Saat Hamil Buah Hati
"Mas, positif!" Teriakku sambil menggoyang tubuh suami yang masih terlelap. Suami yang masih berusaha mengumpulkan nyawa hanya bisa mengelus kepalaku dengan lembut sambil tersenyum. Kenapa aku segirang itu? Karena ini kehamilan pertamaku setelah sebelumnya kami berdua divonis memiliki masalah dengan sperma dan posisi rahim. Bahagia? Jelas! Meskipun aku sendiri pun belum bisa memastikan usia dan kepastian bahwa ada janin yang hidup dalam rahimku. Segera kutanyakan pada mertuaku tentang kondisiku, dan sontak mereka berdua memeluk kami, karena selain ini kehamilan pertamaku, ini juga cucu pertama mereka. Mertua menyarankanku untuk ke dokter kandungan memastikan kehamilan. Kami langsung beranjak ke rumah sakit dan melakukan usg. Namun, dokter yang memeriksaku nampak ragu untuk menyatakan bahwa aku hamil mengingat jarak telat datang bulanku yang masih 3 hari dan hasil usg yang ternyata belum nampak sama sekali. Beliau hanya memberi vitamin dan meminta untuk usg lagi 4 minggu kemudian. Suami yang ikut mendengarkan hasil dokter sedikit ragu, dan memintaku untuk sedikit berpikiran negatif jika saja si janin tidak ada dalam perutku. Tidak semudah itu, Bambank~ Ini janinku, ini anakku, dan aku tidak akan pernah menganggap dia tidak ada meskipun dia belum kelihatan. Morning sickness mulai menyerang. Mual tak tertahankan (tapi masih mau makan banyak), sama sekali menolak untuk masak, dan lain lain menyebabkan suami kerepotan. Karena si emak ini benar benar kalah dengan kemualannya, alhasil seluruh pekerjaan rumah dipegang oleh suami, termasuk menyapu halaman dan menyiram bunga. Tada~ tidak sampai di situ. Ternyata saya juga tidak bisa dekat dengan suami sebelum suami mandi! Jadi, jangan harap bisa masuk kamar saat pulang kerja sebelum mandi. Kebiasaan selanjutnya adalah seringnya saya ngajak ngobrol perut sehingga suami mungkin ketularan dan juga ikut mengobrol meskipun usia kandungan baru beberapa minggu. Seminggu kemudian saya mengecek dengan test pack dan hasilnya tetap positif. Semakin bahagialah saya. Namun, anehnya dokter tidak menyarankan saya untuk melakukan tes apapun. Sehingga saya mengajak suami untuk ke bidan, berkonsultasi dengan bagaimana dan apa yang harus saya lakukan untuk kehamilan ini. Penjelasan bu bidan cukup detail sampai sampai membuatku yang tadinya yakin menjadi ragu akan kehamilan ini dengan kalimat, "dianggap tidak hamil" dan "dianggap hamil". Aku hamil! Aku benar-benar hamil, batinku. Sepanjang perjalanan ke rumah aku menangis sesenggukan. Suami mengira dia salah bicara, setelah berulang kali bertanya akhirnya kubuka suara, "Mayank hamil kan, Mas? Kita mau punya dedek kan? Ada dedek kan diperutnya Mayank?" Setelah pertanyaan itu keluar, sontak suami tertawa keras selama beberapa menit sambil memeluk erat dan berkata, "Dek,mamamu sekarang yang meragukanmu. Tapi kita ga pernah ragu sayangnya mamamu ke kita kan,Dek?" Suami bercerita panjang lebar untuk menguatkan dan memberi positive vibe agar istrinya tidak putus asa. Dan dia berhasil! Meskipun kuatir, aku berhasil mengembalikan sugesti jika anakku baik baik saja. Memang, saling mendukung itu perlu. Terutama bagi calon ibu. Terima kasih suamiku. Terima kasih calon bayiku. Semoga kita bisa berjuang bersama sampai kau lahir, Nak. We love you #CeritaHamilTAP
new mom ❤️