Aku Bukan Ibu Sempurna Tapi Aku Ingin Selalu Ada.
Aku Bukan Ibu Sempurna Tapi Aku Ingin Selalu Ada. Bismillah. "I want to be a housewife, just like you mom". Begitu kira kira jawabku ketika mami minta aku tetep kerja setelah menikah. "Dedet mau jadi istri dan jadi ibu yang selalu ada buat suami dan anak anak nanti. Bisa selalu ada ngurus suami, masakin keluarga dan juga jadi guru pertama buat anak anak dimasa sekolahnya nanti." Katanya "Jadi ibu di rumah gak semudah yang dedet lihat.." karna kepala batuku perdebatan itu bisa ditentukan hasilnya, yess akupun jadi ibu RT dengan catatan ikhlas menerima segala konsekuensinya. Time flies, waktu berlalu cepat 6 tahun berlalu. Aku sejak saat itu, disetiap jatuh dan bangunku masih mengingat jelas kata katanya waktu itu. Di setiap letih dan labilku sungguh tak berani mengutuki nasib yang sudah kuambil sendiri. "Kangen kerja, pengen punya uang sendiri, bisa beli apapun yang kumau tanpa larangan tanpa harus minta ijin sama siapapun.. " kataku padanya sambil menangis suatu kali lewat sambungan telp tempo hari. Aku letih, powerless, dreamless dan hopeless. Kenapa ibu lain gak terlihat seperti aku. Lelah fisik dan capek pikiran. Dan selalu berasa dikejar dikejar rangkaian tugas rumah tangga, dan banyak rencana pembelajaran untuk anak yang hanya kutumpuk dikepalaku .Terlebih pandemi membuat keadaan berubah, walau tidak terpuruk, aku yang sedari kecil berada di zona nyaman, harus bisa jadi support system terbaik untuk suami dalam mengencangkan ikat pinggang. Kataku dalam hati, harusnya aku turuti perkatakan mamiku, untuk tetap bekerja apapun yang terjadi. Akupun di ujung sambungan telp sudah bersiap menerima omelan dan cibiran darinya, karena kutau, dengan bilang begitu aku menjilat ludahku sendiri yang dulu dengan bangganya bermimpi untuk jadi ibu rumah tangga seutuhnya. Aku merasa gagal menjadi ibu rumah tangga, akupun makin menyangsikan kemampuanku sendiri untuk bisa terus menjadi istri dan ibu yang baik. Hari itu dia tidak seperti biasa, yang penuh omelan dan teriakan memekakan telinga ketika sedang menceramahi ku akan hidup. Alih alih marah katanya " kalau dedet capek gak papa kok, kalau udah gak tahan dedet boleh pulang kesini, nanti mami bantuin momong (mengurus anak-red)." Tangisku pecah. Banyak rasa yang ingin kusampaikan tapi tak sanggup keluar bersamaan. Setelah sesi menangisku selesai , kami sudahi percakapan kami. Ada lega dalam hati ini. Niat bekerjapun hilang sudah, ternyata aku cuma perlu meluapkan perasaanku. Hpku kembali berbunyi, ada pesan masuk. Pesan darinya yang baru berbicara padaku di telp. Mungkin rangkaian kata itu tak sanggup Ia katakan langsung didepanku tanpa menangis. Ia akhiri percakapan chat itu dengan kombinasi kata kata "selalu sabar- ingat shalat- mami love you". Aku hanya satu dari 4 anaknya, dan bisa jadi kedua kakakku juga meluapkan rasa capek kesal sedihnya. Entah bagaimana dia mampu menghadapi semua selama ini, 25 tahun menjalani long distance marriage dengan 4anak yang memiliki sifat ego dan kesulitannya masing masing. Selama ini ak tak terlalu perduli akan sesi curhat mereka padanya. Tapi aku merasa ending jawabannya pun akan sama, tak jauh dari kata kata sabar- ingat shalat dan mami love you. Aku percaya kata katanya bukan sekedar template, tapi terasa sampai ke hati, mungkin karena disampaikan dari hati. Tak ada yang bisa menyelesaikan masalah selain kita sendiri, atas ijin Allah. Sudah seharusnya kita meminta kepadaNya. Ya Allah, sungguh cita citaku masih sama, seperti pintaku saat dulu. Aku masih ingin menjadi ibu rumah tangga seperti nya, ibu yang selalu kuat dan selalu ada, walaupun tak sempurna dan tak selalu gembira tapi tetap bahagia. Sehatkan orangtua kami, jadikan kami anak sholeh sholehah yang doanya kau dengar untuk mengantar mereka ke jannahMu. Mampukan dan kuatkan aku ya Allah, Istiqomah kan aku di setiap hariku di sepanjang waktuku selalu berusaha untuk jadi hambaMu, istri, ibu dan anak yang lebih baik lagi walau tak sempurna. #Harapan2021TAP
Read more