Bersyukur menambah nikmat

Memiliki suami yang paham agama membuatku tidak takut dan khawatir akan kekurangan atau kemiskinan. Membuat aku lebih memaknai rasa syukur. Aku dan suami sama-sama bekerja sebagai guru honorer. Suamiku guru Madrasah Ibtidaiyah, sedangkan aku guru Paud. Kami memulai kehidupan rumah tangga kami dari nol. Awal menikah kami numpang tinggal di rumah saudara dari suamiku. Kami tinggal di sana cukup lama sampai aku hamil anak pertama kami. Namun setelah kami pikir-pikir alangkah lebih baiknya kami mencari rumah kontrakan untuk tempat tinggal kami. Karena bagaimanapun kalau sudah berkeluarga lebih nyaman jika tinggal sendiri (bersama keluarga baru) meski hanya mengontrak. Alhamdulillah menjelang kelahiran anak kami yang pertama kami sudah mendapatkan rumah kontrakan yang walaupun sederhana tetapi kami nyaman dan bahagia tinggal di rumah kontrakan itu, apalagi mengingat buah hati pertama kami akan lahir, jelas menambah kebahagiaan kami. Suka duka kami hadapi bersama. Awal pindah di rumah kontrakan yang baru kami hanya baru mampu membeli kasur Palembang yang tipis itu. Kami tidur menggunakan kasur tersebut sehari-harinya. Berbeda jauh dengan kasur springbed yang empuk di tempat tinggal kami sebelumnya. Namun, sedikitpun kami tidak mengeluh atau merasa perlu dikasihani atau apapun itu. Apalagi aku, karena memiliki suami seperti suamiku membuatku merasa sangat kaya raya. Rasanya aku sudah memiliki semua yang kuinginkan. Jadi, apapun yang terjadi asal aku menjalaninya bersama beliau insyaallah aku bisa dan semua akan baik-baik saja. Beberapa minggu memakai kasur yang tipis itu (semakin hari kasurnya semakin menipis), sebenarnya badan terasa pegal-pegal terutama aku yang lagi hamil tua. Tetapi tidak ku utarakan itu pada suamiku karena takut beliau jadi kepikiran. Akan tetapi seolah bisa membaca pikiran dan isi hatiku, beliau mengutarakan bahwa badan beliau merasa pegal-pegal karna tidur pakai kasur tipis itu. Aku tersenyum dalam hati. Lalu suamiku menawarkan untuk membeli kasur baru yang lebih tebal dan empuk. Tentu saja aku menyetujuinya, apalagi melihat suamiku terlihat ridho dan tidak merasa keberatan sama sekali. Akhirnya kami membeli kasur busa yang agak tebal dan lumayan empuk. Alhamdulillah. Satu per satu bisa terbeli dan pelan-pelan rumah kami mulai ramai dengan barang-barang seperti kulkas, kompor, meja, kursi, almari, rak piring dll yang tadinya rumah kami kosong blong hanya ada kasur tipis dan kardus pakaian di dalamnya, kini rumah kontrakan kami jadi terlihat seperti rumah beneran, rumah pada umumnya hehe. Bersyukur membuat nikmat yang kita rasakan terus bertambah dan semakin bertambah. #CeritaPernikahan

Pertanyaan populer