Curhat
"Yuk saling mengingatkan bun. Terutama yang suka curhat tentang pernikahan... Kita instrokpeksi diri" Memang segala prahara rumah tangga itu asaknya dari kita dan pasangan sendiri. Gimana kita berkomunikasi dengan pasangan, gimana kita memperlakukan pasangan, gimana kita kerjasama dalam membangun sebuah keluarga dan lain-lain. Tapi gak semua orang menempuh jalan yang manis dalam pernikahannya kan? Pasti ada berantemnya, pasti ada dramanya. Ketika untuk sebagian besar orang ini adalah dunia baru buat mereka, adakalanya mereka merasa kewalahan menghadapinya kan? Namanya juga manusia, kemampuannya beda-beda. Lantas gimana sih cara kita keep up dengan situasi kayak gitu? Sebagian ada yang menenangkan diri, sebagian ada yang milih diam. Legowo aja. Sebagian lagi? Mungkin curhat. Kenapa sih kita curhat? Karena kita merasa ada yang gak enak di diri kita, ada beban yang ingin diringankan. Tapi apa semua orang yang curhat ke kita minta diringankan bebannya? Engga. Mereka kadang hanya butuh didengarkan. Mereka cuma butuh teman ngobrol. Yang kita suka lupa adalah gimana posisi kita jadi yang dicurhatin. Mendadak kita jadi konsultan pernikahan, mendadak jadi pahlawan kesiangan. Kita suka lupa dan langsung berusaha "menyelesaikan" permasalahan orang tersebut. Gimana contohnya? Bisa dengan kalimat "ah, baru masalah segitu aja" atau "kamu kurang bersyukur tuh." Atau sesimpel "udah sabar aja" Kadang itu gak buat orang merasa lebih baik. Itu baru kalimat gitu aja, ada yang langsung ceramahin balik orang itu "makanya kamu jadi istri/suami/ibu harus A B C D E" Bukan itu, yang orang butuhkan. Ketika ada yang curhat, kita cukup diam dan mendengarkan. Kalaupun ada yang harus kita respon, seberusaha mungkin kita merasa empati dengan dia "aku turut sedih dengarnya" atau "gimana perasaanmu sekarang? " atau "apa yang bisa kubantu supaya kamu merasa lebih baik? " Ketika kita mendengar "Saya sedih suami saya marah terus" kita terlalu fokus pada kata 'suami saya marah' bukan pada 'saya sedih'nya. Kita dengerin dulu dia cerita, kemudian berempati, dan kalau memang dia butuh saran baru kita kasih. Baru suruh instrokpeksi. Kita gak pernah tahu seberapa seringnya kita menohok orang dengan perkataan kita, padahal menurut kita benar, menurut kita? Satu sisi, kita harus sangat hati-hati memilih tempat curhat. Jangan di sosmed, jangan di forum kayak gini (kendatipun tujuannya bagus) cari orang atau lingkaran pertemanan yang dirasa bisa memahami apa yang kita rasakan. Yang gak akan ember dan gak akan menjudge kita. Kalau perlu, jangan ragu hubungi professional. (Ini konteksnya ke orang ya, kita sewaktu-waktu butuh orang yang dengerin kita kan?) Well, curhat gak salah kok, bunda. Setiap orang punya bebannya sendiri, setiap orang punya batas kemampuan toleransi rasa sakit. Itu manusiawi... Sekian