Hukum Darah yang Keluar Sebelum Melahirkan
Darah yang Keluar Sebelum Melahirkan Jika keluar cairan atau darah sebelum melahirkan, apakah masih wajib shalat? Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Apabila keluar cairan sebelum proses persalinan, apakah tetap wajib shalat? Kewajiban shalat dalam hal ini tergantung apakah dia mengalami nifas atau tidak. Jika dia mengalami nifas, tidak boleh shalat. Sebaliknya, jika tidak nifas, maka wajib shalat. Untuk mengetahui apakah darah yang keluar itu terhitung nifas atau tidak, kita simak penjelasan para ulama berikut ini, Ada 2 cairan yang keluar menjelang proses persalinan, Pertama, cairan bening atau semua cairan selain darah Wanita yang mengeluarkan cairan selain darah, menjelang persalinan, seperti ketuban pecah, atau rembes, tidak dihukumi sebagai nifas. Karena nifas bentuknya darah. Sementara cairan ini bukan darah. Mengenai hukum cairan ini, para ulama menggolongkannya sebagai ifrazat (keputihan). Yaitu lendir yang umumnya bening, keluar dari organ reproduksi wanita, selain madzi dan mani. Para ulama menjelaskan hukum keputihan (ifrazat) sebagaimana ruthubah (lendir yang selalu membasahi organ reproduksi wanita). Mengenai kejelasan hukumnya, anda bisa mempelajari artikel ini; Apakah Keputihan itu Najis Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum cairan bening yang keluar 3 hari sebelum lahiran, disertai kontraksi. Apakah termasuk nifas? Jawab beliau, هذا ليس بنفاس ؛ لأن النفاس هو الدم ، وليس الماء “Ini bukan nifas, karena nifas bentuknya darah, dan bukan cairan bening. (Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, Fatawa Thaharah – bab haid). kedua, cairan darah Apabila keluar darah sehari atau 2 hari sebelum persalinan maka bisa dihukumi nifas jika disertai tanda-tanda lahiran, seperti kontraksi, pembukaan atau rasa sakit. Dalam kasyaf al-Qana’ dinyatakan, فإن رأت الدم قبل خروج الولد بثلاثة أيام فأقل بأمارة كتوجع فهو نفاس كالخارج مع الولادة Jika wanita melihat darah 3 hari atau kurang dari itu sebelum bayi lahir, disertai tanda kelahiran seperti rasa sakit, maka statusnya nifas. Sebagaimana darah yang keluar ketika persalinan. (Kasyaf al-Qana’, 1/219). Imam Ibnu Utsaimin memberikan batasan tentang nifas, أن النفاس هو الدم الخارج مع الولادة أو قبلها بيومين أو ثلاثة مع الطلق ، وأما الماء فليس من النفاس Nifas adalah darah yang keluar ketika persalinan atau 2 atau 3 hari sebelum persalinan disertai kontraksi. Sementara cairan bening, bukan nifas. (Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, Fatawa Thaharah – bab haid). Berdasarkan beberapa keterangan di atas, bisa kita simpulkan, cairan yang keluar ketika mendekati persalinan bisa terhitung sebagai nifas, jika [1] Bentuknya darah dan bukan cairan bening [2] Mendekati proses persalinan. Jika masih jauh dari proses persalinan, bukan nifas [3] Disertai tanda-tanda melahirkan, seperti kontraksi atau rasa sakit atau pembukaan. Allahu a’lam. Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com) Referensi: https://konsultasisyariah.com/28415-hukum-darah-yang-keluar-sebelum-melahirkan.html
Read moreHukum Shalat Wanita yang Mengalami Keguguran
Pertanyaan: Assalamu’alaikum. Ustadz, beberapa waktu yang lalu saya mengalami keguguran di usia janin 5 minggu. Pada waktu darah pertama kali keluar, saya masih melaksanakan shalat. Setelah dipastikan bahwa darah yang keluar adalah gugurnya janin, saya tidak shalat. Ketika mendapati darah berhenti, saya bersuci dan shalat. Ternyata, belakangan saya membaca fatwa Syaikh Utsaimin bahwa untuk kondisi seperti saya di atas, maka hukum darah yang keluar adalah darah istihadhah, dimana tetap diwajibkan atas saya shalat, dan lain-lain. Mengingat bahwa saya telah meninggalkan shalat selama keluarnya darah, apa yang harus saya lakukan, ustadz? Masalah ini sungguh merisaukan saya. Mohon penjelasannya. Jazakallahu khairan. Wassalamu’alaikum. Jawaban: Wa alaikumus salam Kami turut berdoa semoga musibah yang menimpa ibu mendapatkan pahala dari Allah dan segera mendapat ganti dengan yang lebih baik. Terkait status darah keguguran yang dialami wanita, para ulama memberikan rincian sebagai berikut: Pertama, keguguran terjadi ketika janin berada pada dua fase pertama, yaitu fase nutfah yang masih bercampur dengan mani, berlangsung selama 40 hari pertama dan fase ‘alaqah, yaitu segumpal darah yang berlangsung selama 40 hari kedua. Sehingga total dua fase ini berjalan selama 80 hari. Apabila terjadi keguguran pada dua fase ini, ulama sepakat bahwa status darah keguguran tidak dihukumi sebagai darah nifas. Para ulama menghukumi darah ini sebagai darah istihadhah. Sehingga hukum yang berlaku untuk wanita ini sama dengan wanita suci yang sedang mengalami istihadhah, sehingga tetap wajib shalat, puasa, dst. Dan setiap kali waktu shalat, wanita ini disyariatkan untuk membersihkan darahnya dan berwudhu. Jika ada darah yang keluar di tengah shalat, tetap dilanjutkan dan status shalatnya sah, serta tidak perlu diulang. Kedua, keguguran terjadi pada fase ketiga, yaitu fase mudhghah, dalam bentuk gumpalan daging. Pada fase ini, mulai terjadi pembentukan anggota badan, bentuk, wajah, dst. Fase ini berjalan sejak usia 81 hari sampai 120 hari masa kehamilan. Jika terjadi keguguran pada fase ini, ulama merinci menjadi dua: Janin belum terbentuk seperti layaknya manusia. Pembentukan anggota badan masih sangat tidak jelas. Hukum keguguran dengan model janin semacam ini, statusnya sama dengan keguguran di fase pertama. Artinya, status wanita tersebut dihukumi sebagai wanita mustahadhah. Janin sudah terbentuk seperti layaknya manusia, sudah ada anggota badan yang terbentuk, dan secara dzahir seperti prototype manusia kecil. Status keguguran dengan model janin semacam ini dihukumi sebagaimana wanita nifas. Sehingga berlaku semua hukum nifas untuk wanita ini. Oleh karena itu, jika mengalami keguguran pada usia 81 sampai 120 hari, untuk memastikan apakah statusnya nifas ataukah bukan, ini perlu dikonsultasikan ke dokter terkait, mengenai bentuk janinnya. Ketiga, ketika keguguran terjadi di fase keempat, yaitu fase setelah ditiupkannya ruh ke janin. Ini terjadi di usia kehamilan mulai 121 hari atau masuk bulan kelima kehamilan. Jika terjadi keguguran pada fase ini, ulama sepakat wanita tersebut statusnya sebagaimana layaknya wanita nifas. Bagaimana status janinnya, ini perlu dikupas dalam kajian tersendiri. Disadur dari fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (21/437) Dijawab oleh Ammi Nur Baits Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Read moreSeputar hukum tentang darah wanita
Darah Keguguran = Nifas? Pertanyaan: Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya: Jika seseorang wanita mengalami keguguran pada umur tiga bulan dari masa kehamilannya, apakah ia harus melaksanakan shalat atau harus meninggalkannya? Jawaban: Darah Keguguran Termasuk Nifas Pendapat yang dikenal di kalangan ahlul ilmi mengatakan bahwa seorang wanita yang mengalami keguguran pada umur TIGA BULAN dari kehamilannya, maka ia harus meninggalkan shalat. Karena ia telah melahirkan janin yang telah berbentuk manusia, dengan demikian darah yang keluar darinya adalah darah nifas sehingga ia tidak boleh melakukan shalat. Para ulama mengatakan, kemungkinan janin yang ada dalam kandungan seorang wanita telah berbentuk manusia jika telah berumur 81 hari, berarti kurang dari tiga bulan, dengan demikian jika seorang wanita telah yakin bahwa ia telah mengalami keguguran pada umur tiga bulan dari kehamilannya maka darah yang keluar darinya adalah darah nifas. Adapun jika keguguran itu terjadi sebelum delapan puluh hari, maka darah yang keluar darinya adalah darah penyakit yang TIDAK BOLEH baginya untuk meninggalkan shalat. Dan bagi wanita yang menanyakan hal ini hendaknya ia mengingat-ingat masa kehamilan dirinya itu, jika keguguran terjadi sebelum delapan puluh hari maka hendaknya ia mengqadha shalat yang ditinggalkannya. Jika ia tidak mengetahui berapa banyak shalat yang telah ditinggalkannya, maka hendaknya ia memperkirakannya lalu mengqadhanya berdasarkan kemungkinan dalam meninggalkan shalat. Sumber: Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VI 2010 Referensi: https://konsultasisyariah.com/9834-darah-keguguran-nifas.html
Read more