Cerai saat Hamil
Pertengahan 2018 suami mulai berubah, yang awalnya jujur dan terbuka sekarang serba privasi dan banyak bohongnya. HP & ATM nya juga di privasi. Akhirnya ketahuan juga ternyata dia selingkuh dengan perempuan berusia 23th. Saya menguatkan hati, ini godaan, suami saya lagi salah jalan, saya harus menariknya kembali ke jalan yang benar. Tapi semua usaha yang saya lakukan sia2, suami memberi saya pilihan "ijinkan perempuan itu jadi istri keduanya atau cerai", dan saya memilih cerai. 23 februari 2019 suami mengajukan perceraian di pengadilan, sorenya saya test pack karena sudah telat haid 1 minggu dan ternyata hasilnya positif, saya hamil (anak kedua, anak pertama perempuan usia 3th). Dua minggu setelah itu saya mendapat surat panggilan dari pengadilan dan mulai mengikuti prosesnya mulai dari mediasi, sidang pertama dan kedua. Sidang ketiga tanggal 27 maret 2019 suami tidak hadir, dia mengutus pengacara dengan alasan dia sibuk ada pekerjaan di luar kota. Pertengahan april suami mulai sering nelpon dan WA, say hallo, menanyakan kabar saya, anak, kandungan saya, dan bilang tidak ingin bercerai karena sangat mencintai saya, dia mengajak rujuk. Waktu itu saya bersikeras tidak mau rujuk, karena masih sakit hati dengan perbuatannya. 25 mei 2018 keluarlah surat putusan dari pengadilan yg isinya "mengijinkan suami mengucapkan ikrar talaq di depan hakim dalam waktu paling lama 6 bulan, kalau dalam kurun waktu 6 bulan tidak juga mengucapkan talaq berarti kasusnya gugur, tidak ada perceraian". Suami bersikeras tidak mau datang mengucapkan talaq, dan terus meminta maaf. Hati saya luluh, karena memikirkan anak pertama saya, dan nanti mau melahirkan kasihan kalau tidak ada bapaknya. Dan saya fikir mudah2an ini jadi pelajaran buat suami, dan tidak akan mengulangi lagi. Juli 2019 saya terima suami kembali. Setelah balikan hati saya masih tidak tenang, walaupun suami sudah berbuat baik tapi tetap dihati saya masih ada yang mengganjal. Saya merasa banyak kebohongan yang disembunyikan. Malam itu 30 agustus 2019, saya mendapat telpon dari seorang wanita, dia mengaku sudah menikah dengan suami saya pada tanggal 30 maret 2019. Hati saya hancur mendengar semua ini, dan waktu saya tanya ke suami dia membenarkan itu semua. Berarti waktu persidangan yg ketiga dia tidak hadir karena dia keluar kota menikah diam2, dan membuat saya tidak habis fikir dia menikah dengan perempuan baru lagi, janda beranak 2. Bukan perempuan yg menyebabkan dia ngotot mau bercerai kemarin. Saya menangis sejadi2nya, ngedrop, berhari2 tidak makan, tidak tidur. Semua masukan, nasehat dari keluarga masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Suami yang katanya pergi ke luar kota 2 minggu sampai sekarang tidak pulang2. Saya pergi kontrol ke dokter kandungan langganan saya, tes darah ternyata HbsAg positif. Dokter mengatakan ini karena saya tidak makan, kurang nutrisi, jadi daya tahan tubuh melemah dan terserang virus. Kalau tidak diobati dampak penyakitnya akan terlihat setelah 5th sampai 10th kedepan, fatalnya bisa merusak organ hati (sirosis). Anak yg dikandungan berkemungkinan besar juga tertular penyakit hepatitis ini. Saya shock mendengar semua ini, saya merasa jadi ibu yang jahat dan egois. Karena mementingkan ego dan perasaan saya sampai membahayakan anak di kandungan saya. Terbersit di fikiran saya, kalaupun bapaknya egois hanya memikirkan kesenangannya sendiri, saya tidak boleh melakukan hal yang sama. Saya harus membahagiakan dan melindungi anak2 saya. Karena terapi/ pengobatan hepatitis-B hanya bisa dilakukan setelah melahirkan, maka saya mulai searching makanan2 apa yang bisa menguatkan antibodi dan mulai mengkonsumsinya. Pola makan dan nutrisi mulai diatur, semua yg bergizi walaupun tidak suka tetap saya makan. Yang ada di fikiran saya " saya harus kuat, sehat, anak saya harus selamat, tidak boleh tertular". Satu bulan berikutnya saya melakukan tes darah lanjutan Hepatitis B DNA virus, dan hasilnya betul2 diluar dugaan "TIDAK TERDETEKSI". Saya sangat senang, dokter menyatakan selamat. Saya sembuh. Setelah itu saya di USG, cobaan baru lagi datang ternyata bayi saya terlilit tali pusar, 2 lilitan. Karena sudah TM3 sulit untuk dilepas. 2 minggu setelah itu saya kontrol kembali dan ternyata hasilnya sama. Akhirnya saya memutuskan untuk melahirkan SC 10 okt 2019, tanpa suami. 4 jam sebelum melahirkan suami menandai saya dan istri barunya di statusnya di medsos yang intinya mengatakan bahwa "poligami itu yang dirugikan sebenarnya istri kedua, harus tabah menghadapi komen negatif orang, tapi yg ngaku di dzolimi malah istri pertama". Kembali saya tidak bisa menahan air mata, dada saya sesak. Dari awal hamil sampai mau melahirkan kenapa tidak ada habis2nya dia menyakiti hati saya, padahal saya berjuang mati2an demi anaknya juga. Apakah tidak ada rasa khawatir kalau terjadi apa2 dengan saya dan anaknya??? Saya kerumah sakit ditemani orangtua dan saudara2, Alhamdulillah anak laki2 saya lahir. Perlahan fokus dan perhatian saya teralihkan. Saya merasa sangat beruntung memiliki 2 buah hati, 1 perempuan dan 1 laki2. Saya block no HP suami, saya putuskan tidak mau berhubungan lagi dengan laki2 seperti ini. Dia terus berusaha menghubungi saya melalui akun medsos nya, meminta maaf, dan bersikeras tidak mau bercerai, tapi tidak pernah saya ladeni. Saya sudah putuskan kalau memang dia tidak mau mengucapkan talaq sampai batas waktu 25 nov 2019 ini dan sidang perceraian kemarin gugur, maka saya yang akan mengajukan gugat cerai di pengadilan. Maaf bunda curhatnya panjang, mohon doa nya ya bun, biar dimudahkankedepannya?
Mama Tania β£οΈ