Riski Diannita profile icon
PlatinumPlatinum

Riski Diannita, Indonesia

Kontributor

About Riski Diannita

Bunda Naya

My Orders
Posts(23)
Replies(496)
Articles(0)

Caraku Menjaga Kewarasan (Part 4 END): Menulis 

Sejak remaja aku punya hobi menulis. Karena hobi membaca berlanjut ingin berkarya. Membuat tulisan seperti buku-buku cerita yang aku baca. Mulai SMP aku menulis puisi. Kelas 10 SMA mulai menulis cerpen yang dimuat di majalah pelajar. Saat kuliah mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sehingga membuatku makin semangat menulis. Waktu itu mencoba membuat blog dan mengisinya dengan tulisan-tulisanku. Lulus kuliah saat sudah mempunyai smartphone, aku berkesempatan belajar kepenulisan di grup-grup Facebook. Bermacam-macam tulisan aku pelajari. Aku juga rajin mengikuti lomba atau event menulis hingga masuk ke buku antologi yang terbit indie. Bersamaan dengan waktu pernikahan, aku pun berhasil menulis novel dan menerbitkannya secara indie. Dalam pernikahan yang belum ada tanda-tanda kehamilan, aku terus mengisi waktu dengan menulis. Bagiku, semua pikiran dan perasaan bisa tercurahkan dengan menulis sehingga menjadi lega. Permasalahan putus cinta, hingga sudah menikah tetapi belum dikaruniai anak. Semua curahan hatiku berupa tulisan. Hingga aku berhasil menerbitkan beberapa buku solo secara indie, mulai kumpulan cerpen, kumpulan puisi, hingga novel. Dengan hobi membaca dan menulis, aku pun memperoleh job sebagai freelancer editor dan proofreader di penerbit indie pula. Alhamdulillah. Pada tahun ketiga pernikahan, aku diizinkan hamil dan melahirkan anak pertama. Rasa syukurku hingga keluh kesahku yang terkena baby blues, semuanya kutumpahkan lewat tulisan. Baik itu melalui postingan di media sosial maupun ikut lomba menulis. Dengan menulis, batinku menjadi lebih baik, pikiranku lebih tenang. Karena menulis juga berguna sebagai terapi jiwa. Seperti "Kim Ji-Young 1982" yang berupa novel dan filmnya sudah kutonton. Dia seorang ibu yang tertekan. Pada akhirnya kondisi mentalnya membaik dengan menulis. Ya, menulis bisa menjaga kewarasan jiwa. Aku juga berniat menebarkan kebaikan lewat tulisan. Serta menjadikan tulisanku sebagai warisan bila kelak aku telah meninggalkan dunia ini. Aku tidak pandai bicara, maka biarlah tulisanku yang mengisi dunia. Jadi, aku akan terus menulis demi diriku. Jika memang tulisanku bermanfaat bagi orang lain, itu adalah bonus yang luar biasa. Gambar: Pexels #KesehatanMentalTAP #RiskiDiannita  

Read more
Caraku Menjaga Kewarasan (Part 4 END): Menulis 
 profile icon
Write a reply

Caraku Menjaga Kewarasan (Part 3): Membaca

Sejak kecil aku hobi membaca. Majalah, buku, koran, semua kubaca. Kepribadian introver membuatku makin gemar membaca daripada mengobrol ngalor-ngidul. Tetapi untungnya penampilanku tidak seperti kutu buku. Tidak berkacamata--lebih tepatnya belum perlu kaca mata. Hidup di tengah bangsa yang masih kental dengan tradisi lisan membuatku kadang merasa sebagai minoritas. Introver dan suka membaca. Benar-benar perpaduan yang langka di masyarakat. Syukurlah semakin bertambah usia, aku bisa menemukan komunitas sesama penyuka literasi, terutama dari media sosial. Aku merasa lebih baik membaca buku daripada mendengar kata orang yang belum pasti benar. Walaupun di buku juga belum 100% bisa aku praktikkan, tetapi aku yakin ilmunya pasti bermanfaat. Daripada bergosip tentang keburukan orang, aku lebih suka membaca buku. Bisa mendapatkan wawasan sekaligus hiburan tetapi tidak mendapat dosa. Apalagi jika yang dibaca adalah kitab suci maka justru mendapat pahala. Pada usia remaja, aku mulai menggemari sastra. Ya semacam Cinta dan Rangga begitulah. Ternyata makin dewasa, hobiku ini pula yang bisa membuatku bahagia. Ketika lelah jiwa raga, aku melakukan me time dengan cara membaca. Setiap fase kehidupanku selalu diiringi dengan membaca buku. Saat remaja membaca novel teenlit. Saat berencana menikah, aku membaca buku-buku motivasi pernikahan sebagai pengetahuan menempuh hidup baru. Ketika menanti kehamilan, aku membaca buku panduan cepat mendapatkan buah hati walaupun hasilnya baru didapat 3 tahun pernikahan. Itu pun disertai rutin membaca buku doa untuk memohon kehamilan. Tidak ketinggalan Surah Maryam kubaca berulang-ulang. Ketika Tuhan mengizinkanku mengandung, aku membaca buku-buku panduan kehamilan. Setelah melahirkan, aku membaca buku-buku parenting. Sampai sekarang, aku pilih membaca novel untuk mengisi waktu luang. Apalagi sudah banyak platform membaca online sehingga tidak perlu buku fisik, cukup buku digital (e-book). Membaca buku adalah investasi yang tidak pernah ada ruginya. Justru sangat bermanfaat besar. Ya, melakukan hobi atau kegemaran adalah salah satu cara refreshing yang murah dan mudah. Buat para Bunda, semoga tetap mampu meluangkan waktu untuk me time. Lakukan apa pun yang Bunda sukai demi menjaga kesehatan mental. Jadi, apa hobimu Bunda? 😊 Gambar: Pexels #KesehatanMentalTAP #RiskiDiannita

Read more
Caraku Menjaga Kewarasan (Part 3): Membaca
 profile icon
Write a reply

Caraku Menjaga Kewarasan (Part 2): Beribadah

Aku hanya manusia biasa yang punya kekurangan. Setelah menikah tidak segera mendapatkan kesempatan untuk mengandung, rasanya memilukan. Tidak ada pilihan selain bersabar dalam penantian. Aku yakin, Tuhan Maha Mengetahui waktu terbaik untukku. Demi menjaga kewarasan jiwa, aku selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Percuma curhat kepada manusia, karena belum tentu orang memahami keadaanku. Aku bukan orang suci. Aku punya banyak dosa. Maka aku terus memohon ampun dan memasrahkan diri. Ikhlas menjalani semua. Tetap melakukan kegiatan bermanfaat selama belum hadirnya buah hati. Tetap berjuang semampuku. Hingga 3 tahun usia pernikahan, aku baru mengalami kehamilan yang pertama. Sebuah anugerah yang aku yakin terjadi karena 100% keajaiban Tuhan. Bukan karena aku perempuan subur atau suamiku laki-laki subur. Janin dalam rahimku murni berasal dari Tuhan. Sebab aku tidak pernah menunda kehamilan dengan KB ataupun sebaliknya program hamil (promil) apa pun. Hanya ikhtiar dan doa yang penuh kepasrahan.  Setelah 40 minggu lebih 2 hari, aku melahirkan seorang bayi perempuan. Aku mengalami masa-masa sulit sekali lagi. Ternyata menjadi ibu sama sekali tidak mudah. Banyak kondisi yang tidak sesuai ekspektasi. Aku tetap harus bersabar. Kata orang, perempuan yang sudah hamil dan punya anak itu sempurna. Bagiku tidak. Kesempurnaan hanya milik Tuhan. Tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga seorang ibu. Aku bukanlah ibu yang sempurna. Walaupun melahirkan dengan normal, tetapi ASI-ku tidak melimpah seperti ibu-ibu yang lain. Aku tetap bersyukur dan berjuang lagi untuk mengASIhi. Lagi-lagi, aku membatin: semoga usahaku untuk melancarkan ASI ini menjadi ibadahku. Semoga dengan kekuranganku sebagai ibu, aku bisa mendidik anak dengan sebaik mungkin. Inilah ibadahku agar kesehatan jiwa tetap terjaga. Gambar: Pexels #KesehatanMentalTAP #RiskiDiannita  

Read more
Caraku Menjaga Kewarasan (Part 2): Beribadah
VIP Member
 profile icon
Write a reply

Caraku Menjaga Kewarasan (Part 1): Menangis

Setelah menunggu selama 3 tahun 10 bulan usia pernikahan, aku melahirkan seorang putri. Fase kehidupan yang aku kira akan membahagiakan ternyata membawa sisi lain yang mengejutkan. Banyak kondisi tidak sesuai ekspektasi. Dua hari sesudah melahirkan, harus tinggal di rumah mertua. Sebelum punya anak, aku dan suami tinggal di rumah orang tuaku. Kami memang belum punya rumah sendiri. Mau tidak mau, aku dan anakku diboyong ke kampung halaman suami. Kondisi rumah orang tuaku kurang mendukung untuk tempat tinggal bayi baru lahir. Walaupun dalam hati, aku ingin tinggal bersama orang tuaku. Anakku adalah cucu pertama mereka. Sedangkan mertua sudah punya 2 cucu. Aku merasa ini tidak adil. Kami dijemput mertua dengan mobil taksi online. Di sepanjang perjalanan aku terus menangis. Sampai di rumah mertua, aku masih saja meneteskan air mata ketika saudara-saudara suami dan para tetangga berkerumun, bersuka cita, serta bergantian menggendong bayiku. Mayoritas kerabat dan sanak saudara suamiku tinggal berdekatan dalam satu desa tersebut. Seorang dukun bayi memandikan anakku sampai 40 hari sesuai adat di situ. Pada usia 7 hari anakku sudah puput pusar. Rambutnya digundul oleh si dukun bayi--lagi-lagi sesuai adatnya. Anakku sehat dan aktif tanpa kekurangan sesuatu apa pun. Namun, setiap hari aku menitikkan air mata. Terutama malam hari sebelum tidur. Selain luka jahitan dari persalinan normal terasa nyeri, juga ASI yang baru keluar sesudah 3 hari melahirkan. Itu pun sangat sedikit. Hanya air mata yang deras mengalir. Sering suami menenangkan aku. Dia perhatian dan memenuhi kebutuhanku.  Kadang aku menyembunyikan tangisan dari suami karena khawatir dia ikut sedih melihatku. Sepertinya aku terkena baby blues. Tidak jarang aku pun menangis saat memandang wajah bayiku. Anakku terpaksa dibantu susu formula. Aku bersyukur dia tidak pernah sakit. Begitu pula aku yang tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah apa pun saat luka persalinan belum sembuh. Semua dikerjakan oleh ibu mertua. Tetapi entah apa yang aku tangisi. Aku masih saja menangis saat orang-orang berkomentar soal ASI, putingku datar, juga anakku yang seakan-akan "dikuasai" oleh keluarga suamiku. Padahal aku tahu mereka berniat membantu. Keluarga juga tidak masalah anak minum susu formula, tetapi komentar kerabat tetap selalu ada. Mereka seolah menang dan aku kalah hanya karena jumlah yang lebih banyak. Sedangkan sanak saudaraku tinggal berjauhan. Orang tuaku cuma berdua di rumah. Lingkungan perkotaan di tepi jalan raya hampir tidak ada tetangga. Mereka kerepotan jika harus membantuku mengurus bayi. Aku sering menangis sampai hari ini ketika usia anakku sudah 3 bulan. Masih saja aku merasa sendirian di tempat ini, apalagi saat suami pergi bekerja. Tetapi aku ingin membuktikan bahwa aku kuat. Aku berada di sini demi anakku. Tidak apa-apa jika harus menangis. Ini bukan tanda kelemahan tetapi justru menguatkan. Seorang ibu harus kuat, bukan? Sesudah menangis, aku akan tersenyum lagi. Aku masih waras dan tidak menyalahkan siapa pun. Tuhan sedang menguji kekuatan jiwaku. Yang bisa kulakukan adalah tetap membersamai anakku sampai kapan pun. Aku akan tersenyum bahagia untuknya. Gambar: Pexels #KesehatanMentalTAP #RiskiDiannita

Read more
Caraku Menjaga Kewarasan (Part 1): Menangis
 profile icon
Write a reply

Flek Saat Hamil

Assalamu'alaikum, para Bumil--terutama yang menjalani kehamilan untuk pertama kalinya. Tentu banyak hal yang kita khawatirkan soal kondisi kehamilan. Salah satunya ketika mengalami flek atau bercak darah. Pernahkah Bumil keluar flek? Sama seperti saya yang pernah flek pada usia kandungan 8 minggu. Lumayan banyak seperti darah menstruasi tetapi lebih encer. Saya menganggapnya pendarahan dan terpaksa pakai pembalut. Benar-benar bikin worry. Saat itu sore hari suami saya belum pulang, segera saya hubungi. Sambil menunggu suami, saya baca-baca artikel di internet. Maklum, calon bunda milenial pasti apa-apa browsing di internet kan? Saya membaca artikel di The Asian Parent Indonesia yang berjudul 'Flek saat hamil, membedakan yang normal dan perlu diwaspadai'. Ternyata, flek atau perdarahan ringan saat hamil apalagi di minggu awal-awal atau trimester pertama adalah hal biasa. Tetapi, tetap perlu menemui dokter atau bidan untuk konsultasi. Apalagi pada trimester kedua dan ketiga, flek atau perdarahan banyak seperti haid bisa jadi indikasi serius. Keluar darah dari vagina saat hamil memang menjadi salah satu tanda keguguran, tapi tidak selalu demikian. Kita perlu mencermati banyaknya dan lamanya darah yang keluar. Kalau hanya sedikit dan sebentar, tidak selalu berbahaya. Alhamdulillah, saat flek saya secepatnya ke dokter kandungan (SpOG) dan di-USG. Syukurlah janin baik-baik saja. Saya diberi obat penguat kandungan. Selanjutnya harus banyak istirahat, hindari stres, jangan aktivitas terlalu berat, makan yang bergizi, minum vitamin dan susu hamil. Flek berhenti 1 minggu kemudian sebelum obat habis. Di akhir-akhir hanya berupa lendir kehitaman saja. Sekarang usia kandungan saya 20 minggu. Sudah tidak pernah flek lagi, hanya keputihan. Kemarin sedikit coklat di celana dalam cuma 1 hari dan saya usahakan tetap berpikir positif. Semoga kehamilan ini lancar sampai melahirkan nanti. Terkadang yang membuat panik ketika orang-orang berkata kalau flek atau perdarahan itu berarti kandungan lemah. Memang setiap bumil tidak sama kondisinya. Kadang kita dibanding-bandingkan sehingga makin down. Saya harap untuk sesama bumil yang beruntung tidak pernah flek, maupun orang awam, tetap kita saling support. Jangan menambah kekhawatiran bumil yang mood-nya labil. Pengalaman saya setelah membaca artikel di The Asian Parent tentang flek saat hamil muda, membuat saya lebih tenang. Kutipan paragraf terakhirnya saya screenshot untuk penyemangat. Semoga dengan berbagi informasi ini bisa bermanfaat buat para bumil lainnya karena #SharingIsCaring ? https://id.theasianparent.com/flek-saat-hamil

Read more
Flek Saat Hamil
VIP Member
 profile icon
Write a reply

Terima kasih, Calon Baby

Halo, Sayangku di dalam sana. Tahukah kamu bahwa Bunda menunggumu begitu lama. Awalnya aku mengira akan langsung mendapatkan kesempatan sesudah menikah. Ternyata perlu waktu hingga hitungan tahun, tepatnya 3 tahun 1 bulan, barulah tanda-tandamu hadir kepada kami. Sejak pernikahan September 2016, barulah test pack menunjukkan positif--untuk pertama kalinya aku memakai alat itu--pada November 2019. Mungkin hanya kesombonganku yang mengira bila seorang istri datang bulan teratur dan suami tidak merokok, maka otomatis cepat mempunyai keturunan. Rupanya Allah ingin kami bersabar dan berusaha untukmu, Sayang. Mungkin Allah ingin aku terus belajar menjadi calon ibu yang baik, begitu juga ayah. Allah memberi kesempatan kami untuk berbuat banyak kebaikan lain terlebih dahulu. Allah lebih mengetahui waktu terbaik bagi hamba-Nya. Terima kasih, Sayang, sudah bersedia menempati perutku. Tidak lagi dikatakan kosong dan rahimku sudah isi. Tolong sampaikan kepada Allah rasa terima kasih dan syukurku yang tiada terkira. Walaupun pada usia kandungan 8 minggu, ada flek darah yang membuatku khawatir. Alhamdulillah, kau sungguh kuat dan bertahan sampai sekarang, Sayang. Sudah pertengahan masa kehamilanku 20 minggu. Baik-baik dan sehat selalu sampai Bunda melahirkan kamu, Nak. Kita berjumpa nanti bulan Juli ya, Sayang. InsyaAllah. Ada orang yang berkata istilah "anak mahal" karena ditunggu sangat lama. Ah, bukankah setiap anak itu terlampau berharga, entah datangnya cepat atau lambat. Aku menganggapmu anugerah terindah dari Allah. Ketika pertama kali aku mendengar detak jantungmu dari Doppler di Bu Bidan, mataku berkaca-kaca dan ada tetesan air di ujung mata. Sungguh terharu menyadari makhluk kecil berwujud janin sedang tumbuh dalam perutku. Kemarin aku USG dan kata dokter jenis kelamin kamu perempuan. Memang, Ayah-Bunda ingin anak pertama laki-laki. Tapi tidak masalah. Cewek atau cowok yang penting sehat, Sayang. Semua kata-kata orang selama 3 tahun ke belakang sudah terlupakan begitu saja. Saat ini banyak lagi komentar orang tentang ini dan itu yang tidak penting. Aku tetap menjalani kehamilan dengan bahagia. Bagiku, yang terpenting kamu berkembang normal tanpa kekurangan suatu apa pun. Aamiin. Sampai ketemu, Calon Baby. Terima kasih atas kebahagiaan ini. I love you. Bunda sayang kamu. ❤ #TerimaKasihkuHari5

Read more
Terima kasih, Calon Baby
 profile icon
Write a reply

Terima kasih, Mertuaku

Bapak dan Ibu mertua adalah orang tua baruku sejak menikah dengan suami. Sebagai "anak baru" alias istri, menantu, dan calon ibu muda dalam rumah tangga, aku belajar banyak hal dari mertua. Mertuaku adalah orang biasa. Mereka berdua berasal dari desa atau kampung, berbeda karakter dengan kedua orang tua kandungku. Ibu kandungku meskipun asli orang desa tetapi lama tinggal di kota. Sedangkan Bapak kandungku termasuk orang kota walaupun hanya kota kecil. Ada perbedaan pemikiran, gaya hidup, dan cara melaksanakan tugas sehari-hari. Beberapa nilai dan tradisi aku dapatkan dari mertua yang bahkan sudah terlupakan oleh orang tuaku. Pelajaran yang selama ini belum aku peroleh, ternyata aku temukan dari mertua. Ketika awal menikah, ada seseorang paruh baya yang berkata, "Enak dapat jodoh orang desa, Mbak. Gak banyak nuntut. Mereka menerima apa adanya." Benar saja. Itulah simpelnya orang desa. Tidak serumit kehidupan orang kota. Atau mungkin, sebaliknya. Ada yang menganggap orang desa lebih ribet daripada orang kota yang serbapraktis. Ya, semua kembali pada sifat orang masing-masing. Orang tuaku memang orang kota tapi sangat sederhana. Ternyata mertuaku juga orang desa yang sederhana. Terima kasih, Bapak dan Ibu mertua sudah menerimaku sebagai menantu dengan apa adanya. Aku yang tidak bisa memasak, tidak rajin, bukan juga perempuan mandiri, dan segala kekuranganku. Mereka tidak pernah berkata dan berperilaku negatif. Semua ucapan, nasihat, dan sikap adalah yang terbaik untuk keluarga, termasuk menantu. Semoga aku pun bisa melakukan kebaikan yang sama. ? #TerimaKasihkuHari4

Read more
Terima kasih, Mertuaku
VIP Member
 profile icon
Write a reply

Terima kasih, Suamiku

Kita baru menikah bulan September, 2016. Ya, 3 tahun 5 bulan kita bersama seolah baru sebentar saja. Masih terasa seperti pengantin baru setiap waktu. Alhamdulillah, aku baru saja mengandung 4 bulan sekarang. Perjalanan masih sangat panjang. Terima kasih atas segala perhatianmu yang semakin besar sejak kehamilanku. Tidak ada yang berubah darimu selain perubahan menjadi lebih baik lagi. InsyaAllah, kita akan segera berstatus sebagai orang tua. Kita saling mengenal 10 tahun lalu di kampus ketika duduk di bangku kuliah. Aku bersedia menerima pinanganmu karena aku yakin kau calon ayah yang tepat untuk anak-anakku kelak. Memang semua yang kita jalani tidak mudah. Tetapi, banyak pasangan yang mungkin mengalami cobaan lebih berat. Kita hanya perlu bersabar selama 3 tahun hingga Allah swt mengizinkan pembuahan itu terjadi. Sebagai perempuan, aku cuma bisa menangis dalam hati bila mendengar kata-kata dan pertanyaan orang. "Kok belum hamil? Kapan punya anak?" Berjuta tanya yang aku tidak tahu jawabannya. Hanya Allah yang berhak menjawabnya. Aku sangat berterima kasih atas 3 tahun pernikahan. Kau tidak pernah menyalahkan aku atas kehamilan yang belum kunjung tiba. Bahkan, aku belajar banyak darimu tentang usaha, doa, sabar, tawakkal, ikhlas, dan syukur. Hanya 1 yang perlu aku lakukan: bersyukur atas semuanya. Bersyukur kita sudah bersatu. Bersyukur karena rezeki kita cukup. Bersyukur kita bahagia. Hingga dengan syukur itu, Allah menambah nikmat bagi kita. Kehamilan ini bukan karena kau seorang lelaki perkasa, bukan karena aku perempuan subur. Tetapi, semua karena kehendak Allah swt. Semua berasal dari-Nya dan akan kembali pada-Nya. Kini, aku harus lebih bersyukur lagi dengan janin yang ada dalam kandunganku. Terima kasih, Calon Ayah untuk anak-anakku. I love you, Mas Aria Winardi. #TerimaKasihkuHari3

Read more
Terima kasih, Suamiku
VIP Member
 profile icon
Write a reply