anaknya. Sangat berpengaruh pada produksi asi sehingga menurunkan quantitasnya. Cr pict: https://www.mothercare.co.id/modern-parent/baby-shaming

Read more
 profile icon
Write a reply