Privacy PolicyCommunity GuidelinesSitemap HTML
Download our free app
Ibu otw 2 anak
Sharing donk bg bunda yg pernah SC ERACS
Bunda, sharing donk yg pernah lahiran dg metode ERACS?? Apakah benar bisa cepet sembuh? Dan apakah tidak ada efek jangka panjangnya seperti di SC biasa (yg saya dengar), efeknya kadang terasa pegel di bagian punggung yg dibius.
Morning sickness tapi waktunya g pas morning😅
Saya hamil usia 10W3D, tapi morning sicknessnya datang di sore hari sekira jam 3 sore smpe jm 8 maleman😅 G smpe muntah dan g bisa makan apa2 sih. Cuma muaall bgt. Eneg rasanya. Adakah bunda yg keluhannya sama? Adakah bunda yg usia kehamilannya samaan dg saya??🥰
#ibujuara pejuang episiotomi
Saya berusia 22 th kala itu. 3 bulan isi setelah pernikahan. Saat mengetahui saya hamil, usia kandungan memasuki 6w. Langsung ke dokter, usg dan Alhamdulillah dokter bilang bagus,kantung kehamilan sudah terlihat, tidak ada kista dan myom yg terlihat. Rutin kunjungan hingga memasuki 40w. Saat itu 5hari sebelum EDD (4 Dec 2015), perut serasa kram. Langsung bawa ke RS. Periksa, DJJ normal, ketuban masih jernih dan cukup, placenta g nutup jalan lahir, kepala bayi sudah sesuai posisi. Namun dokter bilang itu bukan tanda mau melahirkan. Hanya kontraksi palsu. Lalu kami pulang lagi. Sejak saat itu ibu memberi makanan apa saja yg saya mau, padahal kala itu saya harus diet karbo dan gula. Pikir ibu, "nanti biar anakku kuat ketika melahirkan. Jadi makan apa saja biarlah." Salah saya juga yg abai akan saran dokter.😅 Dan inilah penyebab saya harus berjuang extra.💪 Tgl 3 Dec 2015 pukul 01.30 WIB, saya mulai sering BAK dan mulai ada flek. Langsung bawa ke puskesmas. Jam 10 malam, ketuban pecah. Mulai sering kontraksi dan mengejan. Luar biasa rasanya. Badan rasanya sakit semua bahkan ketika dielus. Inilah yg namanya seribu rasa sakit bersatu (Kalo kata orang jawa😁). Hingga pukul 00.00 WIB debay belom juga launching. Pihak puskesmas segera menelepon RS rujukan terdekat. Namun sayang, Rs bilang kalau kamar sudah penuh. Lalu ganti menelepon RS besar lainnya. "Ada 1 kamar ini pak, nanti jika terjadi tindakan SC, biaya sekitar 25jt." Begitu ucap perawat puskesmas pada suami. Tanpa pikir lama, suami mengiyakan untuk rujuk ke RS tersebut. Sayang seribu sayang, hanya selang kurang dari 30 detik (karena telepon tidak ditutup ketika perawat puskesmas bertanya pada suami), pihak RS bilang jika kamar tsb sudah tidak lagi tersedia. Sudah ada pasien lain yg masuk. "Yaa Allah Yaa Robb... kuatkan saya." Doaku dalam hati. Lalu dirujuklah saya ke RS yg lumayan jauh. 1 jam saya berada di ambulance. Ditengah sakitnya kontraksi dan menahan mengejan, suami memegang erat tangan saya. Mengelus dahi saya, menguatkan. Perawat pendamping tak henti2 mengingatkan saya agar tidak mengejan. Namun berkali2 saya mengejan pun tidak juga sang bayi keluar. Pukul 1 dinihari, saya masuk IGD RS tujuan. "Saya pasti bisa. Saya kuat. Jika terjadi apa2 dengan saya dan bayi saya, pihak medis akan sehera mengambil tindakan yg tepat." Begitu pikir saya dalam hati. Dengan kata lain saya pun pasrah jika nanyi harus SC. Suami dan keluarga bertemu perawat yg menyodorkan surat persetujuan SC. Namun betapa terkejutnya saya, dokter berkata, "pindah ke ruang bersalin, tidak perlu dilakukan SC. Ini masih bisa normal." Masuk ke ruang bersalin tanpa ditemani suami dan kerabat. Hanya saya, 1 orang dokter perempuan dan 3 perawat perempuan. Mereka segera mempersiapkan dan memakai perlengkapan yg dibutuhkan. Saya mengejan sesuai instruksi dokter dan dibantu dorong oleh perawat yg berada diatas saya. Nihil. Bayi belum juga keluar. Saat hitungan ketiga dokter meminta saya mengejan, beliau melakukan episiotomi. Seketika saya merasa berdarah2 pada jalan lahir. Sakit luar biasa. Saya mengejan, belum juga bayiku keluar. Dokter memperlebar luka episiotomi hingga nyaris ke (maaf) anus. Kala itu saya merasa mandi darah. Sakit yg sangat. Selanjutnya saya mengejan dan masih dengan bantuan dorongam pada perut saya oleh perawat, akhirnya putri saya lahir dengan sehat tepat pukul 1.30 WIB 4 Dec 2015 (pas banget ya sm EDD😁). Langsung menangis setelah lahir. Namun memang agak kebiruan karena terlalu lama di dalam. Rasa lega memenuhi hati saya. Suami dan keluarga yg mendengar tangisan bayi, juga tak sanggup menahan tangis. Ya, bahagia yg diungkapkan dengan tangisan. Namun perjuangan belum berakhir. Dokter harus menjahit luka epis bukan?😱 proses menjahit inilah yg sakitnya menurut saya melebihi sakitnya kontraksi. Dokter memberikan bius lokal 2kali. Tunggu beberapa saat. Lalu maulai menjahit. Yaa Allah Yaa Robb... sakiit sekali. Bius yg dokter berikan sama sekali tidak berpengaruh. Ya, ini karena pembengkakan pada vagina yg terjadi karena saya mengejan selama kontraksi tadi. Jadilah saya dijahit satu per satu dengan merasakan sakit amat sangat. Luar biasa, jahit obras luar dalam. Saya bertanya, berapa banyak jahitan yg saya terima, dokter hanya menjawab, "banyak buk, ini jahit luar dalam." Dan dokter bilang, "wah, ternyata dedek bayi gembul juga ya." "Berapa berat anak saya, Dok?" "3.7 kilo". Masya Allah... puteriku yg 5 hari lalu hanya seberat 3kilo, sekarang sudah 3.7kilo??😅 sangat drastis penambahan berat janin ketika saya abai peringatan dokter untuk mengurangi karbo dan gula. Saya pulang dr RS bersama sang anak di hari ke 3. Namun rasa sakit karena episiotomi masih sangat saya rasakan. Bahkan ketika kontrol pertama pasca melahirkan, saya masih saja merasakan sakit karena luka belum juga kering. Dan saya lebih terkejut lagi, karena dokter bilang saya mengalami infeksi pada luka jahitan karena kurangnya menjaga kebersihan. Astaghfirullah... ini sungguh hari2 yg berat kala harus merawat luka dan bayi secara bersamaa. Namun terimakasih Yaa Allah, karena ibu saya sangat memperhatikan saya dan bayi. Membantu saya setiap saat. Sepulang dr kontrol, saya saaangat menjaga kebersihan pada luka epis tsb. Saya memang sangat takut pada luka. Bahkan luka sekecil tusukan jarum. Ketika saya terkena pisau pun, saya tak akan membasahi luka tsb ketika mandi. Benar2 phobia sama luka.😬 mungkin itulah yg membuat saya sulit dalam penyembuhan luka. Karena pikiran saya yg takut (takut nanti kalau dipakai duduk lukanya sakit, dipakai BAB jahitannya lepas, takut pas cebok dan megang jahitannya yg sritil2🤣) itulah ketakutan2 saya yg membuat jahitan tak kunjung membaik dan mengering. Baru setelah 2 bulan lebih luka saya benar2 kering dan sembuh total. Mungkin bunda2 yg membaca tulisan saya ini merasa bahwa untuk luka persalinan normal, 2 bulan merupakan waktu yg saaangat lama untuk penyembuhan. Namun memang inilah yg saya alami. Saya yg takut akan luka, justru membuat luka itulah yg betah berlama2 melekat pada diri saya. Adakah bunda yang juga mengalami rasa takut yg berlebih pada luka? Mohon tipsnya...