Budaya patrilineal yang kebanyakan dianut oleh orang Indonesia turut mempengaruhi peranan antar pria dan wanita di dalam rumah tangga. Banyak yang beranggapan tugas suami adalah mencari nafkah dan tugas istri mengurus pekerjaan rumah tangga. Kecenderungan seperti ini menyebabkan timbulnya stigma pada seorang istri/ibu yang harus selalu sempurna di dalam urusan rumah. Masak makanan harus enak, rumah harus bersih dan rapi, anak-anak sehat dan gemuk. Tuntutan untuk tampil sempurna ini juga berlaku bagi seorang ibu. Semua hal dibandingkan. Lahiran normal vs lahiran caesar. ASI vs Sufor. working Mom vs Full Time Mom. sementara setiap ibu punya pilihan dan pertimbangan sendiri. kita sepakat semua ibu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. tapi kenapa jika caranya berbeda, banyak dr kita yang menyalahkan/ mempermalukan a.k.a Mom Shaming? apalagi ucapan-ucapan tersebut kebanyakan berasal dari sesama wanita juga. Kok anaknya kurus sih? Kok badan kamu melar setelah lahiran? Kok lahirannya caesar sih nggak kuat ya? Kok Sufor sih kayak anak sapi aja. Stop please stop! Ucapan seperti ini sungguh menyakiti seorang ibu, terutama yg baru melahirkan yang masih beradaptasi dengan peranan barunya. Jangan sampai ucapan kita berdampak negatif kepadanya. Justru marilah kita merangkul semua ibu yang sudah berusaha keras bagi keluarganya masing-masing. Kita tidak tahu seberapa hebat perjuangan dan kesabaran mereka. Memberi saran boleh tapi jangan sampai menggurui apalagi membully. Women support women, right? Dan kepada suami dukunglah istri kalian dengan segala keadaan dan pilihannya. Bahkan ketika banyak orang menekannya kalianlah yang berada di garda terdepan untuk melindunginya Jangan menyerahkan seluruh urusan anak dan rumah kepada istri. Istri tetaplah manusia biasa yang tidak sempurna dan terkadang lelah. Bukankah kalian hadir untuk menyempurnakannya? :) #vipcontentcreator #theAsianparentid #seriusnanya #bantusharing #pleasehelp #ingintahu #firstbaby
Read more
Di usia pernikahan yang kedua bulan, Januari 2020 aku hamil. aku dan suami senang sekali. Selama 2 bln pertama kehamilan kami rutin kontrol ke dokter kandunganku di RS Cikini. Lalu maret 2020 datanglah covid19. Aku dan suami jd takut ke RS dan akhirnya aku absen kontrol kandungan, hanya komunikasi lewat WA dengan dokter kandungan. selama itu, aku ngerasain morning sickness yang parah. Setiap makanan yang masuk dimuntahin lagi. Untungnya setelah usia kandungan 5 bulan morning sicknessnya mereda. Akhirnya kami memberanikan diri kontrol di usia kandungan yg ke-7 bulan. Kata dokter kalau bayi aku kecil, setelah test darah baru ketahuan ternyata aku ada pengentalan darah. sesuai saran dokter, aku suntik heparin 2x sehari di perut. Aku menjalaninya dengan sabar yang penting bayiku sehat dan bisa berkembang. Setelah banyak pertimbangan, aku memutuskan untuk melahirkan secara SC (sesctio) di usia kehamilan 38 minggu. Di usia kehamilan 37 minggu aku Swab sebagai persyaratan RS melakukan Operasi Caesar. Kami sangat kaget karna hasilnya positif padahal selama ini kami di rumah terus dan jaga-jaga dari Covid. Aku berusaha tabah. Kami lalu mencari RS rujukan untuk melahirkan SC dgn kondisi pasien positif Covid setelah 3 hari barulah ada jawaban dr RS Persahabatan karena memang Semua RS penuh dengan pasien Covid. Akhirnya aku melahirkan darurat disana demi keselamatanku dan bayiku. Aku melahirkan seorang diri di RS dan isoman selama 40 hari. Aku baru ketemu bayiku setelah 40 hari, setelah dinyatakakn negatif. Hal yang sangat berat adalah tidka bisa bertemu dengan buah hatiku karna takut menularkan virusnya. Semua pengalaman ini luar biasa menguras fisik, emosi dan jiwaku. Tapi sekarang, saat aku melihat lucu dan sehatnya anakku, semua rasa sakit itu hilang. Aku berharap semua ibu hamil di luar sana selalu sehat dan bahagia karena kalian begitu berharga bagi anak- anak kalian. thank you! #CeritaKehamilanTAP
Read more