Suami memiliki hutang
Saya dan suami sama-sama bekerja. Suatu hari saya dihubungi oleh teman SMA saya jika suami saya berhutang padanya dengan nominal yang cukup besar menurut saya. Bak seperti disambar petir di siang bolong. Selama ini saya hidup pakai uang saya sendiri. Makan, keperluan bulanan, bayar ART, bayar listrik, bensin, pulsa, paket data dll... semua pakai biaya saya. Bahkan untuk kontrol ke dokter anak (waktu saya hamil) saya menggunakan uang pribadi saya. Kenapa suami punya hutang? Usut punya usut ternyata suami saya tertipu rekannya untuk membuka usaha bersama. Tapi, hal yang paling tidak saya sukai...kenapa dia harus diam-diam saja? Tidak cerita pada saya, saya tidak dinafkahi, malah justru utang sana sini dan pada akhirnya saya yang kena tagih...dan saya jadi malu sekali. Okelah saya maafkan. Lalu kami buat daftar orang-orang tempat suami saya berhutang. Saya juga ikut membantu karena saya pikir...ya sudahlah. Bismillah semoga kami diberi kelancaran rejeki. Kemudian ada kabar suami mendapatkan bonus yang menurut kami sangat lumayan. Saya sudah bilang ke suami untuk menyegerakan membayar hutang. Karena saya tidak ingin menunda hak-hak orang baik yang sudah meminjami kami uang. Tapi...ternyata setengah dari bonus tersebut justru dimasukkan ke deposito yang antah berantah... dan raib. Saya lemas bukan kepalang. Kenapa dia seperti itu? Saya coba memaafkan. Suatu saat, saya mengecek handphone dia lalu ada chat yang berasal dari bapak mertua jika beliau mentransfer dengan nominal besar. Astaghfirullah apa lagi ini. Saya sumpah demi Allah kecewa bukan main, merasa terkhianati sekali. Kenapa bisa-bisanya suami saya justru cerita kepada bapak mertua, ibu mertua, kakak ipar, adik ipar, dan temannya...sementara dia diam di hadapan saya. Saya juga kesal dengan keluarga suami yang selalu diam dan menutupi, namun pada akhirnya saya yang berusaha membereskan semuanya dengan keadaan terseok-seok. Saya coba memaafkan lagi. Setiap tanggal gajiannya, saya selalu tanya. "Uang aman kan?" "Aman" Tapi hal tersebut terulang kembali. Saya kena tagih lagi. Padahal kami berjanji hendak mengambil rumah bersama, tapi apa? Rekening gajinya kosong. Lemas saya. Yang ada malah saya kena tagih lagi dan deretan hutang semakin banyak. Sumpah saya merasa sangat malu untuk berhutang. Tapi malah justru suami saya seperti ini. Saya berusaha untuk keep semua permasalahan keluarga kami, khususnya kepada orang tua saya. Saya takut jika nanti pandangan orang tua saya terhadap suami saya menjadi negatif. Jadi saya harus cerita kepada siapa? Rasanya ingin meledak. Pada akhirnya saya memberanikan diri untuk chat mertua saya terkait anaknya yang suka berhutang. Mertua tahu ceritanya, namun menyembunyikan semuanya dari saya. Sumpah demi Allah saya masih marah dan sakit hari kepada keluarga dari suami saya karena saya merasa dibohongi, dll. Pada akhirnya saya dan anak saya yang terkena imbasnya, mimpi kami terbunuh. Saya ada keinginan untuk mengumrohkan semua orang tua (mertua dan orangtua), mengecek kesehatan mereka, menyekolahkan anak saya dengan baik, membantu pendidikan adik-adik saya...tapi semua terbunuh...mimpi-mimpi saya.... Lelah sekali.
mama dari 1 jagoan gemoy