Merasa gagal jadi ibu dan istri
Singkatnya, hubungan saya dan suami memburuk sejak anak kami didiagnosa ganguan bahasa ekspresif dan reseptif. Jadi anak saya mengalami keterlambatan bicara. Kami sudah menjadwalkan untuk terapi... Tapi masih waiting list. Jadi kami berusaha untuk menstimulasi di rumah. Namun entah mengapa suami selalu menganggap usaha saya kurang, dan semua ini salah saya. Ya mungkin, karena saya yang tiap hari tinggal berdua dengan anak. Mungkin ini terdengar seperti pembelaan namun suami saya selalu berbicara dengan nada ketus pada saya. Tak jarang keluar pula hinaan dan hardikan dari mulutnya. Kalaupun beliau meminta maaf, tak lama kemudian dia begitu lagi ke saya. "Iya papa sengaja soalnya papa kesal sama mama." Katanya dengan santai. Memang, saya yang lalai. Memang saya kurang perhatian dengan anak. Saya sedang berusaha memperbaikinya. Saya juga sayang pada anak saya. Kenapa suami menumpahkan segalanya ke saya? Kenapa ketika saya membela diri saya, saya dianggap membangkang? Saya lelah sekali. Saya sedih, kesal, marah, dan merasa kesepian. Jika suami saya berpikir menekan saya dengan cara seperti itu akan memperbaiki saya, beliau salah besar. Yang ada saya malah semakin tidak nyaman di rumah, saya semakin sulit berkonsentrasi dengan anak, saya jadi sering bengong dan tidak bisa tidur. Kemungkinan depresi, (belum saya periksakan lebih lanjut) Saya merasa tidak aman bersama suami. Saya merasa saya terancam berada di dekat suami. Apakah ini saatnya memikirkan pilihan untuk bercerai? Saya tidak tahu, saya merasa gagal. Gagal dan sendirian, dan kesepian. Suami tahu saya tidak bekerja, mungkin itu juga yang membuatnya mudah menghardik dan menghina saya. Saya harus apa? Saya merasa kesepian... #curhat
pahlawan super