Privacy PolicyCommunity GuidelinesSitemap HTML
Download our free app
mama of 1 tampan anak laki-laki
PUNYA ANAK, REZEKI MAKIN SERET
Bun, pernah gak sih merasa menyesal?? Terkadang kalau lagi gak waras, aku merasa menyesal memilih suami yang gak kaya, walaupun setelah itu aku beristigfar dan sangat bersyukur punya suami dan mertua yang sangat2 baik, walaupun gak kaya. Aku lulusan sarjana S1, sementara Suamiku cuma lulusan STM otomotif, dari awal aku sudah tau, suamiku gak akan pernah dapat jabatan yang bagus karena dia buta warna. Itu juga kesalahan terbesar mertuaku, memaksa suamiku masuk STM otomotif, padahal dua buta warna, setelah lulus, susah banget bagi dia untuk dapat pekerjaan yang sesuai, karena buta warna. Belasan tahun suamiku bekerja di bagian gudang spare part, di lokasi karena dia harus bertahan di perusahaan yang mau menerima kekurangan dia. Sebelum menikah alhamdulillah gaji suami lumayan, karena bekerja di lokasi, selama belasan tahun, suami bisa membeli rumah sendiri. Dan itu yang akhirnya juga membuatku mantap memilih dia, padahal dulu aku juga sempat dikenalkan sama ustadz, tapi aku memilih suamiku, bukan karena agama, uang atau tampang, tapi karena ahlak, karena aku merasa sangat nyambung sama dia sejak SMK. Setelah menikah, semuanya berjalan dengan settle, walaupun resiko harus pisah, gaji suami sangat lebih dari cukup, aku juga bekerja, jadi gajiku sebagian bisa kuberikan untuk orang tuaku. Bapak mertuaku bekerja, Ibu mertuaku jualan di kantin, adik iparku juga bekerja, ditambah lagi uang sewa dari rumah kami, karena kami memilih tinggal dengan mertua saja, karena suami tidak mau aku tinggal sendiri sementara dia di lokasi. Tabunganku dan suami sangat lebih dari cukup. Sayangnya aku gak menggunakan uang tabunganku dengan baik, seharusnya saat itu aku gunakan untuk membeli emas yang banyak, aku malah menggunakannya kebanyakan untuk modal usaha orang tuaku dan adikku yang tidak pernah kelihatan hasilnya. Setelah 2 tahun berjuang garis 2, akhirnya aku hamil, menjelang lahiran, lokasi tempat suami bekerja tutup, kesempatan bagi suami untuk bekerja di kota kami dan gak di lokasi lagi, dengan konsekuensi gajinya cuma akan UMK dan jauh dari gaji di lokasi. Aku senang, tapi juga sedikit khawatir, karena menjelang lahiran aku juga resign dari pekerjaan demi mengurus anakku yang kuperjuangkan kehadirannya. Karena covid, ibu mertuaku gak lagi jualan di kantin, adik iparku pindah tempat kerja, sempat menganggur setahun dan sekarang gajinya jadi kecil. Setelah anakku 2 tahun, aku memutuskan untuk menempati rumah kami, dengan harapan kami bisa lebih nyaman, dan aku gak pengen diintervensi mertua masalah mendidik anak, tapi dengan resiko, penghasilan suami yang cuma UMK harus berbagi tagihan listrik, air dan wifi dengan mertua, uang sewa rumah sudah tidak ada lagi, apalagi bersamaan pula dengan Bapak mertua yang sudah pensiun dan penghasilannya cuma dari ojol seperempat hari. Suami awalnya gak setuju, tapi aku berusaha meyakinkan, jadilah kami pindah. Hampir setahun sudah kami pindah. Jujur banyak keresahan dan penyesalan dalam benakku. Baru 1 anak aja kami sudah ngos2an dengan biayanya, apalagi lebih? lalu nanti sekolah bagaimana? kalau uang pensiun mertua habis, apakah harus suamiku yang membiayai semuanya? suamiku anak laki2 satu2nya, dia pasti yang bertanggung jawab. Lalu bagaimana aku harus membantu orang tuaku? adik2 ku juga masih sekolah. Ya Allah, kenapa banyak sekali beban yang harus kami tanggung, tapi penghasilan tidak pernah bertambah?? Kenapa aku tidak bisa seperti orang2, hidup berumah tangga hanya pusing memikirkan 1 rumah? aku juga harus memikirkan mertua, orang tua dan adik2ku? Aku tau setiap anak membawa rezekinya masing2, tapi kenapa setelah anakku lahir, penghasilan kami gak pernah bertambah malah terus berkurang?? Ya Allah, aku sedih, aku gak mau anakku sepertiku yang serba kekurangan saat kecil. Aku pengen kerja lagi, pengen nambah penghasilan, biar aku bisa bantu mertua dan orang tuaku, tapi gak tega meninggalkan dan menitipka anakku yang masih kecil, gak bisa bantah suami yang melarang. sesekali aku minta suamiku balik ke lokasi, tapi dia gak mau ninggalin aku di rumah berdua sama anakku aja, dia juga sudah nyaman kerja di sini, jadi gak tega. Banyak penyesalan dalam hatiku, aku egois kenapa minta pindah ditengah2 kekurangan kami? kenapa aku gak bertahan di rumah mertua saja? kenapa aku begitu egois hanya karena mengutamakan mentalku sendiri, padahal banyak orang yang ada di tumpuan kami? 😭😭
JANGAN SALAHKAN IBU....
Dulu, sebelum punya anak, aku seorang guru, sering kali mendapati kelakuan anak dengan berbagai macam type dan karakter, sering kali mendapati kelakuan anak yang kurang baik. Dalam hati aku selalu berkata, "ini di rumah orang tuanya gimana sih?", "Ibunya ngajarin gak sih?", "Anaknya dibiarin aja begitu?" dll, Sering kali menyalahkan orang tua, terutama ibu, untuk segala prilaku anak. Setelah jadi seorang ibu, aku sadar bahwa, anakmu bukan milikmu seutuhnya, kamu hanyalah dititipi Sang Pencipta, mereka lahir sudah dilengkapi dengan karakter dan pembawaan masing2 dan tidak bisa diubah, contohnya saja, aku memiliki 7 saudara, tapi punya karakter yang sangat2 berbeda, padahal kami lahir dari rahim yang sama, tumbuh di rumah yang sama, dididik dengan cara yang tidak jauh beda, kami juga berada di lingkungan yang sama. Setelah jadi ibu, begitu banyak hal yang membuatku terkejut, anak yang ku lahirkan dari rahimku sendiri, kupantau setiap hari sejak lahir selama hampir 3 tahun, kuajari banyak hal, tapi tetap saja tidak bisa ku kendalikan semauku sendiri. Dari awal MPASI, ku kenalkan dia berbagai macam rasa dan tekstur, kuberikan dia MPASI yang sebisa mungkin memilik gizi lengkap, dengan rasa yang lumayan, jadwal makannya selalu ku rutinkan di jam2nya. Apakah aku bisa membuatnya buka mulut setiap saat? TIDAK! selama berbulan2 aku terus berjuang dengan masalah GTM dan mengejar Berat Badan, sampai bolak balik ke DSA, hingga aku yang depresi. Hingga akhirnya aku berusaha ikhlas menerima, bahwa anakku akan makan semau dan sesuka dia saja, aku tidak bisa memaksa dan berharap dia makan 3 kali sehari + snack, dan makan real food, harus yang sehat, pada praktiknya, aku hanya bisa mengikuti moodnya dan memberikan apa yang dia mau, tidak lagi berfikir apa yang harus dia makan. Aku yang tadinya anti Sufor, sekarang harus ikhlas, memberikan di susu UHT agar gizinya tetap terpenuhi, dan ikhlas melihat berat badannya hanya bertambah 1 ons setiap bulannya. Dari lahir tidak pernah kubiarkan dia tidur lebih dari jam 10 malam. Apakah tidurnya sudah disiplin dann terjadwal seperti seharusnya?? TIDAK! setelah kusapih, aku jadi kesulitan menidurkannya, dia tidur dan bangun sesuka dia, dulu aku bisa mengatur tidurnya, karena dia akan tidur jika diberi nenen, sekarang menepuk2 punggungnya, gak akan berefek signifikan, dia tetap akan tidur dan bangun semaunya. Pagi hari jika kubangunkan terlalu pagi, moodnya akan jadi jelek, dan akan jadi cengeng, sudah bangun kesiangan, dia akan tidur siang jadi kesorean, jika tidur siang kesorean, dia akan bangun di malam hari, dan begadang sampai larut lagi, begitu seterusnya. Apakah aku membiarkannya begitu saja?? tidak! aku selalu berusaha keras mengatur pola tidurnya, kuusahakan agar dia bisa tidur siang, di jam siang seharusnya, tapi tetap saja, malamya dia akan tetap begadang. Jikapun bisa dia tidur lebih awal di malam hari, jika itu di bawah jm 9, bisa dipastikan dia akan bangun lagi, di tengah malam dan begadang lagi. Begitu terus, hingga pernah kupaksakan dia tidur lebih awal berakhir dengan kekerasan, karena dia benar2 tidak mau menyerah untuk tidur. Yaa... itu baru perkara makan dan tidur, belum kuceritakan hal lain seperti memilih baju, mandi dan lain2. Intinya, jangan selalu menyalahkan orang tua, apalagi ibu, atas setiap tindakan dan kebiasaan anak yang tidak seharusnya, sering kali sebelum kita mengkritik prilaku anaknya, dia pasti lebih dulu menasehati dan berusaha memperbaikinya, tak perlu disalahkan, dia pasti orang yang lebih dulu menyalahkan dirinya sendiri, bahkan mungkin bisa lebih parah.