Putri Nanda profile icon
PlatinumPlatinum

Putri Nanda, Indonesia

Anggota VIP

About Putri Nanda

a lucky wife and a happy mommy || IG : @nandaputs22 || FB : Putri Nanda Sari

My Orders
Posts(13)
Replies(1509)
Articles(0)

Relaktasi dan mengASIhi : bagian III (Insisi & kesudahannya)

Sebelum dilakukan insisi, dokter pun menjelaskan beberapa prosedur yang harus dilakukan setelah insisi, salah satunya senam lidah dan mulut. Dokter juga menjelaskan bahwa hanya ASI lah "obat" untuk luka setelah insisi tersebut. Insisi juga bisa mengalami infeksi jika kita tidak steril saat melakukan senam lidah dan mulut. Astaga, rasanya saya ingin membatalkan insisinya. Tapi, saya hanya ditemani adik ipar saya yang artinya saya lah pemegang keputusan. Saya bingung harus bagaimana dan akhirnya tetap dilakukan insisi. Saya sendiri tidak mampu menceritakan bagaimana proses insisinya. Buat saya itu hal yang paling mencekam dalam hidup saya sebagai seorang ibu. Apalagi saat-saat saya melakukan senam lidah dan mulut dimana ada satu gerakan dimana saya harus mencolek (tapi dengan tekanan) bagian lidah yang diinsisi agar tidak kembali bersatu setelah diinsisi. Dan hal itu dilakukan selama 3 minggu, 5 kali sehari dan 5 kali setiap gerakan. Frustrated! Setelah beberapa minggu saya merasa bayi saya tidak ada perubahan. Malah dia jadi tidak mau menyusu, padahal ASI adalah obat luka insisinya. Mungkin karena dia ngerasa sakit juga. Saya mulai merasa apakah keputusan insisi adalah salah. Lalu, saya pun mengirim pesan kepada dokter laktasi saya mengenai keadaan bayi saya setelah insisi. Dokter bilang coba untuk lakukan skin to skin. Dan saya juga berinisiatif untuk mengajak bayi saya keliling halaman setiap habis melakukan senam lidah dan mulut untuk menenangkannya. Dan lumayan berhasil mengembalikan mood-nya untuk menyusu. Akhirnya, masa senam lidah dan mulut pun selesai. Lega sekali rasanya. Bayi saya sudah lancar menyusuinya. Pelekatannya juga jauh lebih baik. Melekat sempurna sampai urat saya terasa ditarik saat LDR (Let Down Reflex). Dan saat kami periksa kembali ke dokter laktasi untuk melihat apakah lukanya sudah sembuh betul, kami pun mendapat kejutan. Berat badan bayi saya naik 3 kali lipat. Alhamdulillah. Saya pun sudah berhenti minum ASI booster dan beralih ke booster alami, yaitu makan makanan bergizi. Makan makanan yang bergizi itu meningkatkan kualitas ASI. Tidak harus daun tertentu, sayur apa saja juga bisa. Untuk kuantitas nya sendiri akan menyesuaikan dengan kebutuhan bayi karena sifatnya yang "on demand". Selama berat bayi naik setiap bulannya maka itu artinya ASI ibu cukup. Ibu hanya perlu yakin karna yakin juga bagian dari stimulus ke otak untuk produksi ASI. Seperti yang saya sampaikan di awal bahwa menyusui tidaklah mudah. Selama masih bisa diperjuangkan maka perjuangkanlah sebagai persembahan terindah untuk bayi kita tercinta. Untuk bunda yang mungkin punya keadaan tertentu dimana bunda tidak diperbolehkan menyusui, atau mungkin bayi bunda yang punya keadaan tertentu seperti intoleransi laktosa dan sebagainya, tidak mengapa bunda. Bunda tetaplah bunda yang terhebat bagi buah hati bunda. Karena cinta ada banyak bentuknya ❤️ #PentingnyaMengASIhiTAP

Read more
Relaktasi dan mengASIhi : bagian III (Insisi & kesudahannya)
undefined profile icon
Write a reply

Relaktasi dan mengASIhi : Bagian II (tongue tie, lip tie & dramanya)

Di depan pintu praktek itu, kami disambut oleh seorang wanita muda berhijab. Ternyata dokter itu terlihat lebih muda dari yang di foto, hehehe. Pertama, berat bayi saya ditimbang. Melihat grafik pertumbuhannya, Berat badan bayi saya kurang maksimal. Lalu kami pun mulai berkonsultasi dimulai dengan keluhan apa saja yang saya rasakan selama menyusui dan dokter pun meminta saya untuk mempraktekkan bagaimana cara saya menyusui. Dan saya pun melakukannya. Sontak bayi saya langsung menangis ketika dilekatkan ke payudara saya dan menarik kepalanya menjauh dari payudara saya. Dokter pun menjelaskan bahwa ya memang bayi saya bingung puting. Lalu bagaimana dengan ASI saya yang semakin berkurang padahal sudah minum segala ASI booster? Dokter bilang bahwa isapan bayi lah yang melepas hormon oksitosin dan mengirim sinyal ke otak untuk memproduksi ASI (sebenernya kalimatnya lebih panjang bun, tapi saya lupa, tapi intinya seperti itu). Saya juga pernah lihat di YouTube bahwa ada booster yang meningkatkan hormon oksitosin. Akan tetapi, isapan bayi adalah kuncinya. Karena anak saya tidak menyusui langsung, tidak menghisap, maka itulah yang jadi penyebab ASI saya terus berkurang meskipun sudah di-boost. Jadi cuma itu masalahnya? Sayangnya nggak, bun. Hiks. Dokter memeriksa bagian mulut bayi saya, isapannya kuat hanya saja anak saya didiagnosis tongue tie dan lip tie. Saya sudah pernah mendengar apa itu tongue tie (bunda juga bisa googling untuk penjelasan detailnya) dan sama sekali tidak berpikir kalau itu akan terjadi pada bayi saya. Setiap bayi memang terlahir dengan tongue tie, hanya saya ada yang mengganggu proses menyusui dan ada yang tidak. Setelah itu dokter meminta saya untuk mengevaluasi dulu apakah tongue tie-nya mengganggu atau tidak. Selama evaluasi, saya tidak diperkenankan untuk menggunakan dot. Harus menggunakan media lain seperti, sendok, cup feeder atau alat yang disebut Supplementary nursing system (SNS) yang bahkan harga preloved nya saja sangat mahal. Tapi kita sudah sepakat untuk melakukan Relaktasi. Jadi, saya harus lakukan apa yang diistruksikan oleh dokter. Drama pun dimulai. Bayi saya menangis sejadi-jadinya saat saya coba susui menggunakan SNS. SNS sendiri bisa dibilang seperti tipuan menyusui. Dibagian payudara di dekat puting akan ditempelkan selang yang tersambung dengan wadah susu. Jadi ketika bayi menghisap payudara maka dia akan menghisap selang dan puting secara bersamaan. Sehingga payudara terstimulasi dan bayi tetap mendapat nutrisi dari susu formula. Untuk bayi saya yang bingung puting, menghisap tentu adalah hal yang sangat mengganggu. Selama beberapa hari dicoba tidak ada kemajuan. Bayi saya tetap saja nangis sejadi-jadinya saat belajar menyusu langsung. Sampai akhirnya saya pun "cheating" menggunakan dot karena saya takut anak saya malah tidak dapat nutrisi. Saya pun kembali memikirkan kalau hal ini akan sia-sia jika saya abai terhadap instruksi dokter. Dan saya pun memilih media lain. Cup feeder dan sendok, selain tidak efektif, malah jadi mubazir karna susunya tumpah-tumpah. Ditambah lagi kadang anak saya tersedak. Duh, merinding bun. Hampir sebulan, tapi tidak ada perkembangan. Saya pasrah dan mau menyerah. Saya mengikhlaskan kalau anak saya minum susu formula, dengan dot. Saya berkata dalam hati bahwa ini adalah hari terakhir bayi saya belajar menyusui. Kalau tidak bisa, saya tidak akan lanjutkan, Relaktasi ini, tongue tie dan lip tie ini. Terserah. Lagi. And miracle happened. Bayi saya mau menghisap waktu dikasih payudara. Happy banget, bun. Dan dengan PeDe-nya langsung saya stop minum susu formula. Saya masih sangat percaya diri sampai akhirnya masalah baru muncul. Puting lecet dan Pup bayi saya warnanya hijau. Padahal kalau minumnya ASI harusnya feses bayi berwarna kuning. Saya cari informasi di internet, feses bayi ASI hijau karena terlalu banyak atau hanya minum foremilk. Padahal jika menyusui benar, bayi harusnya dapat foremilk dan hindmilk. Keduanya sangat penting untuk bayi. Puting juga tidak akan lecet karena mulut bayi menghisap bagian aerola, bukan puting. Apakah karena tongue tie nya? Kami pun kembali konsultasi dengan dokter laktasi. Sebenarnya sudah lewat jauh dari jadwal yang ditentukan dokter untuk kembali konsultasi. Saya pun menjelaskan apa kendalanya. Dan dokter pun menyarankan untuk dilakukan insisi. Berat sekali, bun. Disini terjadi pertentangan, bukan cuma dengan batin saya sendiri, tapi juga dengan keluarga. Bahkan suami saya sempat bersitegang dengan ibunya karena ibunya tidak setuju dilakukan insisi, tidak tega karena bayi kami masih terlalu kecil. Tapi, kami pun akhirnya setuju dengan saran dokter untuk melakukan insisi dengan mempertimbangkan hal yang lebih besar kedepannya. Bersambung... #PentingnyaMengASIhiTAP

Read more
Relaktasi dan mengASIhi : Bagian II (tongue tie, lip tie & dramanya)
undefined profile icon
Write a reply

Relaktasi dan mengASIhi : Bagian I (Intro)

Sebagian ibu bisa menyusui secara natural, sebagian lagi ada yang membutuhkan usaha. Keras, sangat keras. Sekedar berbagi pengalaman nih bun, buat bunda-bunda yang sedang hamil, ada baiknya berkonsultasi dengan dokter laktasi mengenai dunia menyusui. Saya dulu berpikir menyusui itu mudah, tinggal sodorkan ke bayi, selesai. Nyatanya tidaklah selalu begitu bunda. setelah melahirkan, ASI saya tidak langsung keluar. Perawat di RS tempat saya lahiran bilang kalo payudara saya masih "kosong". Tapi, dia juga bilang kalau saya tidak perlu khawatir, susui terus bayinya nanti payudara akan terstimulasi untuk memproduksi ASI. Lagi pula bayi bisa bertahan 3 hari tanpa minum ASI. Apakah masalah selesai? Tidak. Saya terus coba untuk menyusui bayi saya, tapi dia tidak merespon. Ketika disodorkan, bayi saya hanya diam dan sesekali menggeliat seperti memalingkan wajahnya. Saya terus coba lagi dan lagi tetap saja tidak berhasil. Apakah bayi saya tidak tau cara menyusu atau cara saya yang salah? Lalu saya pun meminta bantuan perawat untuk memperbaiki posisi pelekatan. Sudah benar. Tapi bayi saya tetap tidak mau. Kami pun membeli pompa ASI manual untuk menstimulasi payudara untuk memproduksi ASI. Tapi, tidak berhasil. Sampai akhirnya kami putuskan untuk memberi susu formula. Sesampainya di rumah, seperti biasa tentu kami disambut oleh keluarga dan tetangga. Bunda pasti sudah merasa tidak asing kalo ada yang masih memandang sebelah mata bayi dengan susu formula. Kondisi saya yang baru saja melahirkan tentu sangat tidak stabil untuk menerima itu semua. Memangnya siapa yang tidak ingin menyusui langsung. Selain tidak mengeluarkan biaya, kita semua tahu, bahwa ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. Bahkan di kotak susu formula pun tertera kalimat seperti itu. Ada juga yang memberi istilah "emas cair" sebagai sebutan ASI. Alhamdulillah, ASI keluar pada hari ke 4 setelah saya melakukan pijat laktasi dengan bantuan suami dan video tutorial-nya di YouTube, Hehehe. Tapi, masalah tidak selesai sampai disitu. Bayi saya masih belum bisa menyusu. Mulutnya selalu tertutup waktu saya kasih payudara saya. Berbeda kalau yang dikasih itu dot. Natural sekali terbuka mulutnya, hmm. Kami pun, saya dan suami, mencoba untuk mengakalinya dengan cara pumping. Dalam pikiran saya, terserah mau langsung atau pakai dot, yang penting bayi saya minum ASI. Suami saya pun membelikan pompa ASI electric supaya memudahkan saya untuk pumping. Dua, tiga, empat hari semua berjalan lancar. Produksi ASI semakin hari semakin bertambah. Sampai pada entah hari ke berapa produksinya semakin berkurang dan hanya dapat 5 ml saja. Anak saya pun jadi bingung puting karena selama ini menggunakan dot. Ternyata "terserah" bukan sesuatu yang baik dalam hal ini. Saya bingung dan sedih. Dan akhirnya kembali lagi ke susu formula. Masalah lagi? Tentu. Berhari- hari saya mendapat tekanan soal ASI. "ASI yang terbaik", "jangan kasih susu formula", "makan daun ini, makan daun itu", dan hal-hal yang tidak masuk akal lainnya. Sampai akhirnya saya pun terkena BABY BLUES. Saya sering menangis tanpa sebab, saya juga sering marah ke bayi saya kenapa sih nggak bisa nyusu, apa sih susahnya. Sampai-sampai saya mengharapkan dia "tiada" saja. Astagfirullah. Na'udzubillah min zalik. Sangat bersyukur disandingkan dengan suami yang sangat suportif. Satu-satunya support system saya, dia memberi pilihan, tidak mengapa kalau bayi kami harus minum susu formula, soal biaya dia sangat yakin pasti akan ada jalannya rezeki itu sampai ke bayi kami (memang salah satu fokus saya waktu itu juga salah satunya soal biaya, bun). Tapi, kalau masih ingin berusaha menyusui, dia pun bersedia meluangkan waktu untuk membawa saya konsultasi dengan dokter laktasi yang direkomendasikan oleh temannya yang seorang bidan. Lalu, saya berpikir, 2 tahun bukan waktu yang sebentar. Ini masih lah sangat awal untuk menyerah. Bukankah saya ingin memberikan yang terbaik buat bayi saya. ASI booster dengan berbagai macam jenis, merek dan rupa warna beserta testimoninya tidak berhasil, Bismillah, semoga yang ini berhasil. Dan saya pun memilih opsi yang kedua. Bersambung... #PentingnyaMengASIhiTAP

Read more
Relaktasi dan mengASIhi : Bagian I (Intro)
undefined profile icon
Write a reply

Kalau sudah besar nanti aku pengen jadi ....?

Penyanyi, hehehe. Waktu kecil dulu, selain hobi, menyanyi adalah sebuah cita-cita. Di saat orang lain tersenyum menanggapi dan menganggapnya khayalan anak kecil, tapi aku benar-benar memimpikan diriku menjadi seorang penyanyi jika sudah besar nanti. Mimpi itu pun tidak hanya melayang-layang di pikiran saja. Aku selalu mengikuti setiap kegiatan yang berhubungan dengan menyanyi, mulai dari lomba, menjadi anggota paduan suara, dan sekedar pengisi hiburan saat acara di sekolah Madrasah. Aku selalu hafal lagu-lagu terbaru yang hits pada jamanku kecil dulu. Dan aku termasuk anak yang sangat mudah menghafal lagu. Pernah dulu waktu di rumah nenek, nenek dan kakek marah ke aku karena seharian aku nyanyi terus sampe-sampe tetangga pada komplain 🤣 Ya suaranya emang bagus, tapi kalo dengar terus-terusan mereka ngerasa terganggu juga karena mau istirahat malah harus dengar suara yang nggak habis-habis 😅 Tapi cita-cita itu nggak berlaku lagi waktu aku udah masuk SMA. Aku masih aktif ikut kegiatan paduan suara, tapi aku memikirkan hal lain yang akan aku kerjakan di masa depan. Aku ingin bekerja di bagian keuangan atau pembukuan. Jadi waktu SMA aku pilih jurusan IPS karena di jurusan itu ada mata pelajaran Akutansi dan Ekonomi. Aku sangat bersemangat di dua mata pelajaran itu. Tapi karena sebuah keadaan rencana itu pun kandas. Akhirnya aku memilih jurusan Pendidikan Bahasa Inggris saat kuliah. Berharap jadi guru. Setelah lulus pun harapan itu tidak terjadi 🤣 aku bekerja sebagai Admin di sebuah divisi yang ada di RS. Lima tahun saja sampai akhirnya memutuskan untuk resign supaya bisa fokus mengurus anak. Dengan dukungan suami, cita-cita konkrit sekarang adalah membantu dan memantau perkembangan anak agar tumbuh menjadi anak yang bahagia. ❤️ #Cita-citaTAP

Read more
Kalau sudah besar nanti aku pengen jadi ....?
undefined profile icon
Write a reply

Karena pertemuan, bagian dari kuasa tuhan

"Yah, nanti kalau wabah ini udah nggak ada lagi kita bawa Zayyan ke toko buku G ya". Iya, Bun. Toko buku, tempat favorit saya dan suami pas masih sama-sama single sampe sekarang. Siapa sangka ketemu "love of my life" ternyata di tempat favorit. Unforgettable banget ya, Bun. Karena pertemuan bagian dari kuasa Tuhan, mau menghindar juga nggak bakalan bisa. Pertemuan kami sama sekali nggak direncanain, Bun. Awalnya temenku ngajak ke toko buku abis pulang kondangan karena dia udah buat janji sama temennya mau temenin beli buku. Tapi, aku bilang aku nggak ikut deh. Soalnya, dompet lagi kering, hahaha. Gemes Bun ke toko buku nggak beli buku. Bisa kepikiran terus sampe rumah apalagi kalau abis nemu buku bagus, hehehe. Temenku bilang dia juga nggak beli, jadi ikut aja sekalian refreshing mata 😅 Oke deh. Kita berangkaaattt... Sampe disana ketemu sama temennya temenku yang udah janjian tadi. Abis itu langsung aja kita keliling liat-liat buku. Kita sempet misah rak soalnya genre buku yang kita suka juga beda. Nah, nggak lama setelah itu temennya temenku nyamperin kami dan bilang kalau temennya mau ikut gabung. Daannnn doi adalah dia yang sekarang jadi ayahnya Zayyan, suami saya 😊 Believe or not, pas pertama denger namanya aja aku tuh udah langsung terdiam dan punya feeling bakalan deket, Bun. Walaupun pas ketemu nggak langsung ngobrol bahkan nggak kenalan tapi gabung ke temen masing-masing, aku sama temenku, doi sama temennya. Tapi pas pulang, sepertinya semesta mulai menunjukkan restunya, hahaha. Gerimis, di atas motor kita ngobrol banyak. Karena waktu itu lagi hits novel "Dilan" mau diadaptasi jadi film, kita jadinya bahas itu deh. Mulai dari pemain, jalan cerita, dll. Pas di lampu merah, kita berhenti. Doi nawarin jaketnya 🤣 kalau dulu rasanya romantis ya, Bun. Setelah punya anak pas diingat-ingat lagi malah jadi lucu, hahaha. Aku berpikir itu bakalan jadi pertemuan pertama dan terakhir. Tapi siapa sangka besoknya doi nge-DM😅 Daannn .. other stories began .. Banyak kisah dan kejadian sampe akhirnya kita menikah. And he's the best guy (besides those im my family) I've ever met and the best husband and Ayah as well ❤️ #MyLoveStoryTAP

Read more
Karena pertemuan, bagian dari kuasa tuhan
undefined profile icon
Write a reply

semangkuk Bubur penuh Cinta dari Ibu Mertua

Menjadi ibu adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidup sekaligus yang paling menantang. Tak bisa dipungkiri kalau kita perlu yang support system untuk menjadi ibu yang bahagia. Bersyukur sekali selain dikaruniai anak laki-laki yang lucu, juga dipertemukan dengan Ibu Mertua yang super duper care apalagi pada saat setelah melahirkan dimana kita sangat membutuhkan dukungan untuk mengembalikan energi yang terkuras saat lahiran. Pagi itu, Ibu Mertua masuk ke kamar tanpa saya ketahui karena saya dan si debay sedang tidur setelah malamnya puas begadang. Saat terbangun, saya melihat ada semangkuk bubur di atas meja di sebelah tempat tidur saya. Seperti orang-orang pada umumnya, sesaat setelah bangun nggak afdhol kalau nggak ngecek HP dan saya mendapat sebuah pesan dari Ibu Mertua saya yang bilang kalau tadi beliau masuk untuk menaruh bubur. Beliau bilang di pesan kalau beliau nggak tega buat bangunin saya untuk sarapan karena kami berdua, saya dan si debay, tidurnya nyenyak banget. Duh, serta merta lelah saya sisa begadang hilang. Ditambah setelah mencicipi bubur buatan Ibu Mertua saya. Perpaduan bubur dengan jagung ditambah suwiran ayam dan sedikit rasa kencur yang menjadi khas bubur tersebut. Rasanya tenaga saya kembali. Beliau bilang kalau dulu Ibu beliau juga buatin bubur yang sama pada saat beliau dulu melahirkan anak pertamanya (suami saya?). Benar kata orang, rezeki nggak melulu soal uang. Tapi, dikelilingi orang-orang yang baik juga merupakan rezeki yang harus disyukuri. Termasuk punya Ibu Mertua yang super baik yang menerima kita sebagai anaknya bukan sebagai menantunya. ❤️ #CeritaIbuTAP

Read more
undefined profile icon
Write a reply