Fatania profile icon
GoldGold

Fatania, Indonesia

Anggota VIPKontributor

About Fatania

Bismillahirrahmanirrahim

My Orders
Posts(13)
Replies(38)
Articles(0)
 profile icon
Write a reply

SEPUTAR BUNDA (KEBAHAGIAAN YANG TERTUNDA)

Beberapa bulan setelah saya menikah ibu saya masuk RSUD dan di vonis terkena penyakit Gagal ginjal kronik yang harus jadi pasien Hemodialisa, ibu harus cuci darah 2x seminggu. Dan bebarapa bulan kemudian alhamdulillah ternyata saya positif hamil. Saya merasa sangat bahagia karena akhirnya saya bisa memberikan cucu kepada ibunda tercinta. Pada hari ke 38 kehamilan saya, ternyata penyakit ibu kambuh, dan ibu sudah tidak sadarkan diri, jarum infus pun tidak bisa masuk, semua orang menangis dan hawatir. Sementara saya tetap berbaring di atas kasur karena sakit akibat hamil muda, saya hanya mendengarkan suara orang2 yang sedang mendampingi ibu, dan tidak lama kemudian ada orang yang suaranya keras menyuruh untuk memanggil saya, saya semakin hawatir mendengar kata2 itu, ada apa dengan ibuku? Dengan berusaha keras saya berupaya mendatangi ibu yang sudah ada di tengah2 banyak orang. "Ibu... Ibu... Dimana ibu? Beri tempat untuk saya melihat ibu". Sambil menangis saya pun bisa menerobos orang2 yang sedang mengelilingi ibu. Saya cium pipinya, saya panggil beliau berulang2 di dekat telinganya, dan ternyata beliau merespon suara saya. "Iya nak ada apa?". Saya tanya "ibu kenapa? Ibu jangan tinggalin saya bu, saya sekarang sedang hamil cucu ibu". "Ibu tidak apa2 nak, sana kamu istirahat lagi, kamu sedang sakit". "Iya bu". Dengan berat hati saya kembali ke kamar. Sesampainya di kamar ternyata saya mendengar bahwa ibu akan di bawa ke RSUD. Ya Allah... Mengapa ibu sakit di saat saya sedang sakit? Saya tidak bisa menjaga ibu, saya tidak tau keadaan ibu jika saya dan ibu harus terpisah seperti ini, saya menangis karena saya kecewa kepada diri saya sendiri tidak bisa menjaga ibu di saat beliau sedang sakit keras. Saya berusaha untuk ikut tapi semua orang melarang saya, saya berontak saya katakan bahwa hanya saya satu2nya anak ibu, ibu hanya punya anak tunggal dan sekarang ibu sedang sakit keras, jadi saya tidak bisa tinggalkan ibu sendirian. Tapi walaupun saya memberontak, semua orang tetap melarang saya untuk ikut, karena mereka memikirkan kesehatan janin saya. Akhirnya saya mengalah dan jauh lebih tenang karena katanya sudah banyak yang mendampingi ibu. Setiap orang yang datang menjenguk ibu saya tanyakan kabar beliau, semua orang mengatakan ibu baik2 saja, hanya saja butuh donor darah. Alhamdulillah hati saya semakin tenang, tapi saya tetap merasa berat hati karena anaknya sendiri tidak bisa berada di sampingnya. Maafkan saya bu, maafkan anakmu yang tidak bisa menemanimu di RS. Suami saya yang memang sengaja tidak ikut ke RS karena merawat saya dirumah, akhirnya membagi waktunya untuk mencari pendonor darah. Bolak balik ke RS sambil lalu merawat istrinya di rumah bukan hal yang mudah. Tapi mau bagaimana lagi, ini adalah ujian dalam keluarga kami. Setelah 5 hari ibu di rawat di RS, ternyata mertua saya menjenguk ibu disana. Sebelum ke RS, mertua saya mampir ke rumah untuk memastikan keadaan saya sedang baik2 saja. Dan tanpa disengaja saya mendengar ibu mertua saya sedang berkomunikasi dengan suami saya di ruang tamu, menanyakan keadaan ibu kepada suami saya, ternyata suami saya mengatakan bahwa "ibu tetap tidak ssadarkan diri, air pun tidak bisa ibu telan, ibu koma". Saya pun menangis mendengar semua itu, mengapa semua orang membohongi saya? Mengapa mereka menutupinya ? Saya anaknya, saya berhak tau keadaan ibu saya. Saya merasa sangat terpukul dengan kabar itu, saya tidak ingin di tinggal oleh ibu, saya tidak punya siapa2 lagi selain ibu. Saya menangis histeris sampai2 saya merasa lunglai dan pusing, akhirnya saya di bawa ke rumah mertua, karena di rumah sendiri pun tak ada yang bisa merawat saya, hanya suami saya yang memang masih sibuk mencari pendonor darah. Saya merasa terpukul sekali, di satu sisi saya berfikir kenapa ibu sakit di saat keadaan saya sedang seperti ini, saya tidak bisa mendampinginya, dan di sisi lain saya berfikir kenapa di saat saya sakit seperti ini bukan ibu yang merawat saya, melainkan ibu mertua saya. Kenapa di saat saya sakit seperti ini saya harus numpang di rumah mertua saya. Namun tidak lama kemudian bidan desa datang untuk memeriksa dan ternyata tensi darah saya 80, saya harus di infus. "Ya allah.. Semoga kami bisa menjalani ujianmu ini dengan sabar." Gumam saya dalam hati. Sudah 15 hari ibu di rawat di RS, akhirnya ibu bisa pulang juga dari RS. Walaupun ibu bisa pulang, tapi ibu tetap lemah. Saya harus bisa merawat ibu walaupun saya juga masih sakit. Sejak saat itu ibu tidak bisa kembali sehat seperti sedia kala, beliau harus bolak balik RS, bahkan beliau sampai harus opname di salah satu RS di Surabaya, karena ada gumpalan darah di lengan bagian kanannya. Yang membuat lengannya membengkak dan harus di operasi. Hampir setiap bulan beliau opname di RSUD, sampai2 para perawat dan dokter disana menghafalnya. Setelah beberapa kali bolak balik RSUD dan juga RS surabaya ternyata ibu sudah semakin sehat, meskipun masih sering merasakan sesak nafas. Sedikit demi sedikit ibu mencoba untuk belajar berjalan dan tidak lama kemudian ibu sudah bisa jalan walaupun harus tertatih2. Namun selang beberapa minggu setelah selang dowblel lomen di buka, ibu sering batuk berdahak dan badannya sering panas dingin. Ternyata ada benjolan di tempat dowble lumen itu di pasang. Akhirnya ibu memutuskan untuk memeriksakannya ke dokter bedah di RSUD, setelah di periksa ternyata ibu di rujuk ke salah satu RS di surabaya, dengan sangat terpaksa ibu harus berangkat, walaupun beliau masih tetap merasakan sesak nafas. Ketika kita mau berangkat, ibu sudah merasa sesak nafas, tapi beliau usahakan agar tetap berangkat ke surabaya, namun sepanjang perjalanan dari berangkat sampai pulang, ibu tetap sesak nafas dan ternyata ibu tidak bisa bertahan untuk sampai ke rumah, padahal tinggal 4 kabupaten lagi yang mau sampai rumah, namun ibu sudah menyerah tidak kuat dan ibu sempat pingsan, kamipun semakin tegang, dengan isak tangis kami menyusuri jalan sambil mencari puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Dan ternyata sesak nafas yang ibu alami tetap tidak mempan dengan oksigen yang ada disana, akhirnya pihak puskesmas memutuskan untuk merujuk ke RSUD di daerah kami tinggal. Ibu tidak sadarkan diri, ibu kritis dan harus masuk ruang ICU. Saya sudah lemah tak berdaya, dan saya tidak bisa memaksakan diti saya lagi untuk tetap bertahan di RS, saya harus cepat pulang untuk istirahat karena saya sudah merasa sakit perut bagian bawah. Akibat kejadian itu saya hampir keguguran, namun atas izin Allah janin saya masih bisa di selamatkan. Setiap hari saya merasa hanya hidup dengan suami begitu juga ibu. Saya di rumah hanya hidup bersama suami, ibu di rumah sakit juga hanya tinggal bersama bapak. Di rumah pun yang memasak, mencuci baju dan melakukan semuanya adalah suami, karena waktu saya hamil saya benar2 lemas karena keadaan keluarga saya yang seperti ini. Saya selalu meratapinya, namun suami yang selalu menenangkan saya, dia menyuruh saya untuk sabar, kita harus bisa melalui ini semua, karena kita tidak akan selamanya sedih seperti ini. Dengan kata2 itu saya mulai semangat lagi dan saya mulai belajar tenang dan tetap bersyukur atas semua kejadian yang tengah menimpa keluarga kami. Pada bulan ramadhan ibu masuk RS lagi dan opname disana sampai -+ 12 hari, dan ketepatan saat itu waktunya saya adakan syukuran untuk 7 bulanan kandungan saya, dengan terpaksa tanpa kehadiran ibu dan bapak kami tetap laksanakan acara tersebut bersama para tetangga, sampai kandungan saya umur 9 bulan ibu masih belum sehat sepenuhnya. Tepat pada hari sabtu, hari itu adalah jadwal ibu cuci darah, perut saya terasa mules dan tak lama kemudian ketuban saya pecah. Saya cepat2 di bawa ke puskesmas dan saat itu saya sempatkan telgon bapak dan ibu untuk meminta restunya semoga saya di berikan kelancaran. Saya sedih karena di saat saya akan berjuang untuk melahirkan, ibu tidak ada di samping saya. Tapi hati kecil saya berkata "Saya harus kuat dan tetap semangat, saya harus bisa menghadiahkan seorang cucu untuk ibu, agar ibu bisa tersenyum". Dan alhamdulillah atas izin Allah saya di berikan kemudahan untuk lahir dan saya langsung kabari ibu bahwa cucunya sudah lahir dengan selamat. Ternyata ibu menangis meminta maaf karena tidak bisa menemani proses persalinan saya, dan ibu juga bahagia karena akhirnya saya dan bayi saya selamat. Setelah saya lahir, semakin hari tampaknya ibu semakin sehat, sampai sekarang umur anak saya sudah 4 bulan ternyata ibu sudah kuat menggendong cucunya. Saya sangat bersyukur dengan semua kejadian ini. Akhirnya keluarga kami bisa BAHAGIA juga. #jangan lupa bersyukur #CeritaIbuTAP

Read more
 profile icon
Write a reply