Sharing Pengalaman Lahiran
Bunsay, aku mau berbagi cerita soal kelahiran putri pertamaku dan beberapa kejadian yg mungkin bisa dijadikan pelajaran. Awal sekali aku berniat secar untuk proses lahiranku nantinya. Bukan tanpa sebab, tapi aku memang punya ketakutan tersendiri jika melihat ibu² yg lagi lahiran. Aku punya trauma saat masih kecil gak sengaja nonton film yg pemerannya lagi bersimbah darah saat melahirkan dan jadilah ketakutan itu terbawa hinga aku dewasa. Namun, seiring berjalannya waktu aku coba mensugesti diri sendiri bahwa lahiran itu gak seseram yg aku bayangin. Tiap hari coba nonton video lahiran di ig:bukaan.moment. Hingga akhirnya saat 7 bulanan aku sdh bisa mengontrol ketakutan itu dan lebih siap menghadapi prosesnya kelak.
Hplku tgl 02/10/20. Terakhir cek saat usia 39w5d dan dokter klinik mengatakan air ketubanku rembes hingga tinggal dikit. Dokter saranin aku induksi saat itu juga. Induksi?! Sejujurnya aku takut. Dan akhirnya minta waktu sehari buat diskusi sama paksu.
Besoknya aku dan suami memutuskan untuk rawat inap di klinik selagi diinduksi nantinya. Di sana aku diberi obat perangsang yg dimasukan ke dalam vag*na. Sekitar 2 jam obat tsb mulai bereaksi namun masih bisa di tahan. Hingga tengah malam aku merasa sakitnya mulai terasa lebih nikmat dan berjeda sekitar lima belasan menit sekali. Aku akui, manajemen rasa sakitku sangat buruk. Sampai-sampai aku menangis tak henti semalaman. Soal rasa, aku gak bisa bilang induksi sakitnya double. Karena aku sendiri gak pernah tau kontraksi asli itu rasanya seperti apa.
Esoknya dicek. Pembukaan masih satu dengan rasa sakit yg makin lama makin nikmat. Sore harinya dicek masih satu dan akhirnya dokter menambah satu kali lagi obat induksi itu masih lewat vag*na. Dan ya, sdh tiga hari pembukaan masih tetap satu. Jadilah aku menangis full selama tiga hari itu. Aku minta disecar, namun saat suami bicara dgn dokter katanya aku gk bisa disesar karena gak ada indikasi. Pinggulku bagus dan serviks lunak.
Sekali lagi aku bertahan. Selama sakit aku berusaha tetap jalan mondar mandir walaupun sulitnya minta ampun. Hingga ada satu pasein yg nyaranin aku buat jongkok berdiri.
Dan benar, pembukaanku jadi maju 3, lalu 4 dan 5. Rasanya seperti pengen buang angin. Tapi gak ada yg keluar. Seperti ada yg mau jatuh kebawah saat aku berdiri. Bidan yg sadar aku mulai mengedan, marah. "Jangan ngeden ya bu! Pereniumnya bengkak nanti", itu katanya. Dan aku mulai gak tahan untuk gak ngeden. Rasa capek karena gak tidur 3 harian, gak makan kecuali minum milo, frustasi pembukaan lama maju, buat aku stress dan tak peduli lagi dgn kata² si bidan. Aku ngeden dan pushhh,,, ketubanku pecah. Dan akhirnya petugas diklinik panik juga. Mereka nelpon si dokter katanya aku sdh bukaan 10. Karena dokter blm dtg, aku dibantu bidan lahiran hingga dokter dtg. Empat puluh lima menit mengedan tapi si debay cuma sampai di pintu. Tenagaku habis, lemas. Dokter rujuk aku ke RS untuk secar dengan alasan pinggulku kecil. Seriuss??
Tiga oktober, akhirnya putri pertamaku lahir dgn panjang 53cm berat 3.2kg. Semua rasa sakit akhirnya hilang tapi karena kelelahan, aku hanya bisa tidur walaupun biusnya cuma setengah badan.
Buat yg mau lahiran, ayo semangat. Setiap anak punya jalannya masing². Entah normal atau secar, saranku pilih yg terbaik buat si dedek. Sakit? Iya sakit. Tapi sakit yg masih bisa ditahan oleh kita kaum ibu. Kuncinya sabar. Aku lebih banyak dikuatkan oleh keluarga terutama suami. Suami aku bahkan sering menangis saat ia sendiri mengaku gak tega liat istrinya kesakitan. Tapi ya memang kodratnya, dan dia support aku dengan byk cara.
Ceritaku kepanjangan ya hehehe. Semoga ada yg bisa diambil buat dijadikan pelajaran. Mungkin yg baca nemukan byk yg janggal di cerita aku, dan sengaja gak kuterangi ditakutkan malah memojokan pihak tertentu.
Salam hangat, bunsay 🤗
Read more