Waktu umur 8 tahun aku pernah jatuh ke dalam sumur sedalam 10 meter. Waktu itu siang hari yang terik, ada acara di desa sebelah. Aku dan teman-teman juga kesana menonton tarian teledek. Tarian teledek itu semacam tarian tradisional yang ditarikan oleh perempuan paruh baya yang memakai kemben dan sanggul. Mereka menari diiringi kendang. Desa itu memang rutin mengadakan acara tersebut. Ketika tiba waktu ashar aku dan teman-teman pulang tapi kami sengaja lewat jalan pintas yaitu menyeberang sungai kecil dibalik bukit. Sesampainya di rumah aku langsung bersiap mandi di sumur. Sumur kami ada dibelakang rumah. Dulu kami belum punya pompa air jadi harus menimba dengan tali katrol dan ember. Temanku sudah mandi di dalam kamar mandi sedangkan aku masih menimba. Waktu itu bibir sumur masih sedadaku. Jadi aku sedikit berjinjit kalau menarik ember berisi air. Nah, aku terpeleset karena lantai licin. Jadilah aku terjatuh ke dalam sumur. Semua orang heboh berteriak. Nenekku yang juga mau mandi berteriak dan memegangi tali timba. Aku sudah kecebur sampai ke dalam. Rasanya seperti melayang dan lupa pada apa yang baru saja terjadi. Alhamdulillah aku kembali tersadar dan memegang tali timba kembali kemudian keluar dari air. Diatas sudah ada bapak, kakek, Simbah, dan tetangga yang berusaha menarik diriku dengan bantuan tali timba yang kupegang erat. Simbah pergi mencari tangga. Ketika aku sudah sampai diatas dan hendak meraih tangan bapakku. Aku terpeleset lagi ke bawah karena tanganku licin. Akhirnya aku sampai diember lalu aku memasukkan kakiku ke dalam ember. Bapak menarik tali lagi dan aku pun sampai diatas dan ditarik oleh bapak dan kakek. Aku basah kuyup, keningku benjol mungkin terbentur dinding sumur. Aku tidak berpikir tentang apapun saat itu. Aku tidak berteriak meminta tolong. Aku tidak menangis. Justru temanku yang tadi mandi di kamar mandi yang menangis sampai magrib. Aku ingat harus kembali lagi. Itulah salah satu cerita masa kecilku yang nggak pernah aku lupakan. #MasaKecilTAP
Read moreTahun lalu aku, suami dan anakku lebaran di hotel tempat suami bekerja. Waktu itu baru awal pandemi dan selama tiga bulan suami jaga hotel. Jadilah lebaran tahun lalu bersembunyi di dalam hotel. Tahun ini aku dan anak sengaja mudik ke kampung halaman lebih dulu berharap bisa lebaran di rumah orangtua. Semoga saja suami bisa mudik sejenak dari rutinitas karyawannya. Walau tidak akan bisa ramai seperti tahun-tahun yang dulu saat lebaran tapi paling tidak bisa membersamai orangtua itu sudah cukup membahagiakan. Hari pertama lebaran aku berencana berada di rumah mertua, bagaimanapun suami harus didahulukan. Lagi pula, lebaran di keluargaku biasanya ramai di hari kedua. Berbeda dengan desa mertua, hari kedua sudah sepi. Aku sudah berencana mau masak opor ayam telur, sambal goreng hati dan juga nasi lontong. Selama ini belum pernah membuat menu ini ketika lebaran. Suami pernah minta tapi tidak diterima oleh ibu mertua. Kali ini aku ingin membuatkannya. Pasti segar ditambah dengan sayuran hijau yang direbus juga ditemani buah-buahan segar. Biasanya jika normal tidak pandemi kami akan berkeliling kampung dan ke saudara yang dituakan. Kali ini aku tidak berencana demikian, karena sedang pandemi dan aku sedang hamil. Kehamilan kali ini harus hati-hati sekali jadi tidak ingin kelelahan. Ini tahun kedelapan pernikahan aku dan suami. Lebaran kedelapan kami. Nanti ketik ke rumah ibu bapakku, aku ingin masak ayam suwir pedas untuk mereka. Mereka pecinta pedas dan rasa asin. Semoga lebaran tahun ini semua sehat dan bahagia ya. #LebaranKeluargaTAP #GebyarHadiahManTAP
Read moreHamil kali ini sebenarnya nggak banyak permintaan sebab dari awal hamil nggak nafsu makan, sering mual muntah dan badannya lemas sekali. Tiap makan sesuatu nggak lama keluar lagi. Kemarin kondisi tinggal di Semarang, aslinya belum boleh balik ke Klaten tapi takut nggak bisa balik pas lebaran jadi paksa pulang deh. Pas kondisi badan juga baik. Cuma nih cuma banget loh aslinya, dari pas di Semarang rasanya ingin sekali makan nasi "gudangan" dan tempe goreng dari Mbah Sarwo. Nasi gudangan itu nasi sayur berbumbu kelapa parut yang gurih. Bukan yang berbumbu merah pedas. Kalau di daerahku bumbunya gurih dan berwarna putih. Nah, kenapa Mbah Sarwo? Aku juga nggak ngerti mungkin karena dari kecil tiap beli sarapan disitu jadinya keinget. Padahal masakannya ya biasa saja sekarang. Mungkin karena masih awet pakai tungku kayu jadi gorengan tempenya jadi beda dari yang lain. Eh, ini giliran sudah di Klaten sudah mepet mau puasa tadi beli malah nggak buat gudangan. Bingung deh nih. Ibuku ikutan kecewa, padahal ngidamnya "Sego gudang". #CeritaNgidamTAP #segogudang
Read moreNgidam Puyuh Anak Aktif Banget
Pertama kali hamil, berasa banget doyan makan walau sering muntah dan mual. Mulai dari ingin makan kedondong sampai burung puyuh. Suami antusias banget waktu itu, sampai muter-muter nyari tukang rujak dan tukang buah buat nyari kedondong. Lumayan sulit juga nyari kedondong di Jakarta. Sampai dikirimi satu kardus buah kedondong sama mertua yang ada di Klaten. Ngidam yang kedua nih ngidam burung puyuh. Suami sampai nanya-nanya ke teman kerja, malah teman kerjanya yang semangat banget buat belikan burung puyuh hidup ke pasar burung. Dia juga yang motong dan masak burung puyuh itu. Sampai di aku tinggal goreng saja. Eh, pas banget aku juga sudah pesan ke tukang sayur yang biasa lewat burung puyuh yang tinggal goreng. Suami pas pulang kerja sampai bengong. "Loh, ini aku bawakan puyuh juga." Aku tersenyum saja. Jadilah burung puyuhnya banyak. Alhamdulillah... Sekarang jadi keinget banget anakku aktif banget, ayahnya selalu bilang "ini gara-gara ngidam burung puyuh sih. Anaknya nggak bisa diem." #CeritaNgidamTAP
Read more