Kenapa anak perempuan yang sudah dibentak ayahnya pun tetap maunya sama ayahnya aja?
Kenapa ya bund, anak perempuan yang sudah dimarahi/dibentak sekalipun sama ayahnya tapi tetap maunya sama ayahnya? Sedih dan sakit sekali rasanya hati saya, tadi malam anak pertama saya dibentak sama ayahnya. Hanya karena tengah malam dia terbangun, gatal digigit nyamuk, jadi dia merengek dan akhirnya menangis. Umurnya masih 26 bulan. Saya udah berusaha mendiamkannya, supaya adiknya yang masih umur 4 bulan nggak terbangun dan nangis juga. Tapi akhirnya mereka jadi nangis kuat, adiknya kaget. Saya berusaha mendiamkan anak kedua saya. Suami malah marah dan bentak si kakak, sampai memukul tempat tidur dengan keras di depan muka anak saya. Seketika saya kaget, syok, karena selama ini ya emang suami saya itu tipe orang yang suaranya keras (maklum orang Batak), tapi kalau sampai mengangkat tangan, walau nggak beneran memukul anak saya, tetap aja saya merasa sedih. Kasihan ke anak saya. Tapi yang saya herannya lagi, sudah digitukan ayahnya, anak saya nggak mau sama saya, tetap mau sama ayahnya, minta gendong. Sudah dibentak, dimarahi, tapi selalu maunya sama ayahnya. Padahal ada saya yang membujuk. Sebenarnya soal anak saya terbangun tengah malam, merengek, karena gatal digigit nyamuk itu bukan baru kali ini aja. Tapi biasanya ya saya atau suami menenangkan, dibujuk, dielus, digaruk-garuk sampai tidur lagi. Saya paham betul, orang yang sedang tidur nyenyak tiba-tiba tersentak dibanguni itu pasti belum sadar penuh, jadi bawaannya emosi. Cuma apa nggak bisa dikondisikan kalau sama anak. Sudah sering saya ingatkan, jangan kasar kali sama anak pertama kami. Bicara pun jangan keras kali, kayak orang marah, padahal nggak. Kasihan anak sekecil itu, harus diteriaki. Sampai anak pertama saya itu nggak paham nada marah atau bercanda. Kadang kalau anak saya dimarahi, dia nggak nangis, malah ketawa, kayak nggak paham kalau kita itu lagi marah. Mungkin karena dia sudah terbiasa dengar suara keras, jadi nggak bisa membedakan. Sudah sering juga saya ingatkan, anak pertama kami ini belum mengerti jadi kakak, dia juga masih butuh perhatian dan kasih sayang, dia juga bisa caper karena cemburu, maka jangan keras kali seolah-olah dia sudah paham, sudah berumur belasan tahun. Ternyata susah ya bund, untuk mengubah karakter suami kita. Karena dari lahir dan besar pun di keluarga yang memang cara bicaranya keras dan terkesan kasar, padahal itu biasa aja bagi mereka. Parentingnya juga beda, susah diajak bicara dan kerja sama. Setiap saya ajak bicara soal parenting, dia kayak acuh tak acuh. Padahal anak perempuan saya tuh sayang kali sama ayahnya, apa-apa ayahnya, maunya sama ayahnya. Kalau nggak ada ayahnya baru mau sama saya. Nangis yang dicari ayahnya. Udah dimarahi pun maunya sama ayahnya. Gitu kok ayahnya nggak ngerti sih, nggak peka. Emosi boleh, tapi kan harus belajar mengontrolnya. Padahal orangtua saya menjaga dan mengasuh anak kami dengan penuh lembut, nggak kasar, nggak pernah teriak. Kami masih menumpang di rumah orangtua saya. Saya dan suami bekerja. Maaf bund, jadi curhat, biar plong aja rasanya.