Bukan hal mudah untuk menjalani LDR selama 15 tahun. Delapan tahun sebelum menikah, dan tahun ini genap tujuh tahun kami LDR an setelah menikah. Tapi rasanya lebih sulit saat sudah menikah. Aku harus menjaga sendiri kedua putri kami. Aku harus coba jadi wanita yang kuat, bukan hanya kuat angkat tabung LPG dan juga galon😅, tapi aku jg harus kuat untuk melewati malam2 tanpa sosok suami, rasa takut akan pencuri dan lain2 aku coba tepis. Coba tenang dan tertidur lelap bersama kedua anak ku. Aku selalu coba cari kesibukan seperti main ke rumah saudara bersama anak2, bikin konten untuk IG untuk mengurangi rasa bosan dan mengurangi rasa kangen terhadap suami ku. Karena kerja di offshore kadang kami kesulitan untuk berkomunikasi. Yang paling bikin sedih kalau dia kebagian Onduty pas hari raya Idul Fitri. Seperti Idul Fitri tahun kemarin, anak ku yg berusia 6 tahun nangis sambil meluk Aku. Dia sedih melihat semua keluarga bisa berkumpul dan bersama, tapi tidak untuk dia. Aku hanya bisa iklhas, berdo'a dan tegar untuk anak2ku. Karena suami ku disana juga berjuang untuk kami. Dan tidak lupa untuk selalu bersyukur agar tetap waras. Adakah yg sama LDR an sama suami ny?? Picture: Liza Fathia #KesehatanMentalTAP
Read morePentingnya Dukungan Keluarga Untuk Menghindari Depresi Pasca Melahirkan
Ujian terberat yang harus saya lewati adalah ketika melahirkan anak kedua Saya. Karena mengalami ruptur uteri (robek rahim), janin dalam kandungan Saya yang masih berusia 31 minggu harus segera dikeluarkan. Ini yang kedua kalinya Saya mendapatkan tindakan SC. Tapi kali ini benar-benar berbeda, sebelum SC Saya sudah merasakan sakit yang luar biasa. Dokter dan perawat juga terlihat panik karena kondisi Saya yang semakin drop. Anestesi dilakukan berulang karena tubuh Saya susah merespon obat-obatan yang diberikan. Dan yang paling menyakitkan adalah bayi yang kehadirannya Saya tunggu keluar tanpa tangisan. Tubuhnya sudah mulai membiru, dokter berusaha membuat stabil nafasnya yang mulai hilang. Bayi Saya lahir prematur dengan berat 1,2 kg. Beberapa organ vitalnya seperti paru-paru Dan Jantung belum terbentuk sempurna. Sehingga dia dapat bertahan dengan bantuan alat. Empat hari setelah operasi Saya diperbolehkan turun dari tempat tidur. Saya langsung melihat bayi Saya yang terbaring di ruang NICU. Tangis Saya pecah melihat dia yang sangat kecil harus di pasang banyak alat dari ujung kepala sampai kaki. Saya tidak dapat menyentuhnya, hanya bisa memandangnya tertidur lelap. Dokter anak menghampiriku dan dia bilang umur anak ku tidak akan lama. Aku harus coba ikhlas. Bukan ikhlas yang menghampiri, tapi malah rasa kecewa, marah, dan hancur yang Saya rasa. Rasanya tidak lagi semangat untuk hidup. Tapi beruntungnya, Saya punya suami dan keluarga yang selalu memberi semangat. Suami Saya selalu bilang kalau bukan tangisan yang anak Saya butuhkan. Tapi do'a dan semangat yang harus Saya berikan untuk anak Saya. Selama 1 bulan Saya tidak pernah absen untuk melihat bayi mungil Saya. Walaupun tidak dapat menyentuhnya, Saya sangat merasa senang bisa Ada di dekatnya. Saya bacakan untuknya ayat-ayat suci Al-Quran, Saya ajak dia bicara. Saya selalu semangati dia, "Kamu kuat de.. Kamu harus bertahan ya de.. Cepat pulih, cepat sehat.. Bunda, Ayah, Kakak nunggu kamu di rumah!! " Didepannya Saya tidak pernah menangis, tangis Saya hanya berlinang hanya dalam sujud saja. Karena dukungan dari semua keluarga Saya bisa kuat, belajar ikhlas, sambil terus ikhtiar untuk kesembuhannya. Hingga hari yang penuh keajaiban datang, anak Saya bisa bernafas tanpa bantuan alat. Foto yang Saya pajang adalah untuk pertama kalinya Saya menggendong nya. Alhamdulillah bayi mungil itu sekarang tumbuh sehat Dan normal. Jadi Saya simpulkan kalau dukungan keluarga itu sangat berperan penting untuk kesehatan Ibu yang sudah melahirkan. Tidak semua perempuan melahirkan dengan jalan mulus.Semua tekanan yang dia dapatkan saat proses melahirkan bisa saja berdampak buruk pada kesehatan mental si Ibu. Jadi.. Dukung Dan terus pantau keadaan si Ibu.. #KesehatanMentalTAP
Read more