posting soal mertua

Belakangan ini bnyak bgt yg curhat soal mertua. Yg mertua nya gini lah yg gitu lah. Ya Allah bun. Istigfar... Ga baik ngomongin orang yg sudah melahirkan suami kita. Seburuk apapun sifatnya. . dy tetap org tua dari suami kita. Org yg mendidik suami kita smpe jd skrg. Org yg ntah gimana perjuangannya dulu membesarkan suami kita hingga skrg. Hormati bun. Suatu saat kita akan menjadi mertua juga. . Maaf sbelumnya yg ga suka dgn postingan saya ini. Tp saya agak risih setiao buka feed yg diomongin mertuaa semua. . Terimakasih

46 Tanggapan
undefined profile icon
Tulis tanggapan
VIP Member

Pada dasarnya, ghibah adalah perbuatan tercela yang dilarang oleh Islam. Tetapi dalam kondisi kita boleh menempuh jalan tersebut karena kepentingan-kepentingan tertentu yang hendak dituju. Imam An-Nawawi menyebutkan enam kondisi di mana seorang Muslim boleh mengghibahkan orang lain: Pertama, dalam sidang perkara di muka hakim. Seseorang boleh menceritakan penganiaya yang memperlakukannya secara zalim. Kedua, dalam melaporkan pelanggaran hukum kepada aparat kepolisian atau otoritas terkait dengan niat mengubah kemungkaran tersebut. Ketiga, dalam meminta fatwa kepada seorang mufti. Seseorang boleh menceritakan masalahnya untuk memberikan gamabaran yang jelas bagi ulama yang mengeluarkan fatwa. Tetapi kalau penyebutan nama secara personal tidak dibutuhkan, lebih baik tidak mengambil jalan ghibah. Keempat, dalam mengingatkan publik agar terhindar dari kejahatan pihak baik personal maupun institusi. Hal ini dilakukan antara lain oleh para ahli hadits terhadap perawi-perawi bermasalah atau misalnya dalam konteks kekinian adalah travel umrah bermasalah. Kelima, dalam kondisi di mana pihak-pihak tertentu melakukan kejahatan terang-terangan seperti meminum khamar, mengambil harta secara zalim, menarik upeti, mengambil kebijakan-kebijakan batil. Dalam kondisi ini, kita boleh mengghibahkan pihak tersebut sesuai dengan kejahatan yang diperlihatkannya. Tetapi kita haram menyebutkan aib lain pihak tersebut yang tidak dilakukan secara terang-terangan. Keenam, menandai seseorang dengan kekurangan fisik atau gelar-gelar buruknya. Misalnya Abdullah. Orang bernama Abdullah tidak satu. Tetapi kita boleh menyebutnya tanpa maksud merendahkan, “Abdullah yang buta, Abdullah yang tuli, Abdullah yang bisu, dan lain sebagainya.” Baiknya sebutan itu didahului kata “maaf” untuk menghilangkan kesan merendahkan. Sumber : https://islam.nu.or.id/post/read/88157/ini-enam-kondisi-seorang-boleh-lakukan-ghibah

Baca lagi