Wynanda Bagiyo Saputri profile icon
PlatinumPlatinum

Wynanda Bagiyo Saputri, Indonesia

About Wynanda Bagiyo Saputri

Support breastfeeding, mental health, Pierre Robin Sequence and rare disease awareness.

My Orders
Posts(6)
Replies(5720)
Articles(0)

KUNING DAN MENJEMUR BAYI

Izinkan saya berbagi info seputar kuning dan menjemur bayi. Jaundice aka kuning aka ikterus pada bayi baru lahir adalah hal yang umum terjadi. Pada dasarnya organ pada bayi belum berfungsi optimal, termasuk liver, makanya seringkali bayi jadi kuning. Saya bantu share beberapa link yah. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/indikasi-terapi-sinar-pada-bayi-menyusui-yang-kuning https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-ikterus Untuk mengetahui indikasi fototerapi, Bunda bisa coba cek di bilitool. Bunda bisa masukkan data nilai bilirubin dan usia bayi, nanti akan muncul informasi rekomendasi fototerapinya. Berjemur atau mandi sinar matahari memiliki risiko kulit terbakar matahari, hingga meningkatkan risiko kanker kulit. Bayi usia 0-6 bulan harus dihindarkan terpapar sinar matahari secara langsung. Berikut artikel dari IDAI https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/menjemur-bayi-dengan-tepat Berikut tambah informasi seputar jemur menjemur https://www.who.int/news-room/q-a-detail/radiation-sun-protection https://www.medscape.com/answers/276624-100196/what-the-american-academy-of-pediatrics-aap-guidelines-for-prevention-of-basal-cell-carcinoma-bcc-in-children-and-adolescents https://dermnetnz.org/topics/vitamin-d Stay safe and healthy. Stay in shade. Batasi waktu terpapar sinar matahari. Pakai sunscreen dengan cara yang tepat. Semoga bermanfaat. #bantusharing

Read more
KUNING DAN MENJEMUR BAYI
VIP Member
undefined profile icon
Write a reply

ORANG TUA DARI ABK

Selamat siang, Parents. Pada gambar ini ada daftar koleksi "harta karun" anak ke 2 saya 😁 Dia adalah penyintas penyakit langka. Apakah ada yang memiliki Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) juga? Kalau ada, saya mau kirim peluk dan semangat untuk kalian. Memiliki ABK jelas bukan idaman siapa pun, tapi ketika Allah percayakan amanah khusus kepada kita, percaya lah bahwa Dia tak akan salah memilih dan rencana-Nya selalu sempurna. Saya paham bahwa mungkin akan terasa sangat berat pada awalnya. Kita sangat mungkin shock dan denial saat menerima kabar bahwa Si Kecil ternyata adalah ABK. Ah nggak mungkin anak saya sakit! Anak saya baik-baik saja. Dokter pasti salah diagnosis! Atau pikiran-pikiran sejenis itu. Kita mungkin akan marah pada kenyataan, marah pada diri sendiri, atau mungkin marah pada Tuhan. Kita mungkin menjadi depresi sebelum akhirnya bisa menerima dan mengakui kenyataan bahwa Si Kecil adalah ABK. That's okay. You're not alone Hal tersebut wajar karena kita hanya manusia biasa. Ada yang namanya tahapan kedukaan yang bisa kita rasakan saat mendapatkan kenyataan yang kita anggap buruk. Kita semua butuh waktu dan proses untuk mencerna hingga akhirnya bisa menerima dan bangkit. Kita perlu waktu dan proses untuk menemukan alasan kembali bangkit dan jadi lebih kuat. Saya paham bahwa kita mungkin akan menghabiskan lebih banyak waktu di sudut RS, ruang konsultasi, ruang pemeriksaan, ruang terapi, ruang perawatan, ruang tunggu ICU, ruang tunggu operasi, dll. Kita mungkin menunggu lebih lama untuk setiap tumbuh kembang anak. Kita mungkin akan menangis di kala sepi atau di sudut lorong RS untuk mengumpulkan daya kembali bangkit dan berjalan melihat Si Kecil. Kita mungkin harus menyerahkan Si Kecil ke tim bedah. Itu semua sungguh bukan hal mudah. Saya mengalaminya juga. Namun, kita tak sendiri. Ada banyak ortu lain yang berada di jalan serupa. Untuk itu, saya di sini. Mengirim pelukan, doa, semangat untukmu. Ini mungkin juga berlaku untuk Parents yang masih sering galau dan merasa tersudut oleh ucapan atau silap orang lain. Misal saat ada yang bilang anakmu kurus, anakmu lambat, kamu bukan ortu yang baik, anakmu atau kamu begini dan begitu. Kita semua perlu waktu untuk berproses jadi lebih tangguh. Jika rasanya kau tak sanggup menanggungnya lagi, cari lah bantuan pada ahlinya. Kenali faktor pendukung yang menguatkan. Cari dan bergabung lah dengan kelompok pendukung atau komunitas yang tepat dan nyaman. Bagi parents yang punya ABK juga dan ingin berbagi cerita, boleh banget yah. Atau yang mau bertanya seputar pengalaman dan kondisi anak saya, boleh juga kok. Saya terbuka untuk berbagi pengalaman 😊

Read more
ORANG TUA DARI ABK
undefined profile icon
Write a reply

PIERRE ROBIN SEQUENCE

Mumpung masih bulan September yang diperingati sebagai Cleft and Craniofacial Acceptance Month. 5 September juga diperingati sebagai Pierre Robin Sequence (PRS) Awareness Day. Seringkali anak PRS juga terlahir dengan cleft palate (celah palatum/ langit mulut) Kebetulan anak ke 2 ku lahir dengan (salah satu) diagnosis awal PRS. Semoga cerita singkat ini bisa bermanfaat 😊 . . "Suster bilang dagunya kecil. Pirobin katanya," ucap suamiku saat muncul setelah menemui bayi kami yang baru lahir. Itu pertama kali dalam hidupku mendengar kata pirobin yang belakangan kutahu adalah Pierre Robin Sequence (PRS). Salah satu jenis penyakit langka yang hanya terjadi pada 1 dari 8.500 kelahiran dan anak kami jadi salah satunya. Saat itu aku tak terlalu peduli. Aku tak tahu bahwa PRS akan membawa kami dalam sebuah petualangan tak berujung. . . PRS memiliki 3 tanda atau trias, yaitu dagu yang sangat kecil dan/ atau mundur (micrognathia), lidah yang jatuh di saluran nafas (glossoptosis), dan obstruksi saluran nafas. PRS membuat bernafas jadi hal yang butuh kerja keras. Bayi PRS lebih baik tidur dalam posisi miring atau telungkup agar saluran nafas tidak semakin tertutup. Tak jarang anak PRS juga mengalami celah langit mulut (cleft palate) atau langit mulut letak tinggi (high arched palate). PRS ada 2 tipe, yaitu isolated dan non isolated. PRS isolated umumnya tidak disertai sindrom lainnya, hanya trias PRS saja. PRS non isolated berkaitan dengan sindrom lain. Biasanya ditandai dengan adanya kelainan-kelainan selain trias PRS. . . Hari berganti, banyak kelainan baru ditemukan seiring berbagai konsultasi dan pemeriksaan yang dilakukan. Aku yakin anakku mengalami PRS non isolated. "Ini pasti kelainan genetik. Bukan hanya PRS. Kalau PRS saja, nggak akan separah ini," ucap seorang dokter sekaligus konselor genetik saat memeriksa anakku. Tepat sesuai dugaanku. Hari-hari jadi banyak kuisi dengan membaca jurnal, artikel kesehatan yang berkaitan dengan kondisi anakku. Mungkin aku mirip rekam medik berjalan. Sering terlintas dalam benak, akankah ada hari esok untuk anakku? Akankah masa depannya tetap gemilang? Bayang kelam sering menghantui, tapi semua tetap harus kujalani dengan berani dan penuh harap. Tuhan tak akan membebaniku lebih dari yang mampu kutanggung. . . Untukmu orang tua yang juga memiliki anak PRS (atau ABK dengan diagnisis lainnya), aku tahu petualangan kita tak mudah. Aku bisa merasakan berbagai kekhawatiran dan ketakutan yang melilitmu. Kau mungkin juga harus menyerahkan anak ke tim bedah. Menunggu lebih sabar untuk setiap tumbuh kembang Si Kecil. Menghabiskan banyak waktu di ruang konsultasi, ruang pemeriksaan, ruang terapi, bahkan ruang rawat inap. Ingatlah bahwa kau tak sendiri. Ada Tuhan yang menyertai. Aku juga ada untuk memelukmu, meski hanya dalam doa. . . PRS hanya salah satu dari koleksi diagnosis yang dimiliki anakku. Yuk! Kalau ada Parents yang punya pengalaman serupa dan mau ikut berbagi cerita, boleh yah 😊

Read more
PIERRE ROBIN SEQUENCE
undefined profile icon
Write a reply
undefined profile icon
Write a reply

BERBAGI PENGALAMAN MENYUSUI

Selamat malam, Parents. Mumpung masih bulan Agustus yang merupakan bulan menyusui, kali ini saya akan mencoba berbagi pengalaman menyusui 2 anak. Tulisan ini akan panjang, semoga Parents semua berkenan membaca hingga akhir. Siapkan camilan sebelum membaca juga boleh hehehe. Ah! Menyusui kan hal yang alami. Semua wanita yang punya payudara pasti bisa menyusui. Piece of cake. Begitu pikirku dulu, sehingga saat hamil anak pertama, tak terpikir untuk belajar ilmu menyusui. Namun ternyata saya salah. "Wah bayinya tampak mengantuk," kata seorang perawat sambil langsung mengangkat dan membawa bayiku. Bayangan akan indahnya IMD pun buyar. Saat itu saya paham ada yang namanya IMD dan ingin merasakan pengalaman IMD, tapi sayangnya saya belum paham proses IMD. Saat akhirnya perawat membawa bayiku ke ruangan, saya langsung mendekap dan berusaha menyusuinya dengan percaya diri. Tak ada kekhawatiran ASI tak keluar. Semua berjalan lancar dan terasa manis. Hari berlalu, saya mulai berpikir, kenapa bayiku menyusu terus, apakah mungkin ASI saya sedikit? Namun, saat saya coba memencet puting, tampak cairan putih yang membuatku kembali yakin bahwa ASI ada dan cukup, tapi kenapa bayiku menempel terus seperti perangko? Ditambah dengan nyeri yang luar biasa saat menyusui, mulai membuatku takut untuk menyusui. Jantungku berdetak cepat membayangkan nyeri yang akan terasa setiap kali akan menyusui. Saya meremas bantal, menggigit bibir demi menahan nyeri. Tak jarang saya tak bisa menahan tangis karena nyeri terasa sangat berat, hingga suami tak tega dan menawarkan untuk membeli sufor, tapi saya tolak. Saya bertekad untuk menyusui. Beruntung tahun 2010 informasi sudah mudah dapat. Saya mulai berselancar mencari informasi tentang ASI dan menyusui dan menemukan milis ASI for baby. Saya menemukan informasi bahwa ternyata posisi pelekatan yang tidak tepat lah yang menyebabkan nyeri saat menyusui. Saya juga baru tahu bahwa anatomi puting saya tidak normal, 1 flat nipple sementara yang 1 lagi inverted nipple. Akhirnya saya terus berusaha menyusui hingga tanpa sadar, entah sejak kapan nyeri saat menyusui hilang. Tak ada lagi drama, jantung berdebar, air mata saat saya menyusui. Ternyata dengan posisi pelekatan yang tepat, saya bisa menyusui tanpa rasa nyeri meski puting datar (flat) maupun tenggelam (inverted). Selain tantangan flat dan inverted nipple, saat saya juga masih berstatus karyawati. Saya juga hampir tidak pernah merasakan payudara bengkak dan ASI rembes yang biasa diasumsikan sebagai tanda ASI melimpah. Saat anak berusia sekitar 2 bulan, saya baru mulai perah ASI atas saram seorang kolega. Padahal rencana awal saya baru akan perah menjelang masa cuti berakhir. Pengalaman perdana perah ASI, saya dapat memerah cukup untuk bisa membasahi pantat botol. Sepertinya tidak sampai 5ml 😅 Namun, saat itu tidak terlintas pikiran ASI kurang. Saya terus perah ASI setiap kali anak sedang tidur. Hasil perah selama 24 jam bisa digabungkan dalam 1 botol asal suhunya disamakan terlebih dahulu. Dalam 1 hari, minimal saya mendapatkan 1 botol 100ml, sehingga saat mulai kembali ngantor, saya punya stok ASIP sekitar 40 botol @100ml. Saya menggunakan botol kaca. Kantor saya tidak memiliki fasilitas khusus untuk perah ASI, jadi saya perah di mana saja. Kadang di kubikel saya sendiri. Kadang saat perjalanan ke tempat meeting. Pernah juga di toilet, gudang, dll. Saya cukup membawa 1 kantong khusus berisi BP, hand sanitizer, nursing apron, tissue. Jika perah saat perjalanan meeting, saya juga membawa botol kaca, cooler box, ice gel. Saya sangat mengupayakan perah setiap 3jam atau maksimal 4jam sekali. Saat di rumah, saya tetap perah minimal sekitar 2-3x, terutama saat malam hingga waktu subuh. Alhamdulillah, anak pertama saya bisa tetap dapat ASI hingga tersapih di usia sekitar 2 tahun 8 bulan dengan metode weaning with love (WWL). Pengalaman pertama menyusui tersebut saya hanya mengalami tantangan umum dalam menyusui, sangat berbeda dengan pengalaman menyusui anak ke 2. Saat hamil anak ke 2, lagi-lagi saya tidak berpikir untuk update ilmu menyusui. Kan saya sudah punya pengalaman, bahkan saya punya support group untuk busui, jadi saya percaya diri pasti bisa menyusui lagi. Namun, lagi-lagi saya salah. "Suster pada bilang kalau dagunya kecil. Pirobin," kata suamiku saat kembali setelah mengurus kelahiran anak ke 2 kami. Kali ini saya sudah paham proses IMD, tapi sayang sekali lagi bayangan indah bisa merasakan pengalaman IMD kembali buyar. Anakku mengalami asfiksia. Dia tak menangis spontan sehingga langsung dibawa pergi tanpa sempat kulihat wajah mungilnya. Berat badannya juga hanya 2 kg, kecil masa kehamilan (KMK). Kali ini anakku langsung dirawat di NICU. Belakangan, saya baru paham bahwa pirobin adalah Pierre Robin Sequence (PRS). Anakku memiliki dagu yang sangat kecil dan mundur (micrognathia), lidah yang "jatuh" menutup jalan nafas (glossoptosis), dan obstruksi jalan nafas. Ternyata PRS membuat anakku kesulitan menyusu. Dia tak bisa melakukan pelekatan dengan benar. Saya berusaha mencari info ke benerapa konselor laktasi (KL) yang saya kenal dan juga melakukan konseling laktasi tatap muka. Saat melihat anakku, dokter yang melakukan konseling hanya mengucapkan 1 kata,"Susah." Wajahnya pesimis, seolah tak ada harapan. Seorang KL memberikan informasi soal dancer hold. Posisi menyusui yang biasa digunakan untuk menyusui anak yang memiliki tonus otot lemah seperti pada anak Down Syndrome. Sementara seorang lainnya memberikan informasi bahwa anak PRS nyaris mustahil bisa menyusu langsung dan ada risiko tertutup jalan nafas jika menyusu. Fokusnya adalah bagaimana agar anak tetap bisa dapat ASI, bukan agar bayi bisa menyusu langsung. Akhirnya saya terpaksa melakukan exclusively pumping (EPing) karena risiko yang besar dan memang dicoba berbagai posisi (bahkan posisi gaya bebas 😆), anakku tetap tak bisa melakukan pelekatan. Awalnya anakku minum melalui OGT, selang makan yang masuk melalui mulut, langsung ke lambung. Selain itu, saya harus tetap melatihnya minum secara oral menggunakan cup feeder. Dia baru minum menggunakan feeder khusus bernama haberman feeder (HBF) atau Medela special needs feeder saay berusia sekitar 5 bulan. EPing adalah pekerjaan yang berat. Saya wajib konsisten perah setiap 2-3 jam sekali selama 24 jam. Apalagi anakku mengalami feeding difficulty, dia sangat mudah tersedak sehingga durasi menyuapi rata-rata sekitar 1-2jam per sesi, padahal saya harus menyuapi setiap 3 jam sekali. Kebetulan suami juga sering berjauhan, jarang pulanh. Praktis saya mengurus 2 anak, urusan domestik di rumah, kira-kira sekitar 95% sendiri. Selama beberapa bulan, tidur adalah hal mewah yang sangat eksklusif bagi saya. Saya juga harus rutin membawa anak ke RS yang berjarak lebih dari 30km. Setidaknya 1x seminggu. Seringkali naik angkutan umum, bertiga dengan Si Kakak. Hampir setiap konsultasi, saya menerima temuan diagnosis baru. Tidur pun sangat tak nyenyak dan justru dibayangi rasa bersalah karena biasanya tidak sengaja ketiduran 😅 Apalagi jika karena ketiduran, ada sesi minum yang terlewat. Rasanya sangat melelahkan lahir batin. Hidup jadi mirip arena balap. Otak saya terus berputar untuk berpikir hal apa dulu yang perlu dilakukan? Perah, menyuapi bayi, urus Si Kakak, atau urus diri sendiri? Namun, alhamdulillah saat berusia sekitar 5 bulan dan mulai menggunakan HBF, durasi minumnya pun menjadi sedikit lebih cepat. Saya tetap mencoba melatih anak untuk menyusu langsung karena saya tahu bahwa menyusui lebih dari sekadar memberikan ASI. Menyusu menjadi salah satu stimulasi oromotor yang bagus bagi bayi (hal ini diaminkan salah satu dokter spesialis bedah plastik). Saya berharap dagu anak saya bisa berkembang dan akhirnya catch up. "Begini loh nyusu langsung. Kirana kalau sudah usia 1 tahun nanti nyusu langsung saja yah," ucap saya setiap kali mencoba menyusui. Alhamdulillah anak ke 2 akhirnya bisa menyusu langsung di usia sekitar 1 tahun dan bisa mendapatkan ASI hingga usia sekitar 2 tahun 8 bulan. Dia berhenti tanpa proses penyapihan. . . Stress, kelelahan akan membuat ASI seret atau mampet, tidak sepenuhnya terbukti pada saya. Mungkin nyaris mustahil seorang ibu tidak stress, sedih, lelah saat mendapatkan anak berkebutuhan khusus dengan kondisi medis yang kompleks, seperti anak saya. Namun, atas izin Allah, alhamdulillah saya bisa tetap memberikan ASI. Seorang kawan yang merupakan praktisi psikologi pernah bilang bahwa saat kita tak bisa menghilangkan stress, setidaknya kendalikan diri agar tetap tenang dan jangan panik. Tenang juga bersahabat dengan oksitosin. 99% ibu bisa menyusui, asal tahu ilmunya. Saya mengalami tantangan umum menyusui, yaitu flat nipple, inverted nipple, masih ngantor, tak mengalami tanda ASI melimpah, tidak mendapatkan fasilitas khusus untuk perah ASI. Saya juga mengalami tantangan istimewa menyusui yang hanya dialami oleh sekitar 1:8500 ibu. Alhamdulillah Allah masih izinkan saya bisa memberikan ASI untuk 2 anak saya. Teruslah belajar dan berusaha untuk bisa mengoptimalkan menyusui dan pemberian ASI. Pahami prinsip produksi ASI (supply by deman dan dipengaruhi mindset) dan tanda kecukupan ASI. Pantau tumbuh kembang anak dengan alat ukur yang benar. Anak PRS yang dikatakan hampir mustahil bisa menyusu langsung, alhamdulillah bisa menyusu Inilah mengapa, saya sering mengatakan untuk menyusuilah dengan keras kepala, menyusuilah dengan payudara. Menyusui lebih dari sekadar memberikan ASI. Semoga pengalaman saya ini bisa menjadi hikmah dan motivasi tersendiri untuk parents di sini. Mohon maaf atas kesalahan yang terjadi. Saya tunggu sharing pengalaman dzri Parents semua 😊 Happy breastfeeding 😊 NB : pengalaman menyusui anak ke 2 sempat dimuat di TAP Indonesia dan gambar pertama itu dinyatakan tip TAP. Lupa tahun 2014, 2015, atau 2016 😅

Read more
BERBAGI PENGALAMAN MENYUSUI
undefined profile icon
Write a reply