no name profile icon
PlatinumPlatinum

no name, Indonesia

Kontributor
My Orders
Posts(17)
Replies(339)
Articles(0)
VIP Member
Sepemahaman saya, setiap orang beda2 tergantung kondisi fisiknya dan tindakan yg diambil ya bun. Ini sharing pengalaman saya, saya melahirkan SC non BPJS 7,5 tahun lalu. Di kediaman orang tua saya, di suatu pulau kecil tp dgn fasilitas kesehatan berupa RS swasta yg akredutasinya A dan kredibelitasnya lumayan baik. Saya melahirkan SC tanpa rencana (krn saat itu setelah lebaran, saya lg di rumah ortu, ke RS niat check up ternyata air ketuban sudah merembes banyak) sekitar maghribh. Dgn bius lokal di bagian lumbal (tulang belakang),jd sepanjang proses, saya sadar dan bisa menyaksikan melalui pantulan di lampu ruangan operasi yg kebetulan masih baru jd jelas sekali. Sayangnya, tanpa IMD karena bayi saya harus direstitusi dan krn lahirnya cukup besar, dokter spesialis anak yg ada dlm tim langsung menganjurkan bayi saya diminumkan sufor padahal ASI saya belum keluar sama sekali. Keesokan harinya (sore) saya sudah boleh pulang dari RS karena sudah bisa (maaf) kentut dan turun dari tempat tidur serta berjalan2. Yah, adalah nyeri sedikit setelah pengaruh bius hilang. Pengecekan ini itu pun normal. Dokter berpesan saya harus makan ikan gabus dan tidak boleh minum jamu2an. Suami saya bekerja di pulau lain dan hanya bisa menemani selama cuti 2 minggu. Selama 2 minggu itu, kami benar2 mengurus bayi dan mengerjakan urusan domestik berdua (seingat saya bantuan ibu saya hanya memandikan bayi 1x, berbelanja stok dapur dan memasak seminggu pertama). Setelahnya suami pulang ke pulau lain dan hanya bisa datang setiap weekend. Memang, di rumah ada ibu saya yg notabene seorang mantan bidan (sudah berhenti kerja sekitar 20an thn sebelumnya) . Tp buat saya justru jd masalah bun. Ibu saya bersikeras mengikuti tatacara lama (misal bayi harus di pakaikan gurita, setiap 2 jam bayi harus dibangunkan dan disusui), padahal selama kehamilan saya sudah berusaha update dgn informasi terbaru yg saya rasa cukup valid (dari DsOG dan baca jurnal medis). Jd saya justru stress di rumah sendiri akibat selalu di kritik cara pengasuhan saya dan selalu beradu pendapat dgn kedua ortu. Sementara saya di tahan tdk boleh ikut suami hingga anak saya berusia 4 blnn. Sy jd sering nangis, tp bertekad bisa mengurusi anak (plus kerjaan rumahtangga krn saat itu saya tidak bekerja kantoran) seorang diri sampai berat badan saya yg naik 17kg sudah langsung kembali ke normal dlm 4 bln itu. Untungnya tidak berpengaruh banyak dgn jahitan, yg saat konsul (saya agak lupa bun, sepertinya setelah 2 minggu) sudah kering dan lepas plester. Ada keloid tp hanya di bagian ujungnya saja. Setelah dioles salep bbrp tahun kemudian kembalu mulus, tinggal bayangan samar. Setelah saya berkumpul kembali dgn suami malah saya jd lebih happy. Alhamdulilah dia tipe yg suka ngasuh anak, jd tanpa diminta pun cukup responsif membantu saya merawat anak termasuk urusan domestik. Semangat ya bun. InsyaAllah berdua suami pun bisa koq yg penting bunda selalu berdoa, berpikir positif, berkomunikasi yg baik dgn paksu dan yg terpenting selalu happy.
Read more
undefined profile icon
Write a reply