Ienthan Hapsary profile icon
SilverSilver

Ienthan Hapsary, Indonesia

Kontributor

About Ienthan Hapsary

Ibu hamil

My Orders
Posts(11)
Replies(1)
Articles(0)
CPD (CEPHALO PELVIC DISPROPORTION) “Dok, perut saya kencang2 sejak tadi malam,” keluh seorang ibu hamil. Ini kehamilannya yang kedua. Anak pertamanya 3700 gram, lahir normal. “Sudah teratur Bu mulasnya? Tiap berapa menit?” tanyaku sambil membolak balik rekam medis. Dari hasil pemeriksaan sebelumnya, hari ini usia kehamilannya menginjak 40 minggu. Tentu saja sudah cukup bulan dan sudah waktunya melahirkan. “Tadi malam satu kali tiap sepuluh menit. Sekarang sudah dua kali, Dok,” jawabnya. Ia berbaring di tempat tidur periksa. Perutnya memang terlihat mengeras. Mulas-mulas teratur, tiap sepuluh menit, apalagi disertai keluarnya darah lendir, merupakan tanda-tanda persalinan. Demikian juga ketuban pecah. Aku mengambil sarung tangan dan mulai melakukan pemeriksaan dalam. Pembukaan satu sentimeter, kepala sudah masuk pintu atas panggul. Pemeriksaan USG menunjukkan air ketuban cukup, gerakan janin bagus. Letak plasenta bagus, tidak menutupi jalan lahir. Tapi, bayinya besar. Taksiran berat janin 4100 gram. “Bu, kelihatannya janinnya besar. Taksiran saya sekitar 4100 gram. Bisa salah sepuluh persen, jadi bisa saja 3700 gram. Tapi maksimal 4100 gram. Namanya perkiraan, bisa saja meleset,” ujarku hati-hati. Si pasien terdiam, mencerna kata-kataku. Begitu juga sang suami. “Sebaiknya sih dioperasi saja, Bu. Karena kalau mencoba lahir normal, lebih berisiko. Kalau taksiran berat janin saya benar, dan saat lahir 4000 atau 4100 gram, saat lahir bisa terjadi distosia bahu. Artinya kepala lahir, tapi bahunya tidak bisa lahir alias macet. Ini membahayakan bayi karena bisa menyebabkan kematian.” Aku menarik napas panjang, merasa tidak nyaman menjelaskan kemungkinan buruk seperti ini. Tapi tetap harus kujelaskan agar pasien dan suaminya mengerti risiko yang harus dihadapi. Agar tidak menyalahkan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Selain itu, robekan di jalan lahir bisa banyak, bisa sampai ke otot anus. Robekan luas juga bisa menyebabkan perdarahan.” Pasien dan suaminya menatapku lurus. Entah apa yang ada di pikiran mereka. Aku melanjutkan penjelasanku. “Tetapi ada juga kemungkinan berat bayi ini “hanya” 3700 gram. Kalau beratnya sekian, in syaa Allah persalinan normal masih dimungkinkan, karena sebelumnya sudah pernah lahir 3700 gram.” Meskipun dalam kasus ini aku cenderung ingin operasi, tapi aku harus fair. Aku harus menjelaskan juga bahwa masih ada kemungkinan bisa lahir normal. Karena taksiran berat janin bisa saja melenceng sepuluh persen. Dan kesalahan prediksi seperti itu masih wajar. Setelah lama terdiam, pasien hamil itu berkata tegas penuh keyakinan, “Saya ingin mencoba melahirkan normal, Dok.” Aku menghela napas. Khawatir dengan pilihan pasien. Tapi aku harus menghormati keputusan yang sudah diambil. Yang penting penjelasan lengkap sudah kuberikan. Terlebih lagi, jika terdapat kasus suspek CPD (kecurigaan adanya ketidaksesuaian kapasitas panggul dengan ukuran janin) seperti ini, maka masih bisa dilakukan partus percobaan. Yaitu percobaan persalinan pervaginam (via vagina). Penilaian dilakukan saat pembukaan 4 cm atau lebih. Kalau persalinan pervaginam dinilai berhasil maka dilanjutkan. Jika dinilai gagal, maka akan dilakukan operasi. (Penjelasan mengenai CPD ada di paragraf bawah) “Baiklah. Jika Ibu ingin mencoba melahirkan normal, Ibu harus memahami risiko2 yang tadi sudah saya jelaskan. Nanti kita lihat hasil rekam jantung janinnya. Jika baik, Ibu bisa mencoba lahir normal. Tetapi jika jelek, harus operasi ya Bu!” “Baik, Dok.” “Satu lagi, Bu. Jika nanti persalinan macet padahal kontraksinya sudah bagus, maka itu merupakan tanda tidak baik. Jadi harus segera dioperasi.” “Persalinan macet maksudnya bagaimana, Dok?” “Misalnya pembukaan bertahan di 4 cm terus, tidak maju-maju setelah 3-4 jam,” jawabku. “Ooh begitu. Baik, Dok. Saya coba dulu melahirkan normal. Kalau macet, saya siap dioperasi.” Pasien tersenyum lembut. Aku mengangguk seraya meminta asisten mengantarkan pasien ke tempat pemeriksaan rekam jantung janin. Pada kasus ini, jika persalinan macet maka berarti telah terjadi CPD (cephalo pelvic disproportion), yaitu suatu kondisi di mana kapasitas panggul tidak sesuai dengan biometri (ukuran2) janin. Simpelnya, ukuran janin terlalu besar (bisa lingkar kepala, lingkar perut atau berat janin yang besar) sehingga “tidak muat” di rongga panggul. Akibatnya janin tidak bisa keluar dari rongga tersebut, sehingga persalinan macet. Jika kondisi ini dibiarkan berlangsung lama dan tidak diambil tindakan, bisa mengakibatkan rahim robek. Rahim robek bisa mengancam nyawa ibu dan janin. Ngeri, ya! Untuk menghindari komplikasi tersebut, ibu hamil dalam proses persalinan harus diawasi ketat oleh tenaga kesehatan terlatih. Hasil rekam jantung janin baik. Pasien dirawat di kamar bersalin. Pasien di poli sudah habis, dan visite pasien di ruang rawat sudah selesai. Aku pun bergegas pulang. Beberapa jam kemudian, aku ditelpon bidan kamar bersalin. Mengabarkan ketuban sudah pecah dan pembukaan 4 cm. “Apa warna air ketubannya?” tanyaku singkat. “Putih keruh, Dok.” “Bagaimana his (kontraksi) nya?” “Bagus, Dok.” Aku mengucap syukur. Warna air ketuban putih keruh pertanda baik. Berarti janin dalam kondisi bagus. Tetapi jika warna air ketuban hijau kental atau kuning, berarti janin dalam kondisi tidak baik. Harus dilakukan tindakan segera. “Baik. Observasi yaa. Nilai ulang 2 jam lagi.” “Siap!” Bidan-bidan di kamar bersalin sudah sangat paham tugasnya. Kalau aku instruksikan untuk observasi, mereka akan mengobservasi kondisi ibu dan janin secara berkala. Bahkan sebenarnya tidak usah diperintahpun mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan. Bolak balik kulirik jam di pergelangan tangan. Khawatir, jika pembukaan makin maju sementara aku masih di tempat ini. Aku sedang menghadiri suatu acara penting di sekolah anakku. Jarak dengan rumah sakit lumayan jauh. Waktu berlalu dengan lambat. Gelisah, sebentar-sebentar kuamati layar ponsel pintarku. Jangan sampai ada pesan atau telpon dari kamar bersalin yang luput dari perhatian. Tak lama ada panggilan masuk. Segera kuangkat. Tapi ternyata hanya telpon dari petugas farmasi, mengkonfirmasi penggantian beberapa obat yang tidak tersedia. Satu jam. Dua jam. Belum ada kabar. Berarti pembukaan masih sama. Tiga jam berlalu. Aku sudah gatal ingin memberi instruksi. Jika persalinan macet, operasi saja. Tiba-tiba ada pesan masuk. Ini yang kutunggu-tunggu. Dari kamar bersalin. Aku memang sudah menginstruksikan lapor via WA saja sementara ini, agar orang lain tidak tergganggu. [Dok, hisnya bagus, 3-4 kali dalam sepuluh menit. Lamanya 35 detik. Pembukaan masih sama, 4 cm.] Pesan whats app dari bidan kamar bersalin. Aku ingin menjawab, tapi kuurungkan. Karena kulihat nomor WA dari kamar bersalin masih “typing”. [Pasien minta operasi, Dok] Aku tersenyum sendiri. Pintar ini pasien! Menyadari persalinan macet, tidak usah disuruh lagi, dia langsung minta operasi! Berarti penjelasanku tadi pagi benar-benar dipahami, dihayati dan diamalkan. Jadi aku tak usah repot-repot lagi memberi edukasi. [OK. Langsung siapkan operasi, ya!] Aku memberi instruksi. [Siap!] Aku bersyukur. Semuanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Acara di tempat ini juga baru saja selesai. Pas sekali. Saat aku harus melakukan tindakan, aku bisa segera meluncur pergi. Alhamdulillah. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” Singkat cerita, operasi sesar dilakukan. Penasarankah dengan berat bayinya? Ternyata, beratnya 3950 gram! Meleset sekitar 150 gram dari taksiranku. Lingkar kepala 37 cm. Kasus ini confirmed CPD. WRITTEN BY : dr. SUSIE SUSILAWATI, SpOG
Read more
 profile icon
Write a reply