Blue Rose profile icon
PlatinumPlatinum

Blue Rose, Indonesia

Kontributor

About Blue Rose

Pembelajar di universitas kehidupan

My Orders
Posts(29)
Replies(2009)
Articles(0)

Pendidikan Seksual : Psikologi "Malam Pertama

Disclaimer : aku KUTIP SELURUHNYA dari tulisan Bu Fitri Ariyanti (Dosen Psikologi UNPAD) Dekade terakhir, kesadaran akan perlunya ilmu untuk menikah, membuat sekolah2 pranikah menjamur. Menurut penelitian mhswa saya, selain banyak, ilmu2 yg diajarkan juga dr beragam perspektif : agama, kesehatan, finansial, & tentu psikologi. Namun yg "mengajarkan" aspek seksual, masih minim. . Dari beragam kasus pernikahan dgn isu masalah seksual, saya menyarankan "psikologi malam pertama" harus diajarkan. Mengapa? karena banyak persoalan muncul dari malam pertama. Apa urusannya psikologi? kan itu mah relasi fisik. Faktanya, persoalan fisik termasuk hubungan seksual, terkait erat dgn persoalan psikologis. . Menurut saya materi yg penting; 1. Mengenal orientasi seksual, menghayati orientasi seksual diri. Kayak naif ya? Tapi faktanya nyata. Apalagi di kultur kita, masih ada anggapan kalau punya orientasi seksual yg "gak normal", nikahin aja, biar "normal". Jangan sampai kayak gitu ya, kalau sampai itu terjadi, sangat dzalim sama pasangannya. Ingat, seseorang bisa ditakdirkan memiliki masalah orientasi seksual, namun ia bisa memilih untuk tak melakukan dosa/mendzalimi org lain. . 2. Menghayati hakikat hubungan seksual. Bahwa ada aspek intimacy di dalamnya, terutama buat wanita. Begitu aspek intimacy ini tidak terhayati, maka umumnya wanita merasa bahwa ia menjadi objek semata. Penghayatan ini, sangat melukai. Terutama buat laki2 yg sudah terbiasa melihat film porno, film porno itu gak nyata. Aktivitasnya tak mengandung ekspresi sayang, peduli, melindungi atau empati. Jangan dipraktekkan membabi buta pada istri, apalagi di malam pertama. . 3. Relasi seksual itu, representasi relasi non seksual. Ada proses, pembelajaran, saling memahami, bekerjasama. Sangat jarang suami istri membicarakan hal2 seksual, karena kita terbiasa dgn doktrin seksual itu "porno, kotor". Kita gak terbiasa menganalisa konteks pembicaraan. Pengamatan saya, pola selama ini adlh menyalahkan pasangan atau diri, bukan membicarakan. . 4. Bahwa kenikmatan seksual itu, milik suami DAN istri. Allah menciptakan organ2 seksual pada wanita, tentu sebagai isyarat bahwa aktifitas seksual itu bukan bertujuan untuk "memenuhi kebutuhan suami" semata, tapi untuk memenuhi kebutuhan bersama. . #akukamukitafa Sumber : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10225972308515139&id=1257962600

Read more
Pendidikan Seksual : Psikologi "Malam Pertama
 profile icon
Write a reply

Penghayatan peran ISTRI VS IBU

Disclaimer : aku KUTIP SELURUHNYA dari tulisan Bu Fitri Ariyanti (Dosen Psikologi UNPAD) . Perceraian selebriti yg sangat saya ingat, adlh perceraian Koes Hendratmo di tahun 2006, di usia pernikahannya yg ke-34. Beliau adlh pembawa acara "Berpacu dlm Melodi", acara yg waktu saya kecil, rutin kami tonton sekeluarga. Yg mengagetkan saya adlh, bercerai di usia pernikahan ke 34! buat saya yg waktu itu masih "culun" baru 2 thn jadi psikolog & baru menginjak usia pernikahan ke-4, hal ini sangat "tidak masuk akal". . Barulah setelah mendalami psikologi keluarga, saya bisa memahami fenomena itu. Bahwa perjalanan pernikahan itu tidak otomatis. Tidak linear : semakin lama menikah semakin harmonis. Sakinah mawaddah warohmah itu harus diraih dgn awareness & "kerja keras" bersama. Perjalanan pernikahan itu akan menghadapi beragam perubahan, yg menuntut kesungguhan u/ beradaptasi. Relasi pasangan dlm pernikahan adlh salah satu relasi interpersonal yg paling complicated menurut saya. Makanya, sangat butuh kematangan, kerendahan hati & kebijaksanaan agar membahagiakan & menumbuhkan. . Salah satu kompleksitas peran pasangan dlm pernikahan adlh, menjadi suami-istri vs menjadi ayah-ibu. Dulu saya berpikir dua peran ini "blended". Tapi ternyata tidak. Banyak kasus2 yg menunjukkan seseorang menjadi suami yg baik, tapi jadi ayah yg buruk; atau jadi istri yg buruk tapi jadi ibu yg baik. Atau sebaliknya. . Sekarang, buat saya sudah "tidak aneh" lagi perceraian yg terjadi di usia pernikahan di atas 30 tahun. Salah satu penyebabnya : pasangan sesungguhnya sudah lama menghadapi "disfungsi" dlm relasi sebagai suami istri. Namun yg membuat mereka (atau salah satu dari mereka, biasanya perempuan) bertahan, adlh menuntaskan tugas sebagai ibu. Menikahkan anak terakhir, biasanya jadi patokannya. . Hal ini terutama banyak terjadi pada istri yg merasa terdzalimi lama oleh pihak suami. Seringkali pihak suami "terkaget2" mendengar keputusan istri. Tapi ya gimana... perempuan, di titik2 tertentu, punya kekuatan tekad yg jauh lebih kuat dibanding laki2. Bukan rahasia umum jika wanita lebih tahan hidup sendiri dibanding laki2, termasuk saat usianya telah renta. . Maka, hati2 buat suami2 yg selama ini semena2 terhadap istri. Fenomena ini juga harus jadi bahan renungan buat kita. Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10225965010372690&id=1257962600

Read more
Penghayatan peran ISTRI VS IBU
 profile icon
Write a reply

FASE EGOSENTRIS (0-7 tahun) #1. Mengajarkan KONSEP KEPEMILIKAN pada Anak

Alhamdulillah Dede Izzah sekarang berusia 18 bulan jadi sedang dalam fase egosentris. Dan salah satu fokus ku terkait fase Egosentris ini adalah mengajarkan konsep kepemilikan pada Dek Izzah. Udah sejak lama pengen share ke temen-temen TAP tapi aku susah buat jelasin. Hehehe Qodarullah semalam Abah Ihsan nulis tentang ini jadi aku KUTIP SELURUHNYA disini ya biar kita makin memahaminya. Di akhir tulisan aku sertakan link sumber tulisan. Yuk disimak dan dipahami, semoga bermanfaat. ==================== This is very important Mom & Dad! Swear! Mengajarkan konsep kepemilikan pada anak dari kecil sangat bemanfaat untuk buah hati Anda belajar menghargai. Jika dibiasakan, hasilnya,  kepada saudaranya saja ia tidak akan berani menggunakan barang saudaranya tanpa izin. Apa lagi barang orang lain bukan? It’s different! Mengajarkan konsep kepemilikan tidak berarti mengajarkan anak pelit dan tidak berbagi. Ini sangat beda jauh. Mengajarkan konsep kepemilikan juga tidak mengajarkan anak untuk egois dan jadi terus berantem. It’s totally different. Mari kita mulai dengan salah satu cerita berikut ini: “Abah, anak sulung saya 5 tahun kurang, adiknya 16 bulan. Si sulung kalo liat APAPUN yangg dipegang adiknya (makanan, buku, mainan, pokonya APAPUN) pasti direbut dengan kasar sambil bilang "punya aku!!" Ya si adik menangislah dengan hebohnya karena lagi asik di pegang tau-tau dijabel. Kami ayah dan bundanya selalu menerapkan apapun yang ada di rumah kita adalah milik bersama jadi boleh dipakai oleh siapapun, boleh berbagi, bergantian. Tapi ya gitu deh, kejadiannya selalu terulang lagi dan lagi. Jadinya saya kelepasan agak marah sama Si kakak gara-gara ini. Harus gimana yaa sikap saya-nya ke Si kakak maupun adik?” Sungguh dalam konteks ini, menganggap semua barang yang juga sudah dikasi ke satu orang anak MENJADI MILIKI BERSAMA adalah tidak FAIR! Mari kita rubah dengan mengajarkan KONSEP KEPEMILIKAN pribadi dan ini sangat jauh berbeda dengan KONSEP MILIK BERSAMA.  Tentu saja tanpa menghilangkan masih ada barang-barang di rumah yang menjadi milik ‘public’ sehingga semua orang termasuk anak kita juga boleh menggunakannya. Dengan diajarkan konsep kepemilikan anak-anak belajar untuk menghargai privasi orang lain. kecuali, benar-benar barang itu memang milik umum yang tidak ditujukan untuk satu orang anak (televisi, kursi, dll) Saat seorang ayah memberikan satu mainan sama si kakak, maka totally barang itu sekarang milik Kakak bukan milik ayah lagi. Demikian juga saat ibu memberikan satu barang sudah dikasi ke adik, maka barang itu sekarang miliki adik, bukan milik ibu lagi. Maka, setelah itu akan berlaku bahwa semua orang TIDAK BOLEH menggunakan barang orang lain tanpa izin. Termasuk barang saudaranya. Seorang kakak boleh menggunakan mainan, pinsil, atau apapun punya adik, jika dan hanya jika meminta izin pada adik dan adik mengizinkan.  Bahkan, saat saya MEMINJAM PINSIL ANAK SAYA, maka saya akan minta izin pada anak saya. Karena ketika saya memberikan pinsip anak saya, maka saya sudah meng-akadkan barang itu miliki anak saya. Bisa saja bagi saya tanpa sepengetahuan anak saya untuk menggunakan pinsip itu tanpa izin anak saya. Lah wong uangnya dari saya. Tapi saya tidak memilih jalan itu. Saya ingin memuliakan anak saya. Saya ingin menghargai anak saya. Bahwa ia punya privasinya sendiri. Pada kenyataannya, jika terjalin ikatan emosional positif orangtua anak, maka sampai saat ini rasanya sangat jarang anak-anak saya, insya Allah, untuk tidak mengizinkan saya menolak ‘peminjaman’ itu. Ini baru contoh sepele. Tapi prinsipnya harus kita pegang: Seorang ayah atau seorang bunda yang telah memberikan mainan untuk si kakak, ketahuilah barang itu hanya menjadi miliki si kakak. karena itu orangtua tidak berhak mengatakan "BARANG ITU KAN DARI MAMA JUGA YANG BELIKAN, JADI BARANG ITU PUNYA MAMA JUGA!" Saat orangtua memberikan barang sama si kakak, maka ia telah berakad memberikan barang punya kakak, maka sejak saat itulah barang itu milik si kakak, bukan milik orangtua lagi.  Ini berlaku juga untuk si Adik jika adik hendak menggunakan barang kakak, maka hanya boleh jika minta izin dan diizinkan oleh si kakak.  Untuk menerapkannya tentu butuh ketegasan dan konistensi dari orangtua. Pada praktiknya orangtua akan diuji oleh: kemarahan, tangisan, rengekan, rayuan, bujukan dari seorang anak.  Ketegasan kita akan menentukan berhasilnya konsep ini atau tidak pada anak kita.  Apa gunanya mengajarkan konsep kepemilikan di rumah kita untuk masa depan anak? Perhatikan, jika kita bisa mengaplikasinnya di rumah, dampaknya insya Allah akan luar biasa bagi anak kita.  Lah dengan saudara sendiri saja ia tidak berani menggunakan barang saudaranya tanpa izin, apalagi kepada orang lain bukan? Ia takkan seenaknya menggunakan, memanfaatkan barang orang lain tanpa hak! Insya Allah ini menjadi habbit yang berharga untuk masa depan anak di tengah hari orang begitu seenaknya untuk menjarah barang dari toko orang lain saat kerusuhan, menjarah 'pulsa' telepon kantor untuk kepentingan pribadi, menjarah uang perusahaan dengan memark-up biaya proyek atau biaya perjalanan dinas dan lain sebagainya.  DELETE kamus kuno seorang kakak harus mengalah sama adik! Kebenaran harus ditentukan oleh kebenaran itu sendiri, bukan oleh usia. Bahwa seorang adik akan menangis karena si kakak tidak mengizinkan, itu sih biasa. Insya allah jika kita konsisten, nangisnya tidak berlangsung lama. Dan hanya menjadi bentuk kekecewaan sementara dari anak. Jika kita konsisten, anak akan tahu bahwa menangisnya tidak akan pernah menjadi pembenaran untuk mengambil barang yang bukan miliknya tanpa izin.  Jika barang itu memang tidak diakadkan dari awal milik satu orang anak, berarti memang barang ini MILIKI BERSAMA seperti televisi, komputer yang hanya satu, sofa, meja makan dll. Maka solusi untuk soal ini adalah buat SOP bersama. Misalnya "siapa yang duluan menggunakan maka ia berhak lebih dahulu menggunakan", maka yang belakangan tidak berhak untuk menyerobot. Atau SOP lain adalah bergantian.  Tentang ini saya telah membahasnya secara detail dalam tulisan saya yang lain “BERANTEM ITU BAIK” (silahkan baca tulisan saya tentang mengelola berantem anak di sini: http://www.facebook.com/notes/yuk-jadi-orangtua-shalih/berantem-itu-baik/433233745699) Turunan dari SOP dan aturan tadi adalah seorang anak berhak dan boleh membela diri jika barangnya diambil tanpa izinya. Saat mainan adik diambil kakak, maka adik berhak untuk mengambilnya kembali jika tanpa izin adik dan juga sebaliknya. Orangtua boleh ikut intervensi jika ada kekuatan tidak seimbang (si kakak memiliki tenaga lebih kuat sehingga dapat mengintimidasi si adik untuk memaksanya memberikan).  Orangtua di sini boleh bertindak sebagai ‘penguasa’ yang memang mengatur jalannya ‘pemerintahan’ sehingga tidak ada ‘rakyatnya’ yang dirugikan oleh orang lain hanya karena tidak berdaya. Mempertahankan hak adalah kewajiban. Karena itu juga saat seseorang didzalimi ia boleh membela diri atau bahkan untuk melawan! dan bukan malah sebaliknya: MENGAJARKAN MENGALAH! Bahwa damai adalah baik itu sudah tidak usah diragukan, tapi damai tidaklah sama dengan kita diam dan mengalah saat orang lain merampas dan bertindak sewenang-wenang terhadap kita. Damai berarti kita mencari cara-cara sehingga semua pihak tidak ada yang dirugikan dengan cara-cara yang tidak destruktif.  Apakah menerapkan konsep kepemilikan sama dengan mengajarkan anak pelit? Wah ini sangat berbeda dan memang beda judul. Perbedaan ini seperti antara timur dan barat.  Mengajarkan konsep kepemilikan tidak berarti mengajarkan anak pelit. Mengajarkan anak untuk berbagi (kebalikan pelit) tentu adalah kewajiban kita orangtua. Tetapi mengajarkan berbagi tidaklah sama dengan mengajarkan anak untuk diam saat haknya diambil oleh orang lain.  Anak harus difahamkan dulu tentang kepemilikan. Saat anak sudah faham tentang ini, barulah di waktu lain anak diajarkan berbagi. Maksudnya begini: misalnya saat seorang adik ngambil mainan punya kakak, seorang kakak berhak untuk tidak mengizinkan atau memberi pinjam mainan tersebut. Tanpa paksaan siapapun. Tetapi di waktu lain, di waktu yang lebih tenang, kita ajarkan bahwa berbuat baik, memberi, termasuk memberikan pinjaman adalah kebaikan.  "Begini nak, kamu boleh makan kue kamu sendiri jika kamu suka, tapi jika kamu membagi kue kamu untuk saudara kamu dan saudara kamu senang, maka itu jauh lebih baik dan akan dinilai kebaikan oleh Allah".  www.abaihsan.id Sumber : https://www.abaihsan.id/article-detail?name=34

Read more
FASE EGOSENTRIS (0-7 tahun) #1. Mengajarkan KONSEP KEPEMILIKAN pada Anak
 profile icon
Write a reply

Tentang FASE EGOSENTRIS (0-7 tahun)

Tulisan ini AKU KUTIP SELURUH NYA dari postingan Bunda Umi Salihah. ======= KEINGINAN ANAK DI FASE EGOSENTRIS Di masa egosentris; masa keakuan (0-7 tahun) , apakah menjaga ego anak supaya tidak tercederai berarti orangtua harus menuruti semua keinginan anak? Masa egosentris adalah masa dimana anak merasa dirinya adalah pusat alam semesta, segala sesuatu harus tunduk pada kemauannya. Namun terkadang ada keinginan anak yang dipandang kurang sopan, membahayakan atau berdampak buruk pada dirinya. Kita sebagai orang dewasa ketika menghadapi anak pada fase ini harus bisa 'menang cantik' terhadap anak; artinya bukan kita meluluskan semua keinginan anak, tapi kita menghindari konfrontasi atau pertarungan ego secara langsung atau frontal dengan cara-cara pemaksaan atau penggunaan otoritas sebagai orangtua secara sepihak, yang rentan melukai ego anak. Penting untuk tidak menasehati anak secara langsung-,on the spot, melainkan melalui diskusi, menginspirasi dengan kisah2 teladan, di lain waktu yang lebih kondusif dengan cara yang sesuai dengan tipe atau karakter anak, agar nilai-nilai yang kita sampaikan bisa diterima anak tanpa melukai ego-nya. Anak yang tidak tuntas ego-nya berpeluang menjadi orang dewasa yang kekanakan. Anak yang tuntas ego-nya menjadi anak yang mantap, percaya diri dan tidak mudah terpengaruh oleh faktor-faktor di luar dirinya, dan kabar baiknya insyaaAllah tidak mudah dibully😊 #learningbysharing #sinauterus Sumber tulisan : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=831341507041247&id=100004962158182 ========= Keinginan Anak di Fase Egosentris Di masa egosentris; masa keakuan (0-7 tahun) , apakah menjaga ego anak supaya tidak tercederai berarti orangtua harus menuruti semua keinginan anak? Masa egosentris adalah masa dimana anak merasa dirinya adalah pusat alam semesta, segala sesuatu harus tunduk pada kemauannya. Namun terkadang ada keinginan anak yang dipandang kurang sopan, membahayakan atau berdampak buruk pada dirinya. Kita sebagai orang dewasa ketika menghadapi anak pada fase ini harus bisa 'menang cantik' terhadap anak; artinya bukan kita meluluskan semua keinginan anak, tapi kita menghindari konfrontasi atau pertarungan ego secara langsung atau frontal dengan cara-cara pemaksaan atau penggunaan otoritas sebagai orangtua secara sepihak, yang rentan melukai ego anak. Penting untuk tidak menasehati anak secara langsung-,on the spot, melainkan melalui diskusi, menginspirasi dengan kisah2 teladan, di lain waktu yang lebih kondusif dengan cara yang sesuai dengan tipe atau karakter anak, agar nilai-nilai yang kita sampaikan bisa diterima anak tanpa melukai ego-nya. Anak yang tidak tuntas ego-nya berpeluang menjadi orang dewasa yang kekanakan. Anak yang tuntas ego-nya menjadi anak yang mantap, percaya diri dan tidak mudah terpengaruh oleh faktor-faktor di luar dirinya, dan kabar baiknya insyaaAllah tidak mudah dibully😊 #learningbysharing #sinauterus

Read more
Tentang FASE EGOSENTRIS (0-7 tahun)
 profile icon
Write a reply

MEMENANGKAN HATI MERTUA

Disclaimer: Tulisan ini aku KUTIP SELURUHNYA dari FB nya Mbak Novika Amelia tanpa aku kurangi atau lebihi. Di akhir tulisan aku sertakan link asli tulisannya. Semoga Bermanfaat ======================= MEMENANGKAN HATI MERTUA Setelah menulis tentang memilih mertua di postingan beberapa waktu lalu, kali ini saya mau sharing tentang cara memenangkan hati mertua. Tulisan ini diceritakan berdasarkan pengalaman saya, jadi boleh jadi berbeda dengan keluarga lain. Kita saling respek saja yaa. 🤗 Impian terbesar saya di hidup ini adalah menjalani rumah tangga yang bahagia. Impian ini melampaui impian yang bersifat materialistik lain yang saya punyai. Maka, semenjak sebelum menikah, saya benar-benar berjuang keras agar bisa mewujudkannya. Saya pelajari sungguh-sungguh bagaimana menjalani rumah tangga yang bahagia dan minim konflik. Nah salah satu yang dulu saya diskusikan panjang lebar dengan calon suami sebelum menikah adalah tentang interaksi dengan mertua. Hal ini juga menjadi perhatian utama saya setelah akad nikah terjadi. Setelah mendapat mertua yang sesuai dengan impian saya, tentu saya tidak bisa lengah begitu saja. Sebaik apapun mertua, tetap saja, perilaku saya akan banyak berpengaruh pada hubungan kami di masa depan. Maka, untuk meminimalisasi konflik bahkan SEBELUM hal itu TERJADI, saya sudah merumuskan beberapa permasalahan seputar menantu-mertua dan menemukan solusinya. Lalu mengomunikasikannya pada sang suami, sesaat setelah kami sah jadi suami istri. Beberapa hal yang seputar masalah menantu-mertua yang saya rumuskan dari belajar dari pengalaman orang terdahulu dan saya pikirkan solusinya antara lain: 1. Suami istri mostly sering bertengkar masalah urusan nafkah mertua. Istri sebel saat tahu suaminya ngasih nafkah ke mertua diam-diam. Suami ngasih uang ke orangtuanya diam-diam karena takut istrinya marah jika tahu dia sering ngasih ke mertua. Solusi yang saya ajukan saat itu adalah dari sejak awal menikah kami harus sepakat untuk SALING TERBUKA saat mau menafkahi orangtua/mertua. Saya dengan suka rela mengijinkan suami menafkahi orangtuanya dan memintanya selalu jujur kapanpun dia ngasih ke orangtuanya. Di awal-awal, agar terbangun trust mertua pada saya, saya lah yang langsung yang mengantar dan memberikan uang nafkah dari suami untuk mertua. Dengan begini, saya mau mertua saya tahu bahwa saya sungguh rela suami saya menafkahi orangtuanya. Bagi saya ini penting, karena suami adalah tulang punggung keluarga. Jadi saya harus mendapatkan kepercayaan mertua saya bahwa saya adalah istri yang mendukung suaminya berbuat baik pada keluarganya. Saya sampaikan baik-baik bahwa ini bagian mamah dari mas (waktu itu manggilnya masih mas adek). Minta doa agar rezeki keluarga kami lancar. Qadarullah mertua saya baiknya luar biasa. Tiap dikasih bagian nafkah, mamah selalu menolak dulu, lalu bertanya apakah kebutuhan saya sudah cukup. Iya beliau memedulikan kebutuhan saya dulu. Baru setelah saya bilang cukup, beliau mau menerima dengan bahagia. :') Suami pun, tiap punya rezeki lebih dan memberikannya ke orangtuanya selalu lapor. Bukan karena saya istri yang curigaan, tapi dia respek dengan saya. Dia mau menjalankan kesepakatan kami di awal menikah. Saya pun tidak pernah mempermasalahkan sebanyak apa suami memberikan nafkah ke mertua. Karena saya tahu, suami adalah milik ibunya. 2. Konflik menantu-mertua sering terjadi saat suami mendapat laporan dari salah satu pihak, lalu marah pada pihak lain tanpa tabayyun terlebih dahulu. Solusi yang saya ajukan adalah JANGAN PERNAH PERCAYA PADA SATU PIHAK SAJA. BERSIKAPLAH NETRAL. JADILAH PENENGAH! "Kalo mas dapat laporan dari ade tentang mamah yang begini begitu, jangan langsung percaya sama ade. Tabayyun dulu sama mamah mas." "Begitu pula saat mas dapat laporan dari mamah tentang ade yang begini begitu, jangan langsung percaya sama mamah. Tabayyun dulu sama ade." "Setelah mendengar dari kedua pihak, barulah mas mengambil sikap. Jangan segan menasihati ade untuk taat sama mertua kalo memang ade salah. Jangan ragu juga kalo harus menjelaskan ke orangtua mas dengan baik. Jadilah penengah yang bijaksana." Alhamdulillah sampai sekarang kami gak pernah mempraktekkan poin ini karena gak pernah mengalaminya. :) 3. Konflik lain yang sering terjadi adalah mertua intervensi pengasuhan cucu-cucunya. Solusi yang saya tawarkan adalah JADILAH JURU BICARA ADE saat kita menerapkan pola asuh tertentu yang berbeda dengan mertua. Untuk hal ini, suami istri harus sepakat dulu berdua tentang pola asuh apa yang mau dijalankan di keluarga. Alhamdulillah, karena udah ngomong begini jauh jauuh hari di awal menikah. Jauh sebelum punya anak. Maka, begitu punya anak dan dapat satu dua komentar dari mertua tentang pola asuh yang kami jalankan, suami langsung pasang badan jadi juru bicara saya. Saat saya memilih ASI ekslusif, sementara mertua meminta mpasi dini sesuai kebiasaan orang jaman dulu, suami dengan bijak dan sambil bercanda langsung menanggapi orangtuanya dengan sopan. "Kata dokternya begitu mah. Biarin aja dech. Jaman sekarang harus ASI 6 bulan. Aku mah manut dokter doang. Kata dokter ususnya belum kuat." Saat mertua khawatir dengan cara saya menggendong bayi pakai baby wearer sementara menurutnya lebih baik pakai kain jarik, suami membercandai mamahnya. "Itu gaya menggendong jaman sekarang mah. Kalo pakai jarik nanti gak keren. Gak matching sama Novi yang cantik dan modern." Wkwkwk Begitu pula saat kami menerapkan minim screentime ke anak dan lebih memilih bawa buku kemana-mana termasuk saat main ke rumah mertua. Dengan sopan, kami katakan bahwa anak-anak kami tidak dibiasakan main gadget atau nonton tv lama-lama. Saat begini, suami pasang badan juga mengomunikasikan pada orangtuanya. Dengan gaya candaan khasnya. "Anakku itu mau jadi professor mah. Masa professor pegangnya hape. Professor ya pegangannya buku dari kecil. Mamah seneng kan kalo cucunya nanti jadi professor?" Hehehe cukup dengan candaan-candaan ringan begitu. Suami sudah menyelamatkan prinsip parenting kami. Alhamdulillah tak perlu terbawa arus konflik terlalu dalam. 4. Bersepakat untuk SALING PROMOSI Jadi saya ini insecure banget pas awal nikah. Takut ada perilaku saya yang gak berkenan di hati mertua karena saya gak banyak dididik tentang sopan santun. Makanya saya wanti-wanti suami untuk melaporkan keluhan mertua tentang (kalo ada) dan mem-back up saya dengan sebaik mungkin sambil saya belajar memperbaiki diri. Alhamdulillah selama 6 tahun menikah, gak banyak keluhan mertua tentang saya (setidaknya yang suami laporkan). Dan hanya ada satu yang pernah terlontar. Yaitu saat mamah mertua melihat saya ketiduran saat menyusui di siang hari. Di keluarga mertua, gak ada yang hobi tidur. Sementara saya ini ngantukan banget. 🙈 Mertua sih gak mempermasalahkan, cuma bertanya aja kenapa aku tidur. Alhamdulillah suami dengan sigap menjelaskan kondisi fisik saya. "Kasian mah. Novi itu fisiknya gak kuat kalo dipaksa gak tidur seharian (pagi-sore), dia itu harus tidur siang meski sebentar. Terus mungkin tadi malam habis begadang nyusuin bayi, jadi wajar kalo sekarang ngantuk." Huaa mendengar ini rasanya plooong bangeet. Makasih udah menyelamatkan muka ade di depan mertua. Sambil saya lebih hati-hati lagi kalo mau tidur siang di rumah mertua. 😁 5. Sering kasih hadiah atau bingkisan untuk mertua Bagian ini gak terlalu works buat saya karena mertua gak suka dikasih hadiah yang unyu-unyu. Malah mamah mertua yang sering ngasih ke kami. 😅 Meski begitu, saya mencoba peka dan pengertian tiap mertua butuh apa-apa. Saat pompa air mertua bermasalah dan gak bisa diperbaiki, saya bilang suami untuk belikan yang baru meski harus memotong jatah belanja saya. Saat mertua cerita gak nyaman tidurnya karena banyak kutu kasur, saya minta suami belikan kasur yang baru. Saat genteng rumah mertua bocor, suami yang benerin. Saat butuh rehab rumah atau dicat baru karena udah usang, saya dukung suami nyumbang banyak. Atau saat ada project keluarga besar, saya selalu mendukung sepenuh hati. Atau saat mertua sakit, saya dukung suami merawat mereka dengan maksimal. Meski harus ke rumah mereka malam-malam. Kadangkala, kekhawatiran mertua saat melepas anak laki-lakinya menikah adalah ketakutan akan kehilangan bakti anaknya karena sibuk dengan anak istri. Makaaa, kapanpun mertua butuh suami, saya selalu ijinkan suami bersegera memenuhi panggilan orangtuanya. Saya ingin, mertua saya tidak kehilangan anaknya, baik fisiknya, kasih sayangnya, maupun finansialnya. Qadarullah setelah pindah ke Tegal, kantor suami dekat dengan rumah mertua, jadi hampir tiap hari suami mampir menjenguk orangtuanya dan memantau kondisi mereka. Saya dan anak-anak juga rutin mengunjungi mereka seminggu atau dua minggu sekali di akhir pekan. Bertemu cucu adalah mood booster paling menyenangkan buat para kakek nenek. Alhamdulillah dengan perencanaan manajemen konflik menantu-mertua sejak sebelum menikah dan begitu resmi menikah, kami tidak pernah berkonflik dengan mertua. Kuncinya pada kekompakan suami istri dan komunikasi. Selanjutnya yang penting lagi adalah sama-sama ridho. Kita ridho sama mertua. Insya Allah mertua pun ridho sama kita. Allah pun ridho melihat kebaikan yang ada diantara kita. 😇🤗 Semoga kita bisa menjalin sebaik-baik relasi dengan mertua kita. Dan semoga saat jadi mertua nanti, kita bisa meneladani hal-hal baik yang ada pada mertua agar kita bisa menjadi mertua yang dirindukan oleh menantu-menantu kita. 🤲🤲🤲 FB Novika Amelia Sumber : https://www.facebook.com/1830530138/posts/10215417349666849/

Read more
MEMENANGKAN HATI MERTUA
 profile icon
Write a reply

FAQ Tumbuh Kembang Anak

FAQ Tumbuh Kembang Anak Narasumber: Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K) == Dosen FK UI Kepakaran Kesehatan Anak - Tumbuh Kembang == #1: Stimulasi Bikin Cerdas https://youtu.be/9sfYSxu7MZU - Tes sederhana kecerdasan kognitif bayi - Perkembangan Emosi Anak bergantung EMOSI IBU SAAT HAMIL #2 : Waktu Terbaik Stimulus Anak https://youtu.be/y8NBcis0HcA - Stimulasi saat hamil - Stimulasi berperan terhadap perkembangan otak dan susunan syaraf pusat - Tujuan akhir stimulasi adalah mencapai kecerdasan majemuk #3 : Kesalahan dalam Stimulasi Anak https://youtu.be/XvUE7jkC_RM - Stimulasi harus dua arah (ada yang memberikan stimulasi) - Ciptakan lingkungan yang aman - Keterlambatan bicara adalah salah satu kasus yang banyak datang di klinik tumbuh kembang - Usia 18 bulan 6-10 kata - Usia 2 tahun sekitar 50-100 kata #4 : Terapi Wicara dan Sensori Integrasi https://youtu.be/-gTdZzC-RlU - Paling banyak ditemukan kasus KETERLAMBATAN BICARA BAHASA EKSPRESI (mengucapkannya dia belum bisa tapi kalau pengertian dia bisa) - Terapi bicara untuk mengoptimalkan kemampuan bicara - Terapi sensori integrasi agar anak fokus - Selain terapi, bagaimana cara mengatasi Speech Delay? (menurut ku ini recommended untuk disimak karena stimulasi nya ternyata cukup sederhana dan memungkinkan untuk dilakukan di rumah) #5 : Tips dan Trik Anak Cepat Jalan Semoga bermanfaat ya Dirangkum di Magelang, 11 Februari 2021

Read more
 profile icon
Write a reply

dari beliau aku belajar bahwa "MENJADI IBU RUMAH TANGGA ITU KEREN"

Dulu, aku berkonsentrasi bahwa yang kerja di luar rumah itu lebih berkelas ketimbang yang jadi Ibu Rumah Tangga yang berprestasi. Sampai suatu hari aku membaca sebuah artikel dan seketika aku kagum pada pada sosok beliau dan akupun melihat tentang Ibu Rumah Tangga dari mindset yang berbeda. Tentang wanita yang kuliah (bahkan sudah dapat SK PNS) lantas menjadi ibu rumah tangga, ada sosok yang begitu inspiratif bagiku, yang dari beliaulah saya jadi punya mindset bahwa JADI IBU RUMAH TANGGA ITU KEREN. Beliau adalah Bunda Septi Peni Wulandani, founder Ibu Profesional. ===== Siapa yang tak ingin menjadi Ibu seperti Septi Peni Wulandani? Tiga anaknya tidak sekolah di sekolah formal layaknya anak-anak pada umumnya. Tapi ketiganya mampu menjadi anak teladan, dua di antaranya sudah kuliah di luar negeri di usia yang masih sangat muda. Saya cuma berdecak gemetar mendengarnya. Bagaimana bisa? Namanya Ibu Septi Peni Wulandani. Kalau kita search nama ini di google, kalian akan tahu bahwa Ibu ini dikenal sebagai Kartini masa kini. Beliau seorang ibu rumah tangga profesional, penemu model hitung jaritmatika, juga seorang wanita yang amat peduli pada nasib ibu-ibu di Indonesia. Seorang wanita yang ingin mengajak wanita Indonesia kembali ke fitrahnya sebagai wanita seutuhnya. Beliau bercerita kiprahnya sebagai ibu rumah tangga yang mendidik tiga anaknya dengan cara yang bahasa kerennya anti mainstream. It’s like watching 3 Idiots. But this is not a film. This is a real story from Salatiga, Indonesia. Semuanya berawal saat beliau memutuskan untuk menikah. Jika ada pepatah yang mengatakan bahwa pernikahan adalah peristiwa peradaban, untuk kisah Ibu Septi, pepatah itu tepat sekali. Di usianya yang masih 20 tahun, Ibu Septi sudah lulus dan mendapat SK sebagai PNS. Di saat yang bersamaan, beliau dilamar oleh seseorang. Beliau memilih untuk menikah, menerima lamaran tersebut. Namun sang calon suami mengajukan persyaratan: beliau ingin yang mendidik anak-anaknya kelak hanyalah ibu kandungnya. Artinya? Beliau ingin istrinya menjadi seorang ibu rumah tangga. Harapan untuk menjadi PNS itu pun pupus. Beliau tidak mengambilnya. Ibu Septi memilih menjadi ibu rumah tangga. Baru sampai cerita ini saja saya sudah gemeteran. Akhirnya beliau pun menikah. Pernikahan yang unik. Sepasang suami istri ini sepakat untuk menutup semua gelar yang mereka dapat ketika kuliah. Aksi ini sempat diprotes oleh orang tua, bahkan di undangan pernikahan mereka pun tidak ada tambahan titel/ gelar di sebelah nama mereka. Keduanya sepakat bahwa setelah menikah mereka akan memulai kuliah di universitas kehidupan. Mereka akan belajar dari mana saja. Pasangan ini bahkan sering ikut berbagai kuliah umum di berbagai kampus untuk mencari ilmu. Gelar yang mereka kejar adalah gelar almarhum dan almarhumah. Subhanallah……Tentu saja tujuan mereka adalah khusnul khatimah. Sampai di sini, sudah kebayang kan bahwa pasangan ini akan mencipta keluarga yang keren? Ya, keluarga ini makin keren ketika sudah ada anak-anak hadir melengkapi kehidupan keluarga. Dalam mendidik anak, Ibu Septi menceritakan salah satu prinsip dalam parenting adalah demokratis, merdekakan apa keinginan anak-anak. Begitu pun untuk urusan sekolah. Orang tua sebaiknya memberikan alternatif terbaik, lalu biarkan anak yang memilih. Ibu Septi memberikan beberapa pilihan sekolah untuk anaknya: mau sekolah favorit A? Sekolah alam? Sekolah bla bla bla. Atau tidak sekolah? Dan wow, anak-anaknya memilih untuk tidak sekolah. Tidak sekolah bukan berarti tidak mencari ilmu kan? Ibu Septi dan keluarga punya prinsip: Selama Allah dan Rasul tidak marah, berarti boleh. Yang diperintahkan Allah dan Rasul adalah agar manusia mencari ilmu. Mencari ilmu tidak melulu melalui sekolah kan? Uniknya, setiap anak harus punya project yang harus dijalani sejak usia 9 tahun. Dan hasilnya? Enes, anak pertama. Ia begitu peduli terhadap lingkungan, punya banyak project peduli lingkungan, memperoleh penghargaan dari Ashoka, masuk koran berkali-kali. Saat ini usianya 17 tahun dan sedang menyelesaikan studi S1nya di Singapura. Ia kuliah setelah SMP, tanpa ijazah. Modal presentasi. Ia kuliah dengan biaya sendiri bermodal menjadi seorang financial analyst. Bla bla bla banyak lagi. Keren banget. Saat kuliah di tahun pertama ia sempat minta dibiayai orang tua, namun ia berjanji akan menggantinya dengan sebuah perusahaan. Subhanallah. Uang dari orang tuanya tidak ia gunakan, ia memilih menjual makanan door to door sambil mengajar anak-anak untuk membiayai kuliahnya. Ara, anak kedua. Ia sangat suka minum susu dan tidak bisa hidup tanpa susu. Karena itu, ia kemudian berternak sapi. Pada usianya yang masih 10 tahun, Ara sudah menjadi pebisnis sapi yang mengelola lebih dari 5000 sapi. Bisnisnya ini konon turut membangun suatu desa. WOW! Sepuluh tahun gue masih ngapain? Dan setelah kemarin kepo, Ara ternyata saat ini juga tengah kuliah di Singapura menyusul sang kakak. Elan, si bungsu pecinta robot. Usianya masih amat belia. Ia menciptakan robot dari sampah. Ia percaya bahwa anak-anak Indonesia sebenarnya bisa membuat robotnya sendiri dan bisa menjadi kreatif. Saat ini, ia tengah mencari investor dan terus berkampanye untuk inovasi robotnya yang terbuat dari sampah. Keren!! Saya cuma menunduk, what I’ve done until my 20. Banyak juga peserta yang lalu bertanya, “kenapa cuma 3, Bu?” hehe. Dari cerita Ibu Septi sore itu, saya menyimpulkan beberapa rahasia kecil yang dimiliki keluarga ini, yaitu: Anak-anak adalah jiwa yang merdeka, bersikap demokratis kepada mereka adalah suatu keniscayaan. Anak-anak sudah diajarkan tanggung jawab dan praktik nyata sejak kecil melalui project. Seperti yang saya bilang tadi, di usia 9 tahun, anak-anak Ibu Septi sudah diwajibkan untuk punya project yang wajib dilaksanakan. Mereka wajib presentasi kepada orang tua setiap minggu tentang project tersebut. Meja makan adalah sarana untuk diskusi. Di sana mereka akan membicarakan tentang ‘kami’, tentang mereka saja, seperti sudah sukses apa? Mau sukses apa? Kesalahan apa yang dilakukan? Oh ya, keluarga ini juga punya prinsip, “Kita boleh salah, yang tidak boleh itu adalah tidak belajar dari kesalahan tersebut”. Bahkan mereka punya waktu untuk merayakan kesalahan yang disebut dengan “false celebration”. Rasulullah SAW sebagai role model. Kisah-kisah Rasul diulas. Pada usia sekian Rasul sudah bisa begini, maka di usia sekian berarti kita juga harus begitu. Karena alasan ini pula Enes memutuskan untuk kuliah di Singapura, ia ingin hijrah seperti yang dicontohkan Rasulullah. Ia ingin pergi ke suatu tempat di mana ia tidak dikenal sebagai anak dari orang tuanya yang memang sudah terkenal hebat. Mempunyai vision board dan vision talk. Mereka punya gulungan mimpi yang dibawa ke mana-mana. Dalam setiap kesempatan bertemu dengan orang-orang hebat, mereka akan share mimpi-mimpi mereka. Prinsip mimpi: Dream it, share it, do it, grow it! Selalu ditanamkan bahwa belajar itu untuk mencari ilmu, bukan untuk mencari nilai. Mereka punya prinsip harus jadi entrepreneur. Bahkan sang ayah pun keluar dari pekerjaannya di suatu bank dan membangun berbagai bisnis bersama keluarga. Apa yang ia dapat selama bekerja ia terapkan di bisnisnya. Punya cara belajar yang unik. Selain belajar dengan cara homeschooling di mana ibu sebagai pendidik, belajar dari buku dan berbagai sumber, keluarga ini punya cara belajar yang disebut Nyantrik. Nyantrik adalah proses belajar hebat dengan orang hebat. Anak-anak akan datang ke perusahaan besar dan mengajukan diri menjadi karyawan magang. Jangan tanya magang jadi apa ya, mereka magang jadi apa aja. Ngepel, membersihkan kamar mandi, apapun. Mereka pun tidak meminta gaji. Yang penting, mereka diberi waktu 15 menit untuk berdiskusi dengan pemimpin perusahaan atau seorang yang ahli setiap hari selama magang. Hal terpenting yang harus dibangun oleh sebuah keluarga adalah kesamaan visi antara suami dan istri. That’s why milih jodoh itu harus teliti. Hehe… Satu cinta belum tentu satu visi, tapi satu visi pasti satu cinta. Punya kurikulum yang keren, di mana pondasinya adalah iman, akhlak, adab, dan bicara. Di-handle oleh ibu kandung sebagai pendidik utama. Ibu bertindak sebagai ibu, partner, teman, guru, semuanya. Daaaan masih banyak lagi. Hhhhmmm… Gimana? Profesi ibu rumah tangga itu profesi yang keren banget bukan? Ia adalah kunci awal terbentuknya generasi brilian bangsa. Saya ingat cerita Ibu Septi di awal kondisi beliau menjadi ibu rumah tangga. Saat itu beliau iri melihat wanita sebayanya yang berpakaian rapi pergi ke kantor sedangkan beliau hanya mengenakan daster. Jadilah beliau mengubah style-nya. Jadi Ibu rumah tangga itu keren, jadi tampilannya juga harus keren, bahkan punya kartu nama dengan profesi paling mulia: housewife. So, masih zaman berpikiran bahwa ibu rumah tangga itu sebatas sumur, kasur, lalala yang haknya terinjak-injak dan melanggar HAM? Duh please, housewife is the most presticious career for a woman, right? Tapi semuanya tetap pilihan. Dan setiap pilihan punya konsekuensi. Jadi apapun kita, semoga tetap menjadi pendidik hebat untuk anak-anak generasi bangsa. Dari kisah di atas, saya juga menarik kesimpulan bahwa seminar kepemudaan tidak melulu bahas tentang organisasi, isu-isu negara, dan lain-lain yang biasa dibahas. Pemuda juga perlu belajar ilmu parenting untuk bekal dalam mendidik generasi penerus bangsa ini. Bukankah dari keluarga karakter anak itu terbentuk? Sumber: http://sakuradibulanapril.blogspot.com/2019/03/siapa-yang-tidak-ingin-menjadi-ibu.html?m=1,

Read more
 profile icon
Write a reply