Bunda2, semoga berkenan membaca cerita yang berdasarkan pengalaman saya pribadi.
Sebagian dari kita mungkin ada yang pernah juga merasakan. Sejak kita memasuki masa kehamilan mulai dari TM1 bukan saja menguras energi karena morning sickness atau keluhan lainnya, tapi juga perubahan emosional yang begitu drastis. Hari ini kita bisa happy2 aja, besok belum tentu, bisa jadi malah sensitif yang kadang hanya terpicu oleh hal sepele. Sampai pasca melahirkan pun begitu. Apalagi jika menyangkut kondisi anak yang disinggung2. Jelas2 kondisi fisik kita masih lemah, sakit, tapi suka ada aja yang memicu emosi kita jadi panas. Stres pun sulit dihindarkan.
Nah termasuk omongan usil orang2 di sekitar kita. Jadi begini...
Saya melahirkan anak pertama yang saat ini berusia 18 bulan di tempat orangtua saya. Selama hamil saya ikut suami di lain provinsi. Mempertimbangkan ingin melahirkan di tempat orangtua karena dirasa akan sangat membantu pasca melahirkan, secara fisik maupun psikis. Suami pun memaklumi dan menyepakatinya.
12 hari setelah anak saya lahir, warna kulitnya cenderung kuning. Saya bolak balik ke bidan tempat dimana saya bersalin untuk memeriksakannya. Saran dari bidan untuk lebih sering disusui dan dijemur setiap pagi. Padahal saya merasa anak saya sering menyusu setiap 2 jam sekali dengan rata2 durasi menyusu sekitar setengah jam. Alhamdulillah ASI saya juga banyak. Juga setiap pagi dijemur sekitar 15 menit. Karena Saran dari bidan tersebut, Maka saya persering lagi menyusui anak saya, intensitasnya menjadi 1 jam sekali. Dijemur pun menjadi 30 menit. Meski mungkin khawatir juga ada masalah dengan kesehatan anak saya yang kuningnya tak kunjung mereda, ibu saya terus mensupport. Membantu menjemurkan cucunya, memasakkan makanan yang dipercaya menjadi ASI booster, membantu memperbaiki posisi menyusui yang mungkin salah sehingga anak saya masih kurang ASI lalu tubuhnya menjadi kuning. Di saat seperti itu, ada tetangga yang melihat anak saya sambil nyeletuk, "kok bayinya kuning sih? Emang ga dijemur? Atau ASI nya jelek kali!". Spontan ibu saya jawab, "udah gue garang!". Bunda tau maksudnya? Digarang itu ditaruh di atas perapian. Ibu saya bilang begitu saking kesalnya sama omongan tetangga usil ini ? mungkin di pikiran ibu saya, ga usahlah sok ngajarin, anaknya ada 6 dan terbiasa mengurus bayi baru lahir seperti cucunya ini. Saya yang menyaksikan "adegan" tadi ikut emosi juga, tapi saya diam.
Di hari ke 14 kondisi anak saya tak kunjung menunjukkan tanda perubahan membaik. Beberapa artikel yang membahas bayi kuning via google cukup memberi arahan yang jelas. Oke, saatnya ke RS. Walaupun sangat berharap anak saya baik2 saja dan bisa dirawat di rumah, namun saya sudah mempersiapkan mental dan sudah berpikir segala kemungkinan anak saya akan diberi tindakan apa sebelum berangkat ke RS.
Benar saja setelah melalui tes darah, menunjukkan bahwa kadar bilirubin anak saya tinggi. Jaundice namanya, atau yang lebih kita kenal bayi kuning. *Silahkan lebih lengkapnya bunda2 bisa googling.*
Dokternya bilang, tidak semua kasus jaundice ini bisa dikendalikan dengan sinar matahari (dijemur) dan banyak disusui saja. Sehingga perlu penanganan lebih yaitu dengan terapi sinar biru (blue light). Yang lebih mengagetkan saya adalah kadar bilirubin anak saya ini paling tinggi sepanjang belasan tahun pengalaman dokternya menangani bayi kuning. Kata dokternya, anak saya kuat karena biasanya ada yang sampai kejang2. Saya masih harus bersyukur untuk ini ?
Sedih pasti. Setiap malam harus meninggalkan anak yang baru 2 minggu lahir, padahal biasanya ada di samping tidur bersama. Hanya pagi sampai sore saja saya diperbolehkan ke RS dengan ditemani ibu atau ayah saya. Sebab suami hanya bisa menemani di minggu pertama pasca melahirkan.
Di hari2 itu sempat diserang baby blues, tapi saya bertekad untuk selalu berpikir dan bersikap positif, agar tidak mempengaruhi produksi ASI. Karena anak saya sedang sangat membutuhkan ASI lebih banyak lagi karena efek dari blue light. Menyusui secara langsung sangat dibatasi agar anak saya tetap dalam perawatan dan pengawasan medis. Jadi saya terus pumping di RS maupun di rumah.
Di sela-sela ayah saya menemani saya di RS, usai sholat ashar di mushola ayah mengobrol dengan seorang bapak paruh baya. Mereka saling bertukar cerita tentang siapa yang sedang dirawat di RS. begitu ayah saya menceritakan kondisi cucunya, si bapak memberi tanggapan yang kurang mengenakan. "Maaf maaf nih ya pak, kalau cucu bapak sakit kuning begitu, kayaknya anak bapak pas lagi hamil kurang gizi". Ampuuunn deh pak, tanggapannya ga berdasar banget. Saya sejak mengetahui hamil, saya sangat memperhatikan asupan nutrisi setiap harinya, memeriksakan kandungan secara rutin dan tidak ada dokter ataupun bidan yang mengatakan bahwa saya kekurangan gizi ketika hamil, alhamdulillah tidak ada keluhan yang berarti. Karena ayah saya merasa disinggung oleh si bapak, Maka yang ada di dalam pikirannya, suami saya kurang bertanggungjawab dalam memperhatikan saya ketika hamil. Apalagi ini menyangkut cucu pertamanya, jelas ada pikiran buruk terbersit karena terpengaruh oleh omongan yang tidak jelas.
Nah kan, jangankan menyinggung langsung ibu hamil atau yang baru melahirkan. Menyinggung perasaan orang yang menjadi support systemnya saja berdampak buruk. Baru saja dilingkupi kebahagiaan karena dikarunia anggota baru dalam keluarganya, eh sengaja atau tidak lidah mencederai kebahagiaan orang lain. Agaknya kita memang perlu melatih lisan kita untuk memfilter apa2 yang ada di benak/pikiran kita, agar yang keluar jadi perkataan positif, yang memberi kesenangan bagi yang mendengar.
Oh ya, jadi ingat ? tetangga yang menyinggung soal ga dijemur itu, pas anak ke 3 nya lahir, qadarullah mengalami jaundice juga. Saya yang mendapat kabar tersebut jadi refleksi, "Allah tuh kalau ngasih pelajaran kadang ingin hambaNya mengalaminya secara langsung".
Btw, alhamdulillah setelah 4 hari menjalani perawatan anak saya mengalami kondisi yang jauh lebih baik dan sudah bisa dibawa pulang ke rumah. Otomatois rasa bahagia kembali hadir dalam pelukan langsung.
Gitu aja ya bunda2. Semoga ada faedahnya dan kita dilindungi dari julid julid club. Hehe..
Dini Fitrah