Deviana Arub profile icon
GoldGold

Deviana Arub, Indonesia

Kontributor

About Deviana Arub

mama of 1 aktif pesulap

My Orders
Posts(7)
Replies(167)
Articles(0)

Hadiah Terindah

Ceritanya saat itu aku di rumah sendirian, suami sedang tidak ada di rumah. Beliau pergi sejak siang hari. Saat itu pukul 15.00 tepat saat adzan ashar berkumandang, aku terbangun dari tidur siangku. Aku berusaha bangun dari tidurku berniat untuk berwudhu lalu melaksanakan sholat ashar, duduk sebentar lalu berdiri namun tiba-tiba terasa ada cairan mengalir di pahaku, rasanya basah sekali. Tidak biasanya seperti ini. Cairannya semakin banyak keluar sehingga membanjiri lantai kamarku waktu itu. Aku sangat panik dan seketika yang muncul di pikiranku adalah "air ketuban". Meski aku belum pernah tau wujud air ketuban itu seperti apa karena ini adalah kehamilan pertamaku. Pikiranku kacau. "Jangan-jangan ketubanku pecah, nantai kalau kehabisan air ketuban bagaimana?, nanti bagaimana nasib anakku di dalam, apa betul aku mau lahiran? padahal HPL ku masih dua minggu lagi, tetapi kalau iya aku harus bagaimana ini? hujan deras sekali, aku sendirian di rumah, suamiku mana kok gak pulang-pulang?". Aku sangat gelisah saat itu, sampai aku menangis saking takutnya. Aku mengambil hanphone berusaha menghubungi suamiku tetapi ternyata hanphone suamiku tertinggal di rumah. Sempat berpikir meminta bantuan tetangga untuk mengantar ke klinik terdekat namun hujan memang deras sekali dan membuat aku ragu untuk keluar rumah. Tiba-tiba aku teringat orang tuaku yang rumahnya tidak begitu jauh dari rumahku. Aku langsung menelpon dan mengirim sms kepada orang tuaku menceritakan keadaanku saat itu. Alhamdulilah orang tuaku merespon dengan cepat. Tidak lama kemudian suamiku pulang dan disusul kedua orang tuaku datang ke rumahku. Singkat cerita, suamiku pun terlihat sangat panik dan langsung meminjam mobil milik tetangga untuk mengantarkanku ke klinik terdekat. Kami bertiga yaitu aku, suamiku dan ibuku berangkat naik mobil itu menuju ke klinik terdekat. Termasuk klinik tempat aku mengontrol kehamilanku selama aku hamil. Sampai di klinik aku langsung disambut oleh bidan di klinik itu dan lansung dicek dalam. Ternyata sudah pembukaan satu namun aku sama sekali tidak merasakan kontraksi di perutku. Aku merasa bahagia campur khawatir, takut, dll. Bahagia karena anakku sebentar lagi lahir di dunia. Moment yang sangat kutunggu-tunggu. Khawatir dan takut karena air ketuban sudah sangat banyak keluar padahal selama tiga jam pembukaan masih satu. Pikiranku sangat kacau saat itu. Apalagi saat bidan bilang bahwa aku harus dirujuk di rumah sakit yang peralatannya lebih lengkap, mengingat kondisiku yang sudah banyak mengeluarkan air ketuban. Singkat cerita, aku dirujuk ke rumah sakit ibu dan anak yang terkenal di daerah tempat tinggalku. Aku pasrah, namun aku tetap berharap bisa melahirkan anakku secara normal dan sehat. Aku dijemput mobil ambulan rumah sakit. Ditemani oleh ibuku, kami berangkat ke rumah sakit tersebut. Suamiku menyusul dengan mobil. Beliau pulang ke rumah dulu untuk mengambil barang-barang yang sudah kupersiapkan sejak jauh-jauh hari untuk menyambut kelahiran anakku. Sampai di rumah sakit, aku masih harus menunggu pembukaan walaupun air ketubanku semakin deras mengalir dan sudah membuat bajuku basah saat itu. Berkali-kali perawat masuk ke ruangan tempat aku berbaring hanya untuk cek tensi, cek detak jantung bayi yang ada di dalam kandunganku, cek pembukaan dan terus mengingatkan untuk miring ke kiri. Aku sedikit merasa lega karena detak jantung anakku selalu normal setiap kali perawat mengeceknya. Namun beban pikiranku bertambah mengingat suamiku belum juga sampai di rumah sakit padahal sudah sekitar dua jam sejak aku sampai di rumah sakit. Aku jadi khawatir. Namun alhamdulillah tak lama kemudian suamiku akhirnya datang juga. Rupanya suamiku mengalami ban mobil yang dinaikinya pecah di perjalanan menuju rumah sakit. Menurut cerita suamiku, beliau saat itu juga langsung menelpon ayahku yang ada di rumah untuk menghampiri mobil yang bannya pecah tadi dan membawanya ke bengkel. Sementara suamiku memesan grab untuk mengantarnya ke rumah sakit. Masyaallah. Ada saja yang terjadi menjelang kelahiran anakku. Singkat cerita, tepat pukul 02.00 pagi seorang bidan masuk ke ruanganku saat itu mengabari bahwa aku harus diinduksi karena masih belum ada kontraksi dan pembukaan selanjutnya. Aku menyetujuinya dan saat itu juga aku langsung diberikan potongan kecil obat berwarna putih untuk kuminum. Setelah aku meminumnya, sekitar lima menit kemudian aku langsung mengalami kontraksi yang mengagetkan, aku merasa kesakitan tetapi di balik kesakitan itu aku merasa lega dan bahagia karena akhirnya aku mengalami kontraksi dan aku yakin sebentar lagi anakku lahir. Semakin sakit kontraksi yang kurasakan sampai akhirnya aku mengalami puncak rasa sakit yang tak tertahankan. Sakit sekali rasanya. Saat kontraksi sebelum pembukaan lengkap aku didampingi oleh ibuku. Ibuku terus berusaha menguatkanku. Ketika aku dipindahkan ke ruang bersalin, giliran suamiku yang mendampingiku. Alhamdulillah setelah melewati berbagai hal akhirnya pukul 06.30 moment yang kami tunggu-tunggu tiba. Anak perempuan kami lahir di dunia dengan selamat dan sehat. Lega sekali rasanya. Mendengar tangisannya reflek aku langsung menangis haru. Begitu juga dengan suamiku, terlihat sekali kebahagiaan dan kelegaan di wajah beliau. Beliau langsung mencium pipi dan keningku berkali2 sambil menggenggam erat tanganku. Sungguh kebahagiaan yang sangat tak ternilai harganya. Tak henti-hentinya kami bersyukur kepada Allah SWT atas anugerah ini. Seketika aku lupa rasa sakitnya kontraksi yang ku alami sebelumnya. Yang kurasakan saat itu hanya kebahagiaan. ? #SiapKetemuAnakku

Read more
undefined profile icon
Write a reply

Siap Ketemu Anakku

Ceritanya saat itu aku di rumah sendirian, suami sedang tidak ada di rumah. Beliau pergi sejak siang hari. Saat itu pukul 15.00 tepat saat adzan ashar berkumandang, aku terbangun dari tidur siangku. Aku berusaha bangun dari tidurku berniat untuk berwudhu lalu melaksanakan sholat ashar, duduk sebentar lalu berdiri namun tiba-tiba terasa ada cairan mengalir di pahaku, rasanya basah sekali. Tidak biasanya seperti ini. Cairannya semakin banyak keluar sehingga membanjiri lantai kamarku waktu itu. Aku sangat panik dan seketika yang muncul di pikiranku adalah "air ketuban". Meski aku belum pernah tau wujud air ketuban itu seperti apa karena ini adalah kehamilan pertamaku. Pikiranku kacau. "Jangan-jangan ketubanku pecah, nantai kalau kehabisan air ketuban bagaimana?, nanti bagaimana nasib anakku di dalam, apa betul aku mau lahiran? padahal HPL ku masih dua minggu lagi, tetapi kalau iya aku harus bagaimana ini? hujan deras sekali, aku sendirian di rumah, suamiku mana kok gak pulang-pulang?". Aku sangat gelisah saat itu, sampai aku menangis saking takutnya. Aku mengambil hanphone berusaha menghubungi suamiku tetapi ternyata hanphone suamiku tertinggal di rumah. Sempat berpikir meminta bantuan tetangga untuk mengantar ke klinik terdekat namun hujan memang deras sekali dan membuat aku ragu untuk keluar rumah. Tiba-tiba aku teringat orang tuaku yang rumahnya tidak begitu jauh dari rumahku. Aku langsung menelpon dan mengirim sms kepada orang tuaku menceritakan keadaanku saat itu. Alhamdulilah orang tuaku merespon dengan cepat. Tidak lama kemudian suamiku pulang dan disusul kedua orang tuaku datang ke rumahku. Singkat cerita, suamiku pun terlihat sangat panik dan langsung meminjam mobil milik tetangga untuk mengantarkanku ke klinik terdekat. Kami bertiga yaitu aku, suamiku dan ibuku berangkat naik mobil itu menuju ke klinik terdekat. Termasuk klinik tempat aku mengontrol kehamilanku selama aku hamil. Sampai di klinik aku langsung disambut oleh bidan di klinik itu dan lansung dicek dalam. Ternyata sudah pembukaan satu namun aku sama sekali tidak merasakan kontraksi di perutku. Aku merasa bahagia campur khawatir, takut, dll. Bahagia karena anakku sebentar lagi lahir di dunia. Moment yang sangat kutunggu-tunggu. Khawatir dan takut karena air ketuban sudah sangat banyak keluar padahal selama tiga jam pembukaan masih satu. Pikiranku sangat kacau saat itu. Apalagi saat bidan bilang bahwa aku harus dirujuk di rumah sakit yang peralatannya lebih lengkap, mengingat kondisiku yang sudah banyak mengeluarkan air ketuban. Singkat cerita, aku dirujuk ke rumah sakit ibu dan anak yang terkenal di daerah tempat tinggalku. Aku pasrah, namun aku tetap berharap bisa melahirkan anakku secara normal dan sehat. Aku dijemput mobil ambulan rumah sakit. Ditemani oleh ibuku, kami berangkat ke rumah sakit tersebut. Suamiku menyusul dengan mobil. Beliau pulang ke rumah dulu untuk mengambil barang-barang yang sudah kupersiapkan sejak jauh-jauh hari untuk menyambut kelahiran anakku. Sampai di rumah sakit, aku masih harus menunggu pembukaan walaupun air ketubanku semakin deras mengalir dan sudah membuat bajuku basah saat itu. Berkali-kali perawat masuk ke ruangan tempat aku berbaring hanya untuk cek tensi, cek detak jantung bayi yang ada di dalam kandunganku, cek pembukaan dan terus mengingatkan untuk miring ke kiri. Aku sedikit merasa lega karena detak jantung anakku selalu normal setiap kali perawat mengeceknya. Namun beban pikiranku bertambah mengingat suamiku belum juga sampai di rumah sakit padahal sudah sekitar dua jam sejak aku sampai di rumah sakit. Aku jadi khawatir. Namun alhamdulillah tak lama kemudian suamiku akhirnya datang juga. Rupanya suamiku mengalami ban mobil yang dinaikinya pecah di perjalanan menuju rumah sakit. Menurut cerita suamiku, beliau saat itu juga langsung menelpon ayahku yang ada di rumah untuk menghampiri mobil yang bannya pecah tadi dan membawanya ke bengkel. Sementara suamiku memesan grab untuk mengantarnya ke rumah sakit. Masyaallah. Ada saja yang terjadi menjelang kelahiran anakku. Singkat cerita, tepat pukul 02.00 pagi seorang bidan masuk ke ruanganku saat itu mengabari bahwa aku harus diinduksi karena masih belum ada kontraksi dan pembukaan selanjutnya. Aku menyetujuinya dan saat itu juga aku langsung diberikan potongan kecil obat berwarna putih untuk kuminum. Setelah aku meminumnya, sekitar lima menit kemudian aku langsung mengalami kontraksi yang mengagetkan, aku merasa kesakitan tetapi di balik kesakitan itu aku merasa lega dan bahagia karena akhirnya aku mengalami kontraksi dan aku yakin sebentar lagi anakku lahir. Semakin sakit kontraksi yang kurasakan sampai akhirnya aku mengalami puncak rasa sakit yang tak tertahankan. Sakit sekali rasanya. Saat kontraksi sebelum pembukaan lengkap aku didampingi oleh ibuku. Ibuku terus berusaha menguatkanku. Ketika aku dipindahkan ke ruang bersalin, giliran suamiku yang mendampingiku. Alhamdulillah setelah melewati berbagai hal akhirnya pukul 06.30 moment yang kami tunggu-tunggu tiba. Anak perempuan kami lahir di dunia dengan selamat dan sehat. Lega sekali rasanya. Mendengar tangisannya reflek aku langsung menangis haru. Begitu juga dengan suamiku, terlihat sekali kebahagiaan dan kelegaan di wajah beliau. Beliau langsung mencium pipi dan keningku berkali2 sambil menggenggam erat tanganku. Sungguh kebahagiaan yang sangat tak ternilai harganya. Tak henti-hentinya kami bersyukur kepada Allah SWT atas anugerah ini. Seketika aku lupa rasa sakitnya kontraksi yang ku alami sebelumnya. Yang kurasakan saat itu hanya kebahagiaan. ? #SiapKetemuAnakku

Read more
undefined profile icon
Write a reply

Bersyukur menambah nikmat

Memiliki suami yang paham agama membuatku tidak takut dan khawatir akan kekurangan atau kemiskinan. Membuat aku lebih memaknai rasa syukur. Aku dan suami sama-sama bekerja sebagai guru honorer. Suamiku guru Madrasah Ibtidaiyah, sedangkan aku guru Paud. Kami memulai kehidupan rumah tangga kami dari nol. Awal menikah kami numpang tinggal di rumah saudara dari suamiku. Kami tinggal di sana cukup lama sampai aku hamil anak pertama kami. Namun setelah kami pikir-pikir alangkah lebih baiknya kami mencari rumah kontrakan untuk tempat tinggal kami. Karena bagaimanapun kalau sudah berkeluarga lebih nyaman jika tinggal sendiri (bersama keluarga baru) meski hanya mengontrak. Alhamdulillah menjelang kelahiran anak kami yang pertama kami sudah mendapatkan rumah kontrakan yang walaupun sederhana tetapi kami nyaman dan bahagia tinggal di rumah kontrakan itu, apalagi mengingat buah hati pertama kami akan lahir, jelas menambah kebahagiaan kami. Suka duka kami hadapi bersama. Awal pindah di rumah kontrakan yang baru kami hanya baru mampu membeli kasur Palembang yang tipis itu. Kami tidur menggunakan kasur tersebut sehari-harinya. Berbeda jauh dengan kasur springbed yang empuk di tempat tinggal kami sebelumnya. Namun, sedikitpun kami tidak mengeluh atau merasa perlu dikasihani atau apapun itu. Apalagi aku, karena memiliki suami seperti suamiku membuatku merasa sangat kaya raya. Rasanya aku sudah memiliki semua yang kuinginkan. Jadi, apapun yang terjadi asal aku menjalaninya bersama beliau insyaallah aku bisa dan semua akan baik-baik saja. Beberapa minggu memakai kasur yang tipis itu (semakin hari kasurnya semakin menipis), sebenarnya badan terasa pegal-pegal terutama aku yang lagi hamil tua. Tetapi tidak ku utarakan itu pada suamiku karena takut beliau jadi kepikiran. Akan tetapi seolah bisa membaca pikiran dan isi hatiku, beliau mengutarakan bahwa badan beliau merasa pegal-pegal karna tidur pakai kasur tipis itu. Aku tersenyum dalam hati. Lalu suamiku menawarkan untuk membeli kasur baru yang lebih tebal dan empuk. Tentu saja aku menyetujuinya, apalagi melihat suamiku terlihat ridho dan tidak merasa keberatan sama sekali. Akhirnya kami membeli kasur busa yang agak tebal dan lumayan empuk. Alhamdulillah. Satu per satu bisa terbeli dan pelan-pelan rumah kami mulai ramai dengan barang-barang seperti kulkas, kompor, meja, kursi, almari, rak piring dll yang tadinya rumah kami kosong blong hanya ada kasur tipis dan kardus pakaian di dalamnya, kini rumah kontrakan kami jadi terlihat seperti rumah beneran, rumah pada umumnya hehe. Bersyukur membuat nikmat yang kita rasakan terus bertambah dan semakin bertambah. #CeritaPernikahan

Read more
undefined profile icon
Write a reply

Pelabuhan Hati

Kala itu aku ingin berkomitmen untuk tidak mengulangi menjalin hubungan yang dilarang oleh Islam, yaitu berpacaran. Aku berdoa dan berpasrah agar kelak mendapat pasangan hidup yang paham agama. Tidak harus kaya atau tampan yang penting beliau sholih. Itu saja kriteriaku dalam mencari pasangan hidup kala itu. Suatu ketika adikku mulai masuk SD kelas satu dan untuk pertama kalinya aku mengantar adik perempuanku itu ke sekolah. Saat itu tidak sengaja sepeda motor yang kunaiki hampir bertabrakan dengan sepeda motor yang dinaiki seorang guru laki-laki yang saat itu beliau mengenakan helm dan wajahnya tertutup kaca helm. Beliau tersenyum tipis lalu aku membalas dengan senyum tipis pula dan kemudian aku melanjutkan perjalananku menuju ke TK tempat aku mengajar (adikku sudah masuk ke kelasnya), kebetulan aku juga seorang guru. Aku belum mengenal laki-laki yang menjadi guru di sekolah adikku itu, tetapi ada sedikit rasa penasaran di dalam hatiku yang entah rasa apa itu sebenarnya. Terbersit sedikit harapan untuk bisa bertemu kembali dengan laki2 itu. Itu adalah pertama kalinya aku mengantar adikku ke sekolah dan setelah beberapa minggu kemudian aku baru kembali mengantar adikku ke sekolah lagi. Aku tidak bertemu dengan laki-laki itu saat itu, namun aku bertemu lagi ketika aku menjemput adikku. Aku memperhatikan laki-laki yang bernama Mas B itu (akhirnya aku tau nama beliau) sedang mengobrol dengan Kepala Sekolah di sekolah adikku itu. Jantungku tiba-tiba berdebar tidak karuan saat beliau menatapku dari kejauhan, aku jadi salah tingkah dan mengalihkan pandanganku ke arah lain. Singkat cerita saat itu aku menyadari aku mulai jatuh cinta lagi setelah sekian lama tidak merasakan yang namanya jatuh cinta. Melihat wajahnya yang teduh dan penampilannya yang sederhana seolah aku bisa menebak bahwa beliau adalah laki-laki yang kuidamkan selama ini. Aku mencari-cari informasi tentang Mas B sampai akhirnya aku menemukan facebook Mas B. Aku menambahkan beliau sebagai teman di facebook ku. Aku mengawali perkenalan dengan mengomentari fotonya bersama murid-murid di sekolahnya yang diunggah facebook Mas B. Singkat cerita, kami saling berkenalan lalu bertukar nomor Whatsapp. Kami saling berkomunikasi setiap hari di Whatsapp. Kami lebih banyak mengobrol tentang visi, misi dan tujuan pernikahan, karena memang ternyata kami satu pendapat perihal pernikahan. Ada kecocokan yang kami rasakan satu sama lain walau tidak pernah kami ungkapkan saat kami mengobrol, dan aku yakin sekali Mas B juga memiliki perasaan yang sama seperti yang kurasakan walau tidak beliau ungkapkan secara langsung. Setelah perkenalan kami selama lebih kurang satu bulan, Mas B mengabari via Whatsapp bahwa beliau sekeluarga ingin bersilaturahmi ke rumahku. Aku dengan senang hati sambil berdebar-debar mengiyakan awal dari niat baik tersebut. Singkat cerita, kami menentukan tanggal lamaran, setelah lamaran kami menentukan tanggal akad nikah kami. Akhirnya kami resmi menikah sekitar satu tahun kemudian setelah hari pertama kami berkenalan. Aku sangat bahagia memiliki suami yang ternyata beliau memang laki-laki yang selama ini aku idam-idamkan. Laki-laki yang sholih dan bertanggung jawab, dan sangat mencintaiku juga anak kami. Yang jelas apa yang Allah berikan kepada kita adalah apa yang sebenarnya kita butuhkan dan niat baik senantiasa dimudahkan dan diberikan jalan yang lancar oleh Allah SWT, Insyaallah. #CeritaPernikahan

Read more
undefined profile icon
Write a reply