Privacy PolicyCommunity GuidelinesSitemap HTML
Download our free app
mama of 1 tampan anak laki-laki
SELALU DIANGGAP KAYA SAMA KELUARGA, SERING DIMINTAIN UANG DAN DIHUTANGIN, PADAHAL PAS2AN
Maaf bun, aku sering curhat disini masalah ekonomi, karena aku gak bisa curhat ke siapa2 di kehidupan nyata. Stress berat masalah ekonomi, bukan karena gaji suami gak cukup untuk kehidupan sehari2, tapi karena gaji suami gak cukup buat bantu keluarga besar. Mereka selalu menganggap aku banyak uang, karena dulu suamiku kerja di lokasi, sudah punya rumah sendiri, aku juga kerja. Dulu memang iya, tabunganku selalu 2 digit, aku bahkan gak segan ngasi modal usaha bapakku sampai puluhan juta. Tapi sekarang semuanya berbeda, suamiku sudah gak kerja di lokasi, aku sudah berumah tangga sendiri, aku sekarang punya anak dan aku sudah gak kerja lagi. Tapi anggapan aku masih punya uang banyak itu selalu ada, keluargaku seperti tante dan sepupu selalu berhutang padaku, Ibuku sesumbar di depan mereka kalau aku bisa bantu dan ngasi uang mereka. Pengen jujur sama keluarga, tapi aku menjaga marwah suamiku, aku gak mau suamiku dibanding2in, apalgi sebentar lagi adik2ku mau nikah, calon mereka kaya2, gaji 2 digit, adik2ku juga pada kerja, gak tega kalau suamiku harus dibanding2in sama menantu lainnya. Dan bagiku, gaji itu privasi, aku gak bisa jujur, tapi aku juga stress dihutangin terus. Beban banget bun, tiap hari aku berdo'a dikasi kelebihan rezeki biar bisa berbagi.
SEKOLAH TINGGI2, CUMA JADI IBU RUMAH TANGGA, GAJI SUAMI PAS2AN
Bun, adakah disini yang generasi sandwich?? Gimana enggak? aku anak pertama dari 7 bersaudara. Dulu, orang tuaku susah payah nguliahin aku dengan harapan di masa depan, aku bakal bisa bantu perekonomian mereka, instilahnya aku investasi mereka. Sayangnya, orang tuaku gak berpendidikan, gak ada orang yang mengarahkan aku untuk memilih jurusan yang sesuai bakat, aku memilih jurusan yang sesuai minatku, ternyata setelah dijalani, benar2 gak sesuai sama aku, aku mengambil jurusan Hubungan Internasional, karena kupikir aku cukup suka bahasa Inggris, gak tau aja kalau itu adalah jurusan politik yang aku benci. Singkatnya, aku merasa kuliahku sia2, karena aku gak akan pernah mau kerja di bidang politik. Tak disangka, ternyata passionku mengajar. Sayangnya jika ingin menjadi PNS guru di sekolah, Ijazahku gak sesuai. Alhasil kerjaanku jadi pengajar les dari pintu ke pintu, setiap hari bisa lebih dari 12 jam aku keliling mengajar. Penghasilanku mengajar freelance alhamdulillag lumayan, tapi gak bisa kunikmati sepenuhnya karena aku berikan ke orang tuaku, tabungan juga gak punya. Disuruh orang tua ngambil S2 buat jadi dosen, bagaimana bisa jika ijazah S1 saja politik? Bertahun2 jadi tulang punggung, kupikir kalau sudah punya suami dan anak, aku gak perlu kerja lagi dan cukup dinafkahi, di rumah aja mengurus anak. Alhamdulillah sekarang semua itu terpenuhi. Tapi ternyata kenyataan gak seindah Impian, Jadi pure IRT di rumah aja, penghasilan suami cuma pas2an, aku ternyata gak bisa menikmati sepenuhnya.. Orang tuaku selalu menekanku untuk kembali bekerja, biar ijazahnya gak sia2, biar aku punya penghasilan sendiri biar bisa ngasi mereka juga. Tapi aku gak bisa ninggalin anakku masih kecilz suamiku melarang, motorku juga dipake orang tuaku. Jadi sekarang lagi sedih karena merasa menyia2kan sekolah tinggi, gak punya penghasilan, gaji pas2an, orang tuaku pasti kecewa sama aku.
STRESS MEMIKIRKAN MASALAH KEUANGAN
Maaf Bun, bukan minta solusi, cuma pengen dikuatkan, pengen dikasi inspirasi pengalaman. Saat mengeluh, orang2 akan bilang aku tidak bersyukur. Punya suami yang gak macam2 dan penghasilan tetap, anak, rumah dan mertua yang baik, tidak punya hutang, cicilan dan beban yang berat. Banyak yang bilang gaji UMK suamiku sudah cukup. Ya... tentu saja aku tidak pernah menutup mata atas kelebihan yang diberikan Allah padaku, tapi semua itu gak bisa menghilangkan bebanku yang bahkan gak akan dimengerti oleh suamiku sendiri. Mungkin karena dulu saat sekolah hidup susah, saat kerja jadi tulang punggung, makanya niatku dari dulu pengen nikah, dinafkahin dan cuma ngrus keluarga, aku menghindari masalah ekonomi dan ingin hidup cukup, Gaji suamiku cuma UMK, dia berikan padaku setiap bulan 2,5 Juta, sisanya dia pakai untuk bayar air, listrik, gas untuk 2 rumah (rumah kami dan mertua) plus uang bensinnya. 2,5 Juta itu buat aku pakai kebutuhan anak, makanan dan bayar WIFI. Dengan uang segitu aku tidak bisa menabung, beli skincare, make up dan baju, aku gak bisa memberikan orang tuaku. 2,5 Juta benar2 kurang hanya untuk membeli makan, wifi dan kebutuhan anak. Aku tidak mau pelit2 soal makanan, karena waktu kecil aku tidak pernah makan enak, jadi jika sekarang aku gak makan enak, peningkatan apa yang aku gapai dalam hidupku? aku juga gak mau hitung2an untuk kebutuhan anak. Jadi 2,5 Juta sangat tidak lah cukup. Tidak cukup untuk kusisihkan buat mempercantik diriku, tidak ada untuk healing2, tidak bisa ditabung dan tidak bisa kuberikan pada orang tuaku. Tabungan tidak pernah bertambah, malau hampir habis agar tetap bisa beliin macam2 untuk orang tua. Yang bikin aku stress, kalau aku gak punya tabungan, aku benar2 gak bisa lagi ngasi ke orang tuaku, di masa depan aku juga pengen beli motor sendiri biar bisa leluasa beraktifitas Ingin minta tambah dari suami juga gak tega, dia juga punya orang tua yang wajib dia sanggah kehidupannya, dia juga cukup bekerja keras walaupun gajinya gak seberapa. Pengen kerja, biar punya penghasilan sendiri, tapi gak diizinin suami, anak masih kecil gak bisa ditinggal, motor sudah kuberikan ke orang tuaku jadi gak bisa leluasa ke mana2. Belum lagi mendengar orang tuaku mengomel, karena merasa sudah menyekolahkan aku tinggi2, tapi cuma jadi ibu rumah tangga, gaji suaminya pas2an. 😭
JANGAN SALAHKAN IBU....
Dulu, sebelum punya anak, aku seorang guru, sering kali mendapati kelakuan anak dengan berbagai macam type dan karakter, sering kali mendapati kelakuan anak yang kurang baik. Dalam hati aku selalu berkata, "ini di rumah orang tuanya gimana sih?", "Ibunya ngajarin gak sih?", "Anaknya dibiarin aja begitu?" dll, Sering kali menyalahkan orang tua, terutama ibu, untuk segala prilaku anak. Setelah jadi seorang ibu, aku sadar bahwa, anakmu bukan milikmu seutuhnya, kamu hanyalah dititipi Sang Pencipta, mereka lahir sudah dilengkapi dengan karakter dan pembawaan masing2 dan tidak bisa diubah, contohnya saja, aku memiliki 7 saudara, tapi punya karakter yang sangat2 berbeda, padahal kami lahir dari rahim yang sama, tumbuh di rumah yang sama, dididik dengan cara yang tidak jauh beda, kami juga berada di lingkungan yang sama. Setelah jadi ibu, begitu banyak hal yang membuatku terkejut, anak yang ku lahirkan dari rahimku sendiri, kupantau setiap hari sejak lahir selama hampir 3 tahun, kuajari banyak hal, tapi tetap saja tidak bisa ku kendalikan semauku sendiri. Dari awal MPASI, ku kenalkan dia berbagai macam rasa dan tekstur, kuberikan dia MPASI yang sebisa mungkin memilik gizi lengkap, dengan rasa yang lumayan, jadwal makannya selalu ku rutinkan di jam2nya. Apakah aku bisa membuatnya buka mulut setiap saat? TIDAK! selama berbulan2 aku terus berjuang dengan masalah GTM dan mengejar Berat Badan, sampai bolak balik ke DSA, hingga aku yang depresi. Hingga akhirnya aku berusaha ikhlas menerima, bahwa anakku akan makan semau dan sesuka dia saja, aku tidak bisa memaksa dan berharap dia makan 3 kali sehari + snack, dan makan real food, harus yang sehat, pada praktiknya, aku hanya bisa mengikuti moodnya dan memberikan apa yang dia mau, tidak lagi berfikir apa yang harus dia makan. Aku yang tadinya anti Sufor, sekarang harus ikhlas, memberikan di susu UHT agar gizinya tetap terpenuhi, dan ikhlas melihat berat badannya hanya bertambah 1 ons setiap bulannya. Dari lahir tidak pernah kubiarkan dia tidur lebih dari jam 10 malam. Apakah tidurnya sudah disiplin dann terjadwal seperti seharusnya?? TIDAK! setelah kusapih, aku jadi kesulitan menidurkannya, dia tidur dan bangun sesuka dia, dulu aku bisa mengatur tidurnya, karena dia akan tidur jika diberi nenen, sekarang menepuk2 punggungnya, gak akan berefek signifikan, dia tetap akan tidur dan bangun semaunya. Pagi hari jika kubangunkan terlalu pagi, moodnya akan jadi jelek, dan akan jadi cengeng, sudah bangun kesiangan, dia akan tidur siang jadi kesorean, jika tidur siang kesorean, dia akan bangun di malam hari, dan begadang sampai larut lagi, begitu seterusnya. Apakah aku membiarkannya begitu saja?? tidak! aku selalu berusaha keras mengatur pola tidurnya, kuusahakan agar dia bisa tidur siang, di jam siang seharusnya, tapi tetap saja, malamya dia akan tetap begadang. Jikapun bisa dia tidur lebih awal di malam hari, jika itu di bawah jm 9, bisa dipastikan dia akan bangun lagi, di tengah malam dan begadang lagi. Begitu terus, hingga pernah kupaksakan dia tidur lebih awal berakhir dengan kekerasan, karena dia benar2 tidak mau menyerah untuk tidur. Yaa... itu baru perkara makan dan tidur, belum kuceritakan hal lain seperti memilih baju, mandi dan lain2. Intinya, jangan selalu menyalahkan orang tua, apalagi ibu, atas setiap tindakan dan kebiasaan anak yang tidak seharusnya, sering kali sebelum kita mengkritik prilaku anaknya, dia pasti lebih dulu menasehati dan berusaha memperbaikinya, tak perlu disalahkan, dia pasti orang yang lebih dulu menyalahkan dirinya sendiri, bahkan mungkin bisa lebih parah.