barangkali bisa memotivasi dan diambil pelajarannya

Babyku alhamdulillah sudah lahir sekitar 3 minggu yang lalu. Usia kandunganku waktu itu 39minggu 4hari. Sebelumnya aku memang sering banget sakit perut. Bisa sampe keringet dingin dan harus tidur buat memulihkan diri. Sejak gadis dulu, terutama kalau menstruasi. Tapi itu dianggap wajar aja. Apalagi kalau menstruasi, kan.. banyak juga yang sampe pinsan. Jadi gak mikir negatif soal sakit perutku. Ketika hamil, keluhanku melulu tentang sakit perut, sakit pinggang, gak kuat gerak terlalu banyak. Bidan selalu bilang itu hal yang wajar. Terutama ketika usia kehamilan semakin tua, bidan bilang, "wajar karena hamil tua, harus tahan sakit". Gak lupa, bidan saranin buat usg barangkali ada apa-apa juga. Ketika usg -dokter yang katanya temen temenku rada semlehoy gitu- kok sama aku serius. Aku sedikit mempertanyakan dalam hati "kenapa dokternya beda cara menanganiku?". Si dokter bilang janinku normal dan sehat tapi terus-terusan tanya aku ada yang mau ditanyakan atau keluhan atau apa. Aku gak mengeluh ini itu karena ingat kata bidan itu hal yang wajar. Dan sebelumnya aku juga usg ditempat yang berbeda sebut aja RS. A, dokternya juga bilang semua baik. Hari dimana pas minggu ke-39, ibuku menelepon, tanya gimana keadaanku. Ibuku tau aku melulu sakit perut. Buat duduk lama atau jalan kaki, aku bisa kesakitan banget. Aku sendiri mikir, masa konpal setiap hari? Beliau merasa cemas gitu, ya namanya juga naluri seorang ibu.. beliau sarankan aku cek ke bidan barangkali ada bukaan dan urut buat ngepasin janinku saat itu juga. Berangkatlah aku dan suami ke bidan. Bidan bilang semua baik dan sarankan buat cek seminggu lagi. Sepulangnya, aku langsung ke dukun beranak buat urut. Si dukun memang sering urutnya bagian kiri. Dikiranya benjolan itu janinku. Selesai urut, kami langsung pulang ke rumah. Luaaar biasa pinggangku berkali-kali lipat sakitnya. Aku mengeluh ke suami. Awalnya aku masih bisa tahan tapi semakin kesini makin sakit, besoknya lebih sakit lagi. Aku nangis setiap kali merasa sakit. Besok malamnya aku gak bisa tidur sama sekali, sakitnya semakin rutin per 10 menit sampai 5 menit sekali. Akhirnya jam 2 malam aku dibawa ke rumah sakit yang berbeda dari 2 rumah sakit sebelumnya yang tempat aku usg tempo lalu. Banyak yang bilang rumah sakit ini lebih bagus. Sesampainya disana, aku dipapah suami turun dari mobil. Lalu naik kursi roda ke ruang usg. Ada perawat bergamis yang menyambut. Ketika di cek, aku sudah "buka 2". Dokter datang dan periksa keadaanku. Aku usg lagi, dokter tanya sebelumnya usg dimana dan apa kata dokternya. Kami bilang semua baik, normal gak ada masalah. Tapi dokter berkali-kali tanya, "dokter di RS. B bilang apa?" Dan kami jawab hal yang sama. Akhirnya dokter itu -sebut aja dokter H- cuma bilang kalau bayiku nanti lumayan besar 3,8kg khawatir aku gak bisa mengejan dengan baik kalau mau lahiran normal. Nanti diobservasi aja sampai jam 7 keadaanku gimana dan apa bisa turun berat janinnya. Dari jam 2 sampai jam 7 pagi aku gak tidur, sakitnya luar biasa yaa perjuangan mau jadi ibu. Gak putus mulut nyebut nama Allah. Gak jauh pikiran seperti mau mati tapi gak rela mati, aku mau liat anakku, mau membesarkan anak kami bersama. Gak lupa hatiku nyebut-nyebut ibuku, kepikiran ibuku, inget banyak salah sama ibu. Aku kirim pesan ke ibu, kirim kabar dan minta do'a beliau jam 3 pagi. Dan ibu langsung menelepon aku. Nyuruh aku jalan jangan tiduran biar bukaanku cepet selesai dan cepet lahiran. Aku bingung, aku bangun dari tidur aja rasanya gak bisa. Tanganku sudah diinfus juga. Jam 7 pagi, perawat datang dan periksa bukaanku. Katanya baru 3 dan itu masih tebal. Batinku, Yaa Allah... baru buka 3 tapi udah astaghfirullah... Sekitar jam 8 atau 9 pagi, ibuku datang dan maksa aku buat jalan keliling rumah sakit. Gak lupa bude yang 2 tahun lalu operasi SC anak ke 6 -karena kendala ari-ari dibawah- ngajakin ngobrol lewat telepon. "Yaa Allah wi.. jangan sampe SC sakit recoverynya 10x lipat daripada lahiran normal. Sakit sekarang gapapa. Semangat. Jangan tiduran.. blabla".. saat itu aku udah gak punya urat malu, bok. Hahaha. Aku jalan sambil sedikit-sedikit berhenti karena kesakitan dan nangis. Sampe disamperin perawat, "kalau sakit, berhenti terus jongkok ya bu. Napasnya jangan pakai mulut nanti janinnya naik turun. Napasnya tarik dari hidung keluar dari mulut. Jangan nangis ya bu, nanti janinmu stress bisa bahaya.." Selama hamil gampang banget deh ikut yoga gitu dan latihan nanti kontraksi mau ngelahirin napasnya gimana. Entah kenapa pas tiba waktunya aku gak bisa napasnya begitu malah pakai mulut terus. Jam 10 pagi, aku usg lagi dan cek bukaan. Katanya janinnya turun beratnya jadi 3,6kg tapi sialnya bukaan masih tetap 3. Dokter bilang kalau sampai jam 12 gak nambah juga, terpaksa SC. Gak lupa ketika keluar ruangan, sebelum pintu ditutup dokter sempet bilang "kalau gak kuat, bilang ya bu.." Ibuku cemas luar biasa saat tau tentang SC, gak mau aku kesakitan kayak bude. Ibuku ngajuin suntik induksi ke dokter tapi dokter bilang gak ada kebijakan buat kasih itu di RS nya, kalau memaksa dan terjadi apa-apa bukan tanggung jawab mereka. Ibuku semakin gencar nyuruh aku gerak. Maa Syaa Allah nikmat sakit mau jadi ibu... aku jalan, jongkok, merangkak sambil nangis-nangis gak karuan dan gak peduli diliatin orang. Sampai akhirnya jam setengah 12, ibuku kepikiran soal jamu tempo dulu yang bisa bantu buat melahirkan. Ibuku nelepon sodara, minta tolong diantarkan jamu itu. Eh, saudara bilang gak bisa datang dan malah menawarkan si "rumput fathimah" yang baru dibawa dari arab. Konon katanya itu bisa membantu proses pembukaan. Ibuku minta suamiku buat jemput jamu-jamuan dari tempat saudaraku itu beserta rumput fathimahnya yang memakan waktu hampir satu jam buat pulang pergi. Saat itu ada satu perawat diruanganku dan ngasih tau kalau jamu-jamuan dilarang disana. Tapi ibuku mikir itu gapapa toh beliau pernah minum jamu itu waktu mau melahirkan dulu, tanpa "rumput fathimah" yaaa tentunya. Aku sempet tanya itu rumput gimana bentuknya, malah katanya nanti juga tau. Singkat cerita, jam 12 yang nunggu pasien harus 1 orang aja. Yang lain disuruh pulang atau menunggu jam 4 sore. Ibuku keluar karena bawa adek yang masih kecil gak boleh diruangan pasien. Aku ditunggu mertua sambil nunggu suami sampe bawa jamu. Gak lama, jamunya dateng tapi suami gak langsung masuk. Mertua langsung ngasih rumput fathimah segelas. Selepas itu aku ke kamar mandi dan balik lagi, suami udah dateng. Aku minum lagi rumput fathimah segelas dan jamunya kira-kira satu gelas juga. Aku minum sambil ngumpet karena selain gak boleh minum jamu, aku udah disuruh puasa buat SC. Beberapa detik dari itu, mulesku semakin dahsyat. Luaaar biasa berkali-kali lipat. Perawat datang cek kondisiku, trus tanya tadi aku minum rumput fathimah atau gak. Aku diminta jujur. Aku diem aja sambil noleh ke suami. Suamiku mengiyakan. "Berapa banyak minumnya? Udah sering mules ya?" "Segelas" padahal 2 gelas.. Perawat langsung mangap, speechless dan langsung nyamperin dokter. Gak lama, balik lagi bilang, "Ibu, kita akan ambil tindakan. Silahkan dikonfirmasi. Kalau menolak, silahkan tandatangan penolakan dan silahkan mau tinggal tunggu disini atau mau cari rumah sakit lain." "Dari 10 orang yang minum rumput fathimah di rumah sakit ini, cuma 1 yang selamat." "Rumput fathimah itu satu tetes aja sudah bahaya." Suami tanya aku, "kamu mau normal atau SC?" "Aku mau normal" "Kamu kuat, gak? Yang penting dua-duanya selamat.." "Aku gak tau.." Suamiku berpikir keras sambil lihat kondisiku dan akhirnya konfirmasi SC. Giliranku sekitar 15menit setelah konfirmasi. Suamiku gak henti-hentinya ngeyakinin aku kalo aku bisa. Aku kuat. Jangan takut. Aku dibawa ke ruang operasi sama perawat dan suamiku yang disampingku. Suami berhenti didepan pintu, nunggu aku diluar. Ruang operasi terasa menyeramkan banget buatku pertama kali masuk. Aku gak berhenti nyebut nama Allah sambil takut-takut mulesku kerasa lagi sewaktu mau dibius ditulang sumsum belakang. Meskipun begitu, kaki kiriku kaget dan reflek terpental kayak kesetrum gitu sewaktu disuntik. Akhirnya suntikannya kegeser dan aku disuntik ulang sambil diomelin perawat dikiranya aku gerak sendiri. Singkatnya, dokter yang operasi aku dan yang ngecek bolak balik usg adalah orang yang beda. Ruang operasi juga ternyata gak kayak ditelevisi yang selama ini jadi konsumsi masyarakat. Ruang operasi banyak perawat nganggur sambil ikut ngegosip dan ikut ngegosip sambil ketawa ketiwi bareng si dokter. Katanya biar gak "spaneng" gitu. Tapi aku yang lagi dioperasi itu gak bisa ikutan ngakak walaupun aku dalam keadaan sadar. "Hmm.. pasien ini.. rumput fathimah.. hmm" kata si dokter sambil ngangkat bayiku. Dan gak lama dari situ, beberapa perawat sedikit kaget... "Dok, ada ini dok.. ini gimana?" "Wah..." "Bu bu? Bu?" Dokter manggil aku yang semaput. "Ya?" "Ini ada kista bu, mau diambil sekarang atau mau dioperasi sendiri kapan-kapan?" "Sekarang aja, dok.." "Ini gak bisa luruh ya pake rumput fathimah.." kalo keadaanku baik-baik aja, mungkin aku udah ikutan ketawa bareng perawat-perawat yang ada diruangan itu. "Konfirmasi sama suaminya!" Kata dokter ke perawat disana. Operasiku lumayan lama karena harus angkat kista juga. Gak nyangka ada kista sebesar telor asin disebelah kiri dinding rahim. Jadi, yang diurut sama dukun beranak kemaren bukan bayinya. Tapi kistanya. Dan janinku gak turun-turun, bukaanku gak nambah-nambah karena terganjel sama kista yang berusaha diturunin sama dukun beranak. Dan keadaanku juga janin semakin memburuk karena rumput fathimah yang ternyata hanya membuat mules yang semakin dahsyat tanpa membantu proses pembukaan, menipiskan dinding rahim dan membuat janin keracunan. Dan benar aja ketika operasi itu, anakku sudah BAB dirahimku. Kalau terlambat, dia bisa keracunan dan gak tertolong. Na'udzubillah. Besok paginya, aku ditemani ibuku di kamar. Suami pulang buat ambil ganti. Dokter yang kemaren cek dan usg aku, cek aku lagi dan bilang ke ibuku, "dulu saya juga sempat bawa rumput fathimah dari arab. Tapi setelah tau bahayanya, saya gak bawa lagi. Dan benar aja kemaren bayinya sudah eek didalam. Saya tadinya mau menunggu sampai jam 4 karena ibu sudah nemui saya terkait suntik induksi itu. Tapi karena dia minum rumput fathimah, saya gak bisa toleransi." Ibuku shock denger kabar itu dan ngerasa bersalah banget. Hikmahnya buatku, sih, hubunganku dan ibuku yang tadinya bisa dikatakan semrawut, setelah insiden ini hubungan kami alhamdulillah semakin membaik. Dokter-dokter yang sebelum-sebelumnya gak ngasih tau aku kalau ada kista segede itu diduga biar aku gak stress karena punya begituan dan melihat kondisi janinku juga gak terganggu dengan itu. Walaupun begitu, aku kadang tetep stress juga karena omongan orang yang bilang aku males selama hamil gak mau jalan bla bla padahal yang punya badan dan ngerasain sakit ya aku sendiri. Wkwk. Ya, kita cuma bisa mengusahakan yang terbaik tapi Allah tau yang lebih baik. Katanya do'a ibu hamil itu paling diijabah. Dan ya, ketika kesakitan aku berdo'a, "Yaa Allah hilangkan rasa sakit, angkat semua penyakitku." Maa Syaa Allah, akhirnya aku operasi kista yang aku gak tau kalo selama ini aku sakit karena punya itu. Bahkan Allah kasih tau ketika aku sedang operasi SC. Kuasa Allah memang tiada tanding! Kasih sayang Allah gak pernah kurang buat hamba-Nya. Dan buat pertama kali, aku merasa Allah Maha -LUAR BIASA- Baik. Buat dimanapun calon ibu yang sedang menanti buah hati lahir, tetap semangat! Tetap usaha yang terbaik, selalu berdo'a, dan tetap kuat. Jangan stress apalagi karena omongan orang. Buat yang sedang menanti kehamilan, semoga lekas Allah titipkan amanah janin yang akan dilahirkan. Tetap sehat, tetap kuat.

65 Tanggapan
undefined profile icon
Tulis tanggapan

Cerita kita sama bunda, bedanya saya ga minum air rendaman rumput Fatimah. Saat operasi sc bbrp bulan yg lalu, ternyata saya juga ada kista sebesar kepalan tangan pria dewasa...pdhl selama ini saya USG, bahkan setiap bulan saya USG, tp ga pernah keliatan... Ya Allah, rasanya ga percaya, tp ini nyata...selama ini saya ada kista, tp ketauannya pas melahirkan si adek.... Alhamdulillah lgsg di angkat malam itu juga.

Baca lagi