Kehilangan Ibu Saat Akan Menjadi Ibu #IBUJUARA

Kata orang, kehilangan seorang Ibu adalah kiamat kecil yang dirasakan dalam kehidupan seorang anak. Benar, kiamat kecil yang saya rasakan saat Ibu saya meninggal. Saat itu usia kehamilanku tepat 7 bulan, tepat 2 Minggu sebelum acara 7 bulanan, Ibuku jatuh sakit. Ibu mengalami stroke ringan. Sebelumnya kami kehilangan salah satu keluarga kami yaitu kakak sepupu saya yang masih muda dan meninggalkan seorang anak balita dan istrinya. Sebuah pukulan kesedihan pertama didalam keluarga kami. Tentu Ibu sebagai seorang bibi sangat sedih melihat situasi kondisi ini. Setelah meninggalnya kakak sepupu kami, Ayah saya sakit keras dalam waktu 3 Minggu, kala itu Ayah sangat kritis, bahkan untuk makan sudah tidak bisa. Mungkin ini yang membuat Ibu menjadi tertekan hingga terjadi penyumbatan di pembuluh darah otak dan Stroke. Sungguh cobaan datang bertubi tubi dalam keluarga kami. Saat itu saya juga LDR dengan suami yang harus berdinas selama 3 bulan untuk menjaga perbatasan NKRI. Dalam kondisi hamil tua yang seharusnya butuh support mental untuk persiapan melahirkan, saya harus merasakan kesedihan ini, sungguh sangat sulit bagi saya untuk tetap menjaga mental untuk tetap tenang.yang ada Sedih, hancur, bingung semuanya menjadi campur aduk. Begitu banyak rencana yang akan Ibu dan saya lakukan bersama. Mulai persiapan belanja bersama, membuat jamu pasca bersalin, mencuci baju, acara 7 bulanan dan lain lain. Tapi kini hanya tinggal cerita. Saat itu Ayah sudah sembuh, tapi Ibu akhir akhir itu sering cerita kalau sering sakit kepala dan badannya lelah. Kami berpikir mungkin Ibu hanya kelelahan, seperti biasa kami menyarankan Ibu untuk istirahat. Tepat 2 Juli 2020, Ibu stroke ringan, tangan dan kaki kirinya tiba² lemah dan tidak bisa digerakkan. Seketika kami semua kaget, saat itu juga saya langsung kompres hangat disekitar tangan dan kakinya. Sorenya tangan dan kakinya sedikit bisa digerakkan. Dalam hati ingin menangis melihat kondisi ini tapi saya selalu bilang ke baby saya dedek harus kuat ya, harus sehat, kuatkan mama, bantu mama merawat Oma, Ayuk bareng bareng berjuang,doain mama doain Oma. Kata kata ini yang selalu saya ucapkan saat saya sedang sendiri sambil menangis. Tanggal 3 Juli 2020 Ibu dibawa ke klinik dokter terdekat untuk berobat. Tapi hari demi hari kondisi Ibu semakin menurun. Ibu semakin lemah dan harus bedrest. Sangat teringat jelas saat ibu mengelus perut saya sambil berkata "Semoga Oma bisa ketemu kamu ya nak, bisa merawat, dan gendong. Doain Oma sembuh ya, Oma masih pengen sembuh" Bahkan masih terdengar jelas pesan pesan almarhumah untuk saya. Tanggal 5 Juli 2020 sore, Kesadaran Ibu menurun disitu saya bingung, di kondisi pandemi ini keluarga sangat tidak menyarankan untuk berobat di RS, dan ada juga amanat almahumah agar tidak membawa beliau ke RS apapun yang terjadi saat beliau sudah sakit. Bingung, cemas, takut, semua menjadi satu. cuma bisa nangis dan bingung. Kami keliling mencari pertolongan di beberapa klinik dokter dan satupun tidak ada yang mau menolong. Sungguh sangat terukir jelas bagaimana kondisi saat itu, Ayah dan saya keliling kesana kemari naik motor, dengan kondisi saya hamil besar. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang, dan menunggu kondisi Ibu membaik sambil saya mengompres Ibu, karena saat itu Ibu demam. Tanggal 6 Juli 2020, pagi itu saya langsung mencari dokter lagi untuk dimintai pertolongan, tapi tetap tidak ada yg mau menolong untuk melihat kondisi Ibu saya. Akhirnya saya menyerah, dan kami memutuskan untuk membawa Ibu ke RS. Saya pun bersiap untuk membawa beberapa pakaian dan keperluan untuk ke RS. Tapi... Tepat pukul 12.00 saat Ayah mengangkat menggendong Ibu untuk masuk mobil, Ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Kaget, sedih, hancur, semuanya campur aduk. Saya merasa gagal menjadi seorang putri yang baik, saya merasa gagal merawat Ibu. Belum sempat Ibu melihat cucu pertamanya, belum sempat Ibu menggendong cucu pertamanya, cuma bisa mengelus dari Luar. Mertua saya berada jauh di Ibu Kota, tentu dalam kondisi Pandemi ,beliau tidak bisa ke kota saya, karena kota saya Zona Hitam. Suami sedang berada ditengah Laut dan dalam perjalanan pulang dari dinasnya dan masih 1 Minggu lagi baru sampai. Cuma bayi didalam perut yang menjadi support saya untuk terus bangkit dan menjadi kuat. Semuanya kini saya harus mandiri sambil mengingat ingat pesan pesan Ibu selama saya hamil apa yang harus saya lakukan. Merawat bayi tanpa bimbingan langsung seorang Mertua dan Ibu, sungguh tantangan yang besar untuk saya. Menjadi sosok Ibu yang mandiri dan harus belajar dari Nol sendiri tanpa arahan darimanapun. Jadi bersyukurlah para Moms yang masih memiliki Ibu dan Ibu mertua yang ada disekitar kalian, yang menyayangi kalian dan membantu kalian menjadi sosok Ibu. Cintai Ibumu rindukan dia sayangi dia, karena Perpisahan yang paling menyakitkan adalah saat Maut yang memisahkan. Mau nangis jungkir balik tidak akan merubah takdir.🙂 #ibujuara #sadstory

Kehilangan Ibu Saat Akan Menjadi Ibu #IBUJUARA
42 Tanggapan
 profile icon
Tulis tanggapan

virtual hug buat bundanya.. 🥺🥺🤗🤗🤗🤗 tau banget rasanya di tinggalkan seorang ibu... tapi melihat posting ini aku merasa hancur banget krna mungkin aku ga bisa sekuat bundanya kalau di posisi bunda yang sedang hamil tapi di tinggal selamanya oleh seorang ibu. tetap kuat ya Bun 🤗🥰

3y ago

Terimakasiiih bunda supportnya 🤗 Rasanya nano nano bund, begitu banyak rencana didepan mata tapi tinggal kenangan saja. Sudah membayangkan baby digendong Ibu dll, tapi Allah punya takdir lain. 😊