Privacy PolicyCommunity GuidelinesSitemap HTML
Download our free app
Diva di rumah of 2 enerjik anak
Rumput tetangga kadang lebih hijau ya mom? Tapi, kenapa? Yuk baca tulisan saya ini 🙂
"Halo, namaku rumput tetangga. Aku jauh lebih hijau kan?" Ketika kita dihadapkan tantangan baru dalam hidup akan ada fase membandingkan dengan kehidupan lain, setelah melewati fase itu baru kita dapat menerima baik dan buruknya. Ketika di fase membandingkan itu banyak orang yang salah, membandingkannya itu membandingkan apa? Kebaikan atau keburukannya? Misal: Fase ketika kita baru menikah, akan banyak orang yang membandingkan rumah tangga kita dengan rumah tangga orang lain. Akan banyak wanita terlihat lebih cantik, lebih telaten ngurus anak dan suami, lebih seneng beberes, rasanya dari luar terlihat bahagia, menjadi wanita idaman para suami orang. Begitupun, banyak suami orang yang terlihat lebih memanjakan istri dan anaknya, lebih perhatian, lebih mapan. Terlihat gentleman untuk keluarga. Mungkin, bagi yang tidak kuat, kita akan terhasut istilah "rumput tetangga lebih hijau yah" mungkin memang benar rumputnya lebih hijau, tapi kita gak tau, si tetangga merawatnya bersama - sama, mungkin memberikan pupuk, memberikan tanaman-care, atau bahkan membeli bibit rumput yang kualitas premium? Dengan berpikir begitu, kita akan terus membandingkan dengan pasangan, sampai kita menuntut ke pasangan agar seperti orang lain diluar sana. Kebanyakan orang memang gampang menilai, tanpa tau usaha apa yang dilakukan untuk menjadi lebih hijau tersebut. Kuncinya emang mengaca diri, ketika kita terus membandingkan hidup dengan orang lain, telaah lagi, apa yang kita lakukan selama hidup. Misal: kok, anak orang lain gak pernah rewel ya? Daripada sibuk menerka, carilah akarnya, mungkin ayah dan ibunya kompak dalam mendidik dan menemani anak, sehingga anak merasa secure, merasa aman dan nyaman dengan begitu anak gak rewel. Memang begitu, kita akan menghadapi fase kehidupan yang baru yang emang belum kita alami sebelumnya, menikah punya anak. Orang akan rentan membanding-bandingkan hidup. Kuncinya, harus selalu bersyukur fokus ke kehidupan kita, fokus ke anak dan pasangan. Jika terus terganggu dan menganggap hal diluar sana lebih baik dari yang kita punya, maka analoginya, kita akan terus menghampiri jurang dan suatu saat nanti akan terjatuh. So, syukuri apa yang sekarang kita jalani. Jangan fokus membandingkan, tapi fokus membuatnya lebih baik lagi.
Postpartum depression
Postpartum Depression. Even, setengah-setengah ingin berbicara soal ini, khawatir banyak yang nyangka enggak-engga 😂 Tapi memberanikan diri, mengingat menurut survey 80% Ibu akan mengalami Baby Blues dan 20% lagi lanjut dengan Postpartum Depression. CMIIW Jadi memberanikan diri untuk terbuka, karena balik lagi manusia gak luput dari rasa sedih dan bahagia, jadi its oke, ini normal aja sih. Jangan anggap serius banget yah 😂 Di share karena mungkin ada beberapa Ibu yang diposisi sama dengan saya, atau persiapan untuk calon Ibu demi menghindari hal serupa dengan saya. Sharing is caring. Entahlah, berbulan-bulan lalu sempet kaget ada perubahan besar dari saya, otak gak berhenti mikir merenung juga hati gak tenang-tenang. Rasanya gatau apa yang dirasain. Terbelenggu, badan cape tapi gak bisa istirahat, lelah berkepanjangan, sedih, hilang arah, merasa kehilangan diri sendiri. Karena itu, punya anak 1 bayi dan 1 toddler masih tergantung ke Ibu. Rasanya 24 jam gak cukup, selalu hectic. Siang urus anak-anak malem harus kebangun nyusuin bayi. Gak ada waktu untuk diri sendiri, suami kebetulan sibuk, gak bisa banget titip anak cuma mau keluar sebentar tanpa mereka. Karena baby blues gejalanya hanya di rasakan beberapa minggu aja sesudah melahirkan, tapi kok ini panjanggggg banget. Makin hari makin suram, begitu aja keseharian saya, rasa ingin merefresh rutinitas makin gede, apa enak kali ya kerja lagi? Atau seenggaknya dikasih waktu untuk ngelakuin hal yang di suka? Atau keluar rumah tanpa anak? Kok susah banget buat saya. Dan terjadilah, depresi itu. Still fighting on it, makanya buibu harus banyak liburan tuh begitu yah, apalagi yang masih bergelut dengan passion semacam saya 😂 But, I promise I will be a winner. Mengingat waktu dengan anak itu sementara, oke mungkin kamu merasa tertinggal sekarang karena sehari-hari dengan anak tapi itu juga sama kamu sedang menumbuhkan kehidupan manusia. So, berbanggalah. Ketika kita merasakan tanda-tanda PPD jangan malu mengakui itu, agar kamu juga berjuang untuk sembuh, dan hubungi pihak ahli agar bisa membantu. ☺️ Rasa suram itu akan berlalu kok selama kamu berdamai dengan keadaan sekarang. Gak apa-apa.
Menikah bukan solusi untuk bahagia tetapi proses saling membahagiakan satu sama lain.
Porsi saling membahagiakan, membahagiakan diri sendiri dan membahagiakan orang lain. Gak sedikit orang yang mempertanyakan, apa menikah itu akan bahagia? Yups dulu sayapun selalu nanya begitu ke orang yang udah menikah. Jawabannya beragam, ada yang bilang engga, ada yang bilang gak selalu, ada yang bilang bahagia banget. Makin kesini makin ngeuh kalau mengejar menikah karena ingin bahagia, dia akan salah arah. Menikah itu proses kehidupan. Ada kalanya kita di bahagiakan ada kalanya kita membahagiakan. Dan semuanya harus seimbang. Gak bisa kita mencari kebahagiaan diri sendiri dan lupa memberikan kebahagiaan ke pasangan/ anak. Dan sebaliknya, terlalu memberikan kebahagiaan kepada pasangan/anak sehingga lupa diri sendiripun perlu bahagia. Karena self care yang berlebihan akan menjadi egois. Begitu juga simpati yang berlebihan akan menjadi keterpurukan. Jadi, menikah itu bukan untuk mencari bahagia tapi menyeimbangkan porsi bahagia, agar selalu hidup berdampingan dan ketergantungan satu sama lain.
Golden Age anak 🤗
Bund, pernah gak kepikiran kalau golden age anak menjadi basic inner child anak kelak? Sebagai orang tua tentu beda-beda cara ngurus anak yah. Ada yang gak tegaan, ada yang cuek, ada yang tipe manjain, bahkan ada yang keras, kasar, tegas dalam mendidik anak. Atau, ada orang tua yang egois atau mau berkorban/ memahami anak. Tau gak, itu semua kerja nya alam bawah sadar kita? Bagaimana kita mendidik anak sekarang adalah hasil dari bagaimana kepribadian kita di bentuk ketika kecil dulu. Atau suka gak keinget ketika kita di teriaki/ dimarahi dan gak sadar kita juga ngelakuin hal yang sama ke anak sekarang? Atau ketika anak ingin main tapi kita malah sibuk urus diri kita sendiri? Urus kerjaan, hobi, atau hal-hal yang bikin kita senang tanpa liat anak kita? Atau kita malah berkorban semua? Mendahulukan kesenangan anak? Tanpa sadar itu efek orang tua dulu mendidik kita. Dan hal yang sama akan dilakukan ketika kita mendidik anak kita. Jadi, untuk orang tua, berdamailah dengan inner child kita. Usahakan ingat-ingat dulu bagaimana orang tua mendidik kita, memang tidak mungkin sempurna tapi seenggaknya kalau kita tau kekurangan didikan dulu. Kita bisa perbaiki sekarang, untuk anak kita.