Kisah persalinanku #IBUJUARA

Ini adalah kehamilan pertamaku. Pada hari jumat, 7 agustus 2020 usia kehamilanku 38 week 6 day. Hari itu aku belum merasakan tanda-tanda cinta dari si dedek sehingga aku masih santai dan malamnya aku tiba-tiba ingin berfoto dengan suami karena kami memang belum foto maternity. Akhirnya pukul 21.00 kami foto seadanya dirumah.  Kemudian, dini hari pukul 04.15, aku terbangun. Aku merasa seperti ada yang pecah di dalam perutku. Kalau diibaratkan seperti plastik berisi air yang pecah "pyoh". Rasa tersebut diiringi dengan aliran air yang cukup banyak. Aku membangunkan suami dan berkata bahwa ketubanku mungkin pecah. Aku bangun dan berdiri di lantai, rasanya seperti mau bak dan kubiarkan saja di lantai. Kebetulan aku belum jadi beli kertas lakmus sehingga tidak dapat mengecek apakah cairan itu ketuban atau bukan. Awalnya suami mengira kalau aku hanya buang air kecil karena cairan di lantai berwarna kuning dan berbau seperti bak pada umumnya. Aku sedikit tenang, tapi lama kelamaan keluar cairan terus menerus dari jalan lahir. Suami yang mulanya santai jadi ikutan panik. Akhirnya, aku dibawa ke RS. Sesampainya di RS, aku diperiksa dan memang betul ketubanku pecah. Perawat bilang kepala bayinya masih tinggi dan belum ada pembukaan. Akupun juga belum merasakan kontraksi apapun. Dikarenakan adanya pandemi corona, penunggu pasien hanya diperbolehkan satu orang yaitu suamiku saja. Setelah suamiku menyelesaikan administrasi, aku dipindah ke ruang bersalin. Perawat memintaku untuk tidak banyak bergerak karena ketubanku terus rembes. Tiap 2 jam perawat selalu memeriksa pembukaanku dan denyut jantung bayi. Pada pukul 10.00 aku mulai merasakan kontraksi tapi tidak intens. Setelah dicek baru pembukaan satu. Dokter mengunjungiku pada pukul 13.00, setelah dicek pembukaanku juga masih tetap sama. Selang beberapa jam kemudian dokter memeriksa keadaanku lagi, dan pembukaanku tidak bertambah. Akhirnya pada pukul 19.00 dokter menyarankan untuk dilakukan induksi. Suamiku langsung menyetujuinya. Tak lama kemudian perawat datang dan menyuntikan obat ke infusku. Setelah itu aku merasakan tanda cinta datang secara terus menerus. Pukul 21.00, aku merasa ingin buang air besar dan sudah tidak kuat rasanya. Perawat kemudian memeriksaku dan ternyata baru pembukaan 4. Setengah jam kemudian aku meminta suami untuk memanggilkan perawat karena rasa nikmat itu sudah tak dapat lagi kutahan, entah faktor diinduksi atau faktor ketubanku yang lama-lama berkurang. Perawat datang dan setelah dicek ternyata baru bukaan 5. Ia memintaku untuk menunggu bukaan lengkap. Aku merengek kepada suami, kalau aku sudah tidak tahan. Suami kemudian keluar mencari perawat dan kebetulan dokternya juga pas lagi di sana kata suami. Akhirnya perawat datang membawa kursi roda untukku dan memindahkan ke meja bersalin. Aku ditangani satu dokter dan beberapa perawat. Ketika gelombang cinta datang aku diminta untuk mengejan yang ternyata teknik mengejanku salah. Ilmu yang telah kupelajari ketika hamil rontok semua. Setelah berkali-kali mengejan dan sempat berhenti untuk minum akhirnya bayiku lahir pada pukul 22.15 wib. Rasanya lega seketika. Ketika baru lahir, bayiku tidak langsung menangis. Aku sempat bingung dan takut. Untungnya tak lama kemudian bayiku dapat menangis. Aku menangis terharu. Kuabaikan rasa sakit dijahit yang kuyakin banyak sekali robekannya karena aku merasa dokter menambahkan jalan lahir juga. Kupikir perjuanganku sampai disini. Ternyata tidak. Aku sempat melakukan IMD tapi cuma sebentar dan bayiku belum mampu menemukan PD ku. Setelah selesai semuanya, aku dipindahkan ke ruang rawat biasa. Di Ruang rawat ini, penunggu diperbolehkan dua orang. Waktu itu yang menunggu suami dan ibu mertuaku. Sekitar pukul 10.00 wib, perawat datang menyerahkan bayiku untuk disusui. Perawat tersebut ramah sekali. Ia memberiku contoh cara menyusui yang benar akan tetapi bayiku tidak dapat menyusu karena puting datar dan bentuknya seperti terbelah. Akhirnya aku diminta untuk belajar menyusui pelan-pelan dan memintaku untuk menyusui. Aku sudah merasa bersalah karena belum bisa menyusui, asiku juga belum keluar dan bayiku mulai menangis terus. Tak lama kemudian dokter anak mengunjungiku dan menanyakan perihal menyusui. Ketika aku bilang belum dapat menyusui, dokter seolah olah memojokkanku karena tidak menarik narik puting ketika usia kehamilan sekitar 7 bulanan (padahal aku juga sudah usaha menarik nariknya ketika mandi namun tidak setiap hari). Ia menyarankan menggunakan puting sambung. Akhirnya suami membelikannya. Setelah dicoba hasilnya tetap sama, bayiku tetap tidak dapat menyusu. Ibu mertuaku menyarankan untuk menggunakan pompa asi. Pertama kali menggunakannya rasanya sakit. Payudaraku juga lecet. Tapi membuahkan hasil, asiku keluar sedikit yang kemudian diberikan ke bayi dengan media sendok. Malamnya gantian ibuku sendiri dan suamiku yang menjagaku. Alhamdulillah bayiku lama lama dapat menyusu walaupun perlekatannya sangat susah.  Keesokan harinya aku sudah diperbolehkan pulang. Kukira perjuanganku berakhir. Ternyata belum. Dirumah banyak sekali tetangga yang menjenguk. Berbagai macam saran dan komentar aku dapatkan termasuk mitos mitos pasca lahiran. Aku mulai merasa ada yang tidak beres dengan diriku. Aku tiba tiba merasa sedih dengan kehadiran bayiku. Aku takut jika ada yang menjenguk. Aku takut mendengar apa yang akan mereka katakan tentang bayiku. Aku merasa tertekan jika banyak orang menjenguk. Pada hari rabu, 12 agustus 2020, aku merasa bayiku demam. Ibuku juga merasakan hal yang sama. Kemudian kucek suhunya 37,3°. Malamnya bayiku tertidur pulas sekali, padahal malam sebelumnya sering bangun dan menangis. Aku dan suamiku cemas sekali karena ku bangunkan untuk menyusu tetapi tidak bangun juga. Bayiku terlihat lemas. Kulihat denyut jantungnya masih ada. Keesokan harinya, bertepatan dengan jadwal kontrol untuk bayiku. Aku, suami, ibu mertua dan kakak iparku membawa bayiku kontrol ke rumah sakit. Aku merasa takut, aku merasa bayiku kuning. Setelah diperiksa dan diambil darah untuk cek lab ternyata benar, bayiku kuning. Kadar bilirubinnya 18. Bayiku harus dirawat 3 hari 3 malam di ruang intensif untuk fototerapi. Aku hanya terdiam, aku sangat takut, ingin menangis, aku pasrah, aku bahkan mendiamkan ibu mertua ku yang terus terusan bilang kuning karena tidak dijemur, kurang asi dll. Yang tadinya niat kontrol ternyata harus rawat inap. Aku dan suami tidak pulang. Kami standby di rumah sakit. Di Ruang intensif, hanya ibunya, yaitu aku yang diperbolehkan masuk. Suamiku tak dapat masuk, hanya bisa menunggu diluar. Kulihat bayiku hanya memakai diapers, matanya ditutup yang terlihat hanya dahi, lubang hidung, dan bibir. Ia menangis dengan keras saat matanya ditutup. Ku kuatkan mentalku. Kalau aku menangis, aku tau bahwa bayiku akan menjadi semakin rewel. Kususui bayiku untuk meredakan tangisnya. Setelah tenang kuletakkan di box untuk disinar. Kemudian aku keluar ruangan. Kutemui suamiku. Kulihat matanya merah. Aku yakin dia menangis. Tak dapat kubendung air mataku. Aku menangis untuk melegakan hatiku. Tanpa orang lain mengatakan bayiku kuning karena kurang asi, aku sebagai ibunya juga tau, aku juga merasa bersalah, aku juga merasa kecewa, aku marah terhadap diriku sendiri. Untungnya suamiku mendapat izin kerja sehingga bisa menemaniku walaupun hanya menunggu diluar. Keperluanku selama dirumah sakit selalu diantarkan oleh mertuaku dan orang tuaku secara bergantian sehingga aku tidak perlu pulang. Di Sebelah ruang intensif tersedia ruang tunggu untuk ibu-ibu yang bayinya dirawat diruang intensif tersebut. Akan tetapi, ruangannya sudah penuh sehingga aku tidur bersama suami kursi tunggu. Ketika bayiku menangis atau waktunya menyusui tiap 2 jam sekali, perawat akan memanggilku melalui loudspeaker. Ada hikmahnya juga bayiku dirawat, mengganti popok, menenangkan bayiku, menggendongnya, menyusuinya, meletakkan ke tempat tidurnya, semua aku melakukan sendiri sehingga aku menjadi terbiasa. Aku merasa lebih tenang. Aku merasa punya waktu berdua dengan bayiku. Ketika sudah tiga hari tiga malam, bayiku diambil darahnya untuk dicek lab. Aku berkemas kemas untuk pulang, bayiku juga sudah tidak disinar dan sudah siap untuk pulang, tinggal menunggu acc dokter.  Tak lama kemudian, aku dipanggil perawat, mereka menjelaskan bahwa bayiku tidak diizinkan dokter untuk pulang karena kadar bilirubinnya masih 12 yang artinya dalam sehari semalam yang ditargetkan mampu turun 3, tapi bayiku hanya turun 2. Perawat menyarankan agar aku menggunakan dot, sehingga tidak sering membawa bayi keluar dari box sinar dan diharapkan kadar bilirubinnya turun dengan optimal. Aku lagi lagi kecewa. Bayiku yang tadinya sudah dipakaikan baju dan tutup matanya telah dibuka, kini matanya harus ditutup lagi. Barang barang yang tadinya sudah kubereskan, kuletakkan pada tempat semula lagi. Ku beritahu suami jika belum diperbolehkan pulang. Kemudian kupersiapkan dot dan alat pumping. Hasil pumping ternyata sangat sedikit, hanya membasahi botol susu. Aku marah dengan diriku sendiri, aku mendiamkan suamiku, apapun yang dilakukannya selalu salah di mataku saat itu. Kebetulan hari itu ada pasien yang diperbolehkan keluar, sehingga tempat tidur di ruang tunggu khusus ibu dapat aku gunakan. Setelah sempat tidur beberapa saat, ku coba pumping lagi dan hasilnya lumayan. Aku segera masuk dan mencoba nya untuk bayiku. Awalnya ia mau menyusu dengan dot. Untuk yang kedua, ketiga dan seterusnya ia menolak menyusu. Bahkan kucoba menyusu langsung denganku, daya hisapnya sudah tak seperti biasanya Aku langsung menduga bayiku bingung puting. Ya, Allah cobaan apalagi ini.  Aku keluar ruangan. Kuceritakan pada suami. Dia menenangkanku. Ku Tenangkan diriku. Kucoba untuk menguatkan diriku sembari mencari jalan keluar dengan searching di google. Kemudian aku masuk kembali ke ruang intensif. Aku mencoba menyusuinya. Lebih ku telateni dan ku bisikkan kalimat kalimat indah ke telinganya. Alhamdulillah lama kelamaan bayiku mau menyusu kembali. Mulai saat itu, aku tidak memakaikan dot lagi ke bayiku.  Setelah sehari semalam, bayiku di cek darah lagi dan hasil kadar bilirubinnya 10,82. Dokter juga mengizinkan pulang.  Demikian kisah persalinanku. Terimakasih bagi bunda-bunda yang bersedia membaca. 

Kisah persalinanku #IBUJUARA
1 Tanggapan
 profile icon
Tulis tanggapan

Terharu baca perjuangan bunda, semoga selalu sehat ya bunda dan keluarga. Semoga dengan cerita ini banyak orang yang membaca dan bisa mengerti garis besar perasaan dan kondisi seorang ibu yang baru melahirkan sehingga bisa saling menguatkan bukan malah menambahkan kata-kata yang mungkin memberi efek tertekan dan semacamnya.

Baca lagi
4y ago

Terimakasih bunda, sudah membaca Aamiin. Semoga keluarga bunda juga selalu sehat. Aamiin