anonim profile icon
PlatinumPlatinum

anonim, Indonesia

Kontributor

About anonim

Bermimpi menjadi orangtua

My Orders
Posts(9)
Replies(64)
Articles(0)

Numpang mengeluarkan unek-unek

Hallo, maaf saya cerita disini sekedar ingin mengeluarkan unek-unek. Soalnya gak bisa cerita ke siapa-siapa selain suami. Tapi setelah cerita ke suami responnya juga malah bikin nambah kepikiran. Ini soal rumah, saat ini kami masih menempati rumah orangtua saya, kebetulan bapa saya nikah lagi setelah mamah meninggal dan sekarang ikut tinggal di rumah istri barunya. Karena, rumah kosong jadi orangtua menyarankan untuk menempati rumah mereka saja. Rencananya kami tinggal di sini hanya sampai tahun ini saja, dan inshaallah tahun depan ada keinginan untuk pindah dan cari rumah sendiri. Karena bagaimanapun kami tidak ingin berlama-lama menempati rumah yang bukan milik kami. Kita udah sepakat untuk mencari tempat tinggal di daerah suami tentunya dekat dengan mertua, sebenarnya saya agak terpaksa untuk tinggal dekat mertua. Ingin saya kita mencari tempat tinggal dipertengahan. Tidak dekat orangtua dan tidak dekat juga dengan mertua. Tapi saya coba untuk menurunkan ego dan mengerti keinginan suami, asal tidak serumah saja gak apa walaupun harus di daerah suami. Tapi masalahnya, sekarang yang bikin saya kesal keluarga suami dan suami tiba2 saja memilihkan rumah tanpa sepengetahuan saya. Mereka asyik berdiskusi dengan internal keluarga mereka. Seolah saya gak punya hak sama sekali untuk tahu. Dan tiba-tiba saja rumah sudah di dp dan suami udh harus urus berkas persyaratan. Tanpa bertanya kami suka atau tidak, mau atau tidak bahkan saya sama sekali tidak tahu bentukan rumahnya seperti apa dan letaknya dimana. Sebenarnya bukan masalah rumahnya yang bikin saya kesal. Saya sangat bersyukur bisa punya rumah, tapi cara mereka yang membeli rumah membuat saya merasa tidak dilihat sebagai istri. Apa saya yang berlebihan yah? Atau memang karena kondisi sedang hamil membuat saya menjadi lebih sensitif. Atau memang seorang istri gak punya hak untuk ikut andil dalam masalah seperti itu? Tapi saya pun sebenarnya tidak berharap untuk dimintai keputusan, hanya saja tolong sedikit hargai saya, misal dengan ada kata-kata pemberitahuan terlebih dahulu mau beli rumah disini, kondisinya seperti ini, ini bentukannya. Sekedar diberikan informasi seperti itu sebenarnya, tapi sayangnya tidak ada sama sekali. Apa jika saya agak sakit hati itu berlebihan yah bu? Atau saya kurang bersyukur sebagai istri? Mohon masukannya bunda-bunda semua. Sekarang saya merasa agak kesal dan sakit hati tapi disisi lain saya juga merasa bersalah karena harus kesal dengan masalah yang sebenarnya saya sadar diri itu bukan hak saya.

Read more
 profile icon
Write a reply

Cerita tentang HBsAg+

Assalamualaikum. Maaf numpang cerita, lebih tepatnya meluapkan kerisauan hati. Alhamdulillah saat ini Tuhan mempercayakan saya dan suami untuk memiliki seorang anak. Usia kandungan saya sudah mencapai 31 week. Beberapa waktu lalu, saya inisiatif untuk tes lab, dan betapa kagetnya ketika hasil lab menunjukkan kalau HBsAg+ atau reaktif. Sempet bingung, kok bisa. Puskesmas menyarankan saya untuk mengajukan vaksin untuk anak kami saat lahir nanti, katanya biar segera didaftarkan dan dapat slot vaksin gratis dari pemerintah karena kalau beli mandiri harganya bisa sampai 2-4 juta tergantung RS. Saya sempat khawatir akan kondisi janin yang ada di dalam kandungan saya, tapi doktet menjelaskan kalau janin tidak akan terpapar selama di dalam kandungan, karena biasanya virus akan menular pada saat proses persalinan makanya sebelum 12 jam setelah lahir anak harus langsung di vaksin. Awalnya sedikit lega, cuman makin dipikirin rasanya makin panik. Walaupun penjelasan dari orang yang berilmu demikian tapi tetap aja saya sebagai orang awam rasanya seperti ke hantam batu 😅. Ya panik sama anak, ya panik juga sama suami, karena dari beberapa artikel yang dibaca salah satu penularannya bisa lewat hubungan seksual. Tapi alhamdulillah setelah tes, suami hasilnya negatif. Disitu sedikit lega, karena salah satu yang saya khawatirkan tidak terjadi. Setelah mengetahui kabar tersebut rasanya stress berat, gak berhenti nangis berhari-hari sampai perut kenceng terus dan pergerakan dedek agak melambat. Tapi lagi-lagi alhamdulillah suami selalu menguatkan, memberikan masukan-masukan positif, dan selalu bilang hal-hal baik yang membuat saya sedikit lebih tenang. Tapi tetap aja khawatir itu selalu ada, mikirin gimana caranya harus melayani suami. Sedangkan saya takut kalau nanti saya bakal nularin ke suami, walaupun suami meyakinkan gak apa-apa tapi tetap aja saya gak bisa tenang. Sampai akhirnya ada jadwal buat kontrol, ketemu dokter dan alhamdulillah lagi memilih dokter yang sangat positive vibes. Beliau ikut menguatkan, dan bilang kalau untuk sekarang hanya perlu menerima, tetap happy, dan gak boleh dipikirin berlebihan. Yang penting solusi untuk anak udah ada, hasil suami pun sudah negatif, sekarang tinggal jalani yang terbaik untuk sisa-sisa kehamilan yang ada, supaya janin dalam perut bisa tetap berkembang dengan baik dan sehat. Karena untuk penyakitnya sendiri gak bakalan bisa di apa-apain selama masih dalam masa kehamilan. Kecuali nanti setelah lahiran mungkin bisa diikhtiarkan ke bagian penyakit dalam untuk menekan virusnya supaya tidak terlalu aktif. Sangat bersyukur karena dibalik cobaan yang Tuhan kasih, masih banyak rasa sayang yang Tuhan tunjukkan. Dengan dikelilingi orang-orang baik dan selalu support, dengan dianugrahi suami yang selalu berpikiran positif. Menurut saya dukungan suami amat teramat penting. Bisa sekuat ini, dan akhirnya menerima dengan ikhlas itu akan sangat sulit kalau suami tidak bisa support. Untuk bunda-bunda lain yang saat ini sedang berjuang dalam masalahnya masing-masing tetap semangat ya, tetap berpikiran baik dan positif, semua yang Tuhan kasih itu adalah porsi terbaik untuk diri kita. Kadang kita merasa itu masalah tapi justru dengan adanya masalah tersebut kita bisa lebih baik. Siapapun yang saat ini sedang Tuhan uji, semoga segera mendapatkan solusi terbaik, semoga selalu mendapat dukungan dari orang-orang terkasih, dan selalu semangat menjalaninya dengan hati yang lapang. Mohon doa nya ya semoga anak dan suami sehat selalu, dan Tuhan memberikan keajaiban supaya penyakit ini bisa sembuh walaupun beberapa artikel mengatakan ini ada penyakit seumur hidup. Tapi kalau Tuhan berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bukan? Hehehe. Maaf ceritanya kepanjangan. Sehat dan bahagia selalu bunda-bunda sekalian 🙏

Read more
 profile icon
Write a reply

Wanita yang tidak bisa berempati sesama wanita

Maaf bu ibu, saya rada kesel aja sama wanita yang sangat menjungjung tinggi lahiran secara normal dan menganggap wanita yang lahiran sc itu dengan pandangan sebelah mata. Padahal keduanya memiliki daya juangnya masing-masing. Memang betul secara kodrat, Tuhan telah mengatur bagaimana seorang anak terlahir dari ibunya. Secara alami proses itu memang dilakukan melalui vagina. Tapi tidak semua perempuan bisa mengalami proses itu. Ada beberapa kendala yang mungkin kita tidak pernah tahu seberapa sakit dia harus mengikhlaskan dirinya memilih jalan lain selain jalan yang telah dikodratkan untuk dirinya sebagai wanita. Bagi saya tidak ada masalah sedikitpun bagaimana seorang bayi itu keluar dari rahim ibunya. Mau itu normal atau sc, ibu tetaplah ibu. Dia yang mengandung 9 bulan, yang mengalami mual muntah selama berbulan-bulan, mengalami ketidaknyamanan, mengalami kekhawatiran akan perkembangan janinnya, proses itu semua dirasakan oleh seorang ibu dan calon2 ibu yang hebat. Tapi mirisnya ada beberapa pandangan masyarakat yang kadang hanya melihat dari proses akhirnya. Perihnya yang menjudge kebanyakan juga wanita. Sosok yang sama yang tahu bagaimana rasanya berjuang untuk mengandung dan melahirkan. Lalu bagaimana dengan mereka yang memang tak memiliki indikasi medis dan memilih jalan untuk sc padahal bisa saja normal? Ya memangnya kenapa? Hak seorang wanita menentukan pilihan ternyaman untuk dia dan calon anaknya. Gak perlu lah kita berkata "orang-orang mah ingin normal. Lah ini malah mau di sc" kalau kita maunya makan bubur diaduk apa iya orang yang makan buburnya gak diaduk itu salah? Kan engga, itu semua selera, hak mutlak yang dimiliki masing-masing manusia. Dia berani mengambil keputusan demikian, dia pun pasti tahu akan resikonya. Gak perlu lah kita menjatuhkan mental seseorang hanya karena pemikiran kita tidak sama dengan orang itu. Apalagi sesama wanita, yang harusnya lebih banyak mensupport dan menjaga mental satu sama lain, bukan menjadikan wanita lain menjadi patah semangat dan berkecil hati. Semoga lebih banyak orang yang sadar yah, perkara sc atau normal itu bukan masalah. Yang terpenting ibu dan anak terlahir sehat sempurna tanpa kekurangan satu apapun. Semoga ibu2 hebat disini selalu diberikan kesehatan dan dilancarkan apapun bentuk persalinannya. Maaf jika ada beberapa kata yang menyinggung 🙏🙏

Read more
 profile icon
Write a reply