Secarik Intermezzo
Tulisan ini sebagai intermezzo, yang mungkin memberikan sedikit insight bagi yang berkenan untuk membacanya. Saya menceritakan kisah nyata yang terjadi di forum The Asian Parent, yaitu: Ada yang aneh di kulit seorang anak ( bintik merah tidak bernanah), lalu berinisiatif untuk menanyakan hal tersebut ke forum The Asian Parents. Setelah itu, muncul tanggapan, yaitu: 1. Menyarankan untuk langsung membawa ke Puskesmas, DSA, atau pihak lain yang memiliki kapabilitas secara medis; 2. Menyarankan untuk membeli obat X dengan harga Rp7500,-. Si ibu penanya mengabaikan saran untuk membawa ke DSA; tapi mengaminkan saran untuk membeli obat seharga Rp7500,-. Sedangkan dalam satu postingan tersebut saja, sudah banyak ibu-ibu yang melakukan diagnosis kasar dengan menyebutkan: "oh ini herpes berbahaya, bisa menular" atau "oh ini biang keringat, diamkan saja nanti sembuh sendiri". Diagnosis tersebut bisa saja salah, karena disampaikan oleh pihak yang tidak memiliki kapabilitas dalam hal medis. Diagnosis tersebut diturunkan berdasarkan pengalaman pribadi, yang mana pengalaman tersebut dapat berbeda antara satu bayi dengan bayi lainnya. Berangkat dari diagnosis yang berbeda, lalu menyebutkan merek obat yang berbeda pula, apakah si ibu tidak memiliki kekhawatiran bahwa obat Rp7500,- tersebut memiliki peluang untuk memberi dampak buruk pada anaknya? Peluangnya sama besar. Ini seperti berjudi. Kalau ternyata obat tersebut benar, maka kulit si anak akan sembuh hanya dengan mengeluarkan Rp7500,-. Namun, jika obat tersebut salah, maka risiko yang ditanggung jauh lebih besar, biaya untuk pengobatan lanjutan akan lebih banyak, ditambah lagi, beban yang dirasa oleh bayi karna ia tak kunjung sembuh, malah semakin tak menentu. Ya, tentu saja, akan selalu ada argumen: "Kami memiliki keterbatasan (misal: dana), tidak semua orang memiliki sumber daya yang cukup. Ini yang terbaik yang bisa kami usahakan." Ya, saya juga tidak menyalahkan argumen tersebut. Benar, memang tidak semua orang tua mendapatkan privilage atas akses fasilitas kesehatan dengan mudah. Namun, yang saya rasa perlu untuk kita pelajari bersama, bukan hanya ibu-ibu di luar sana, melainkan juga saya sendiri, yaitu: Sebisa mungkin, mari kita memulai untuk berusaha mencari informasi dan menggunakan informasi dari sumber yang valid. Mari gunakan fasilitas yang tersedia secara gratis (contoh: puskesmas). Mari banyak membaca literatur yang valid, seperti buku, jurnal penelitian (FYI, banyak sekali jurnal penelitian berbahasa Indonesia, yang tersedia di Google), demi menambah pengetahuan kita sebagai ibu, demi tumbuh kembang anak yang lebih baik.