Tak selalu rugi, menyekolahkan anak di lembaga yang murah.

Menyekolahkan anak, dulunya saya kira menjadi hal yang sederhana. Kenyataannya tak sesederhana yang saya kira. Minggu lalu di sebuah cafe, saya bertemu teman lama. Ia bercerita bahwa anaknya sudah pindah sekolah 2 kali. Anaknya tidak betah dengan sekolah lama, dia selalu terlihat sedih setelah pulang sekolah. Katanya, sekolah yang baru ini beda dengan saat ia TK. Kotor, temannya rese', dan tidak ada AC nya. Sebagai seorang ayah ia tentu tak tega, lalu memindahkan anaknya ke sekolah yang mahal, ber-AC dan aneka tawaran kenyamanan belajar. Meskipun dia harus kehilangan uang daftar ulang di sekolah lama dan membayar lagi pendaftaran di sekolah baru. Apesnya lagi, dia ngutang bank untuk sekolah anaknya itu. Bagi saya, keputusan teman saya itu kacau. Menuruti anak, tanpa mengukur potensi diri dan ekonomi. Saya memprediksi dia akan kesulitan ekonomi kedepannya. Pendapatannya, saat saya tanya, menurut saya masih di bawah standar kemakmuran. Namun ia nekad menyekolahkan anaknya di tempat itu. Sekolah Dasar yang biaya perbulannya setara biaya kuliah satu semester. Bahkan bisa lebih jika ada saweran yang dilakukan oleh paguyuban Walimurid. Saya kemudian menanyakan alasannya mengambil keputusan (memindah sekolah) itu. Alasannya memang klasik, tak ingin anaknya sedih. Bagaimanapun sebagai orang tua, harus berjuang untuk masa depan anaknya. Dari kejadian tersebut saya kemudian berpikir bahwa saat pertama menyekolahkan anak di tempat pendidikan yang mahal, itu menuntut konsekuensi seterusnya harus sekolah di tempat mahal juga. Anak menjadi terbiasa hal-hal yang nyaman dan menyenangkan. Saat ditempatkan pada kondisi tidak nyaman, langsung tidak krasan, sedih dan seolah hidup bagai di neraka. Kondisi ini mengingatkan saya pada film keluarga Cemara saat ayahnya memutuskan pindah ke desa sebab bagkrut. Tergambar di film tersebut konflik antara ayah dan anak yang belum mampu mengerti tentang arti hidup susah. Kembali ke teman saya, dia bercerita tidak rugi dengan sekolah baru anaknya saat ini Terbukti seminggu di sekolah barunya, anaknya kembali ceria. Anak teman saya ini pun seringkali dapat piala. Lomba hafalan doa inilah, lomba itulah. Intinya dengan menyekolahkan di tempat tersebut anaknya senang dan bisa berprestasi. Tapi saya tahu, dia juga sambat masalah biaya. Dari ceritanya itu, saya kemudian merefleksikan dengan anak saya sendiri yang sekolah di tempat biasa. Sekolah dengan beragam masalah; murid nakal-nakal, gurunya bergaji rendah, biaya sekolah juga murah, kipas angin cuma 1 di kelas yang padat murid dan panas. Dan, masih banyak masalah lain. Bahkan, anak saya, beberapa bulan lalu, pernah pulang dengan mulut berdarah, jatuh dibanting oleh kakak kelas nya saat pelajaran mengaji. Pernah pula, sepatunya yang saya belikan dengan harga mahal, dengan pertimbangan agar awet dipakai, hilang saat selesai praktek ibadah. Saya Pun bertanya-tanya apakah saya, sebagai orang tua, tidak mau berjuang untuk anak? Saya sebenarnya mampu menyekolahkan di tempat yang lebih baik, secara fasilitas dan lingkungan belajarnya. Tapi mengapa saya pertahankan dia di sekolah tersebut? Apa saya kurang berkorban untuk anak saya? Apa saya pelit dan takut kehilangan uang untuk pendidikan anak? Mengapa teman saya itu kok ya mau mbelani hutang untuk biaya sekolah anak? Masih SD loh padahal. Apakah orang tua yang mampu harus menyekolahkan anak di tempat mahal? Baru kemudian disebut orang tua yang mau berkorban untuk anak? Mungkin jawabannya Iya, saya bukan orang tua yang rela berkorban untuk pendidikan anak. Tak salah jika Istri saya berkali-kali menawarkan opsi pindah sekolah. Tapi selalu saya tolak. Saya keukeuh, dia sekolah di tempat itu. Bagaimanapun kualitasnya tidak perlu dirisaukan. Kualitas sekolah itu memang perlu untuk pertimbangan mengambil keputusan. Banyak orang yang saya temui, seperti teman saya itu, bangga dengan pencapaian anak. Hafalan kitab suci, menang lomba A, B dan C dan banyak kebanggaan lainnya. Kemudian ada pula yang bangga dengan pencapaian anaknya bisa masuk ke sekolah dengan biaya mahal. Sah, sah saja sih seperti itu. Tapi menurut saya tidak seperti itu. Saya suka anak saya tumbuh dan terus tumbuh. Tidak perlu selalu berlomba, pinter-pinteran, cepet-cepetan ataupun hebat-hebatan. Seperti belajar naik sepeda, nanti setelah lama belajar, tentu akan bisa naik sepeda. Memang ada juga yang berjuang agar jadi atlet balap sepeda, namun itu hanya kelompok kecil. Bukan umumnya orang. Tak heran, jika anak saya sampai hari ini tidak pernah mendapat piala atau piagam. Bukan karena tidak ikut lomba, tapi lebih ke kualitas bimbingan dan drill di sekolahnya. Sebab lain mungkin gurunya capek mengurus anak-anak yang selalu bikin rese' dan susah diajari. Tapi tak apalah, itu resiko dari pilihan saya. Ada hal yang lebih berharga dari pada prestasi dan piala. Dulu sebelum mendaftarkan anak saya sekolah, saya sering berhenti dan mengamati di depan sekolah yang dikatakan favorit dan mahal. Saya membayangkan percakapan anak saya dengan temannya, kalau sekolah di sini, kira-kira begini, "apa kamu pernah makan burger King?" "Sarapanku dengan keju dan Salad kamu sarapan apa?" "Minggu kemarin aku ke Singapur liburanmu ke mana?" Percakapan itu tentu tidak akan pernah di dapat anak saya kalau sekolah di tempat biasa. Dan itu kenyataanya, karena tempat sekolah anak saya banyak keluarganya berasal dari kelas buruh, pegawai dan ada juga yang petani. Jadi, ketika anak saya pulang sekolah dengan mendapatkan masalah; diganggu teman, pensil hilang, mengeluh kelasnya panas dan lainnya, saya selalu menekankan untuk kuat dan kuat. Saya juga melarang anak saya bercerita apapun tentang liburan, makanan, ataupun kebiasaan keluarga kami ke temannya. Selalu saya tekankan itu ke anak saya. Tujuan saya, agar anak saya bisa bersikap seolah-olah sama dengan anak-anak di kelasnya. Belajar itu tidak selalu harus dapat piala. Yang terpenting berproses dengan sungguh-sungguh dan kuat menghadapi ketidaknyamanan dalam hidup. Toh, ke enam presiden kita kayaknya belum ada yang lulusan sekolah elit, favorit dengan biaya melangit. Itulah mengapa saya lebih mementingkan kuatnya hati bagi anak saya, daripada deretan piala. Saya mengambil semangat dalam lari maraton, (bukan lomba lari maraton), ketika menyekolahkan anak. Pelan-pelan namun terus-menerus dan tidak berhenti. Itu bayangan saya, jangan sampai energi keuangan saya tersedot di sekolah dasar anak. (Mungkin sekali akan berbeda jika aset saya tidak habis dimakan dalam 3 generasi). Sedangkan masih ada sekolah lanjutan yang perlu ditempuh anak saya. Saya tidak bisa memungkiri, memang sekolah dasar elit dan favorit secara kurikulum bagus. Guru-guru juga hebat. Murid-murid nya juga dari kalangan orang berduit dengan karakter lebih baik dari orang-orang kelas bawah. Namun apakah bisa menjamin karakter anak menjadi humanis, pekerja keras, sabar, kuat dalam menjalani proses belajar? Jawabnya tentu semua kembali ke anaknya. Meskipun sekolah bagus anaknya pemalas, manja dan lemah tentu dampaknya tak sebagus harapan orang tua. Sebaliknya, jika anak sudah punya bibit pekerja keras, semangat belajar dan kuat maka disekolahkan di manapun dia akan selalu tumbuh dan berproses. Karena itu saya yakin pada anak saya, maka saya tidak khawatir tentang pendidikannya, dimanapun berada dia akan selalu belajar. Dia selalu beradaptasi, sabar, kuat dan bekerja keras. #bantusharing

38 Tanggapan
undefined profile icon
Tulis tanggapan

cara bapak mendidik anak cara bapak menyekolah kan anak berbeda pak dgn org tua yg lain.. jgn di sama kan. orang tua punya pola asuh masing2. percakapan yg bapak bikin sendiri itu kek nya cuma ad di sinetron2 deh,, kalo realita nya kadang anak2 di bangku SD gak seperti itu.. banyak kok orang kurang mampu jaman sekarang makan keju, makan salad dan banyak kok ekonomi org tua ke bawah juga makam burger.. kalo soal liburan kemanaa bahkan liburan anak2 di kampung itu lah liburan paling di cari mereka, karna ap di kampung mereka leluasa main kejar2an dll. mohon maaf bapak tinggal di mana? banyak kok skrang sekolah negri yang sdah ad guru berpendidikan tinggi dan biaya sekolah nya masih tergolong rendah. gak cuma sekolah swasta kok yg harus dapat piala. anak2 yg sekolah di fasilitas negri juga banyak yg bisa dapatkan piala. skil dan piala bukan hanya bisa di dapatkan di sekolah doang, seharusnya di luar sekolah juga harus bisa dapat piala, dan skil anak seharusnya di asah sejak dini. ya yg dinamakan pendidikan bukan cuma di sekolah kok. pencapainan anak seharus nya jadi dukungan untuk orang tua buat lebih keras cari finansial.. pencapaian anak menjadi salah satu kebanggaan buat setiap orang tua masing2. gak salah teman kamu bergigih untuk menyekolahkan anaknya di tempat yg mungkin mmang bagus untuk penunjang kemajuan anaknya.. dengan cara apa pun itu, dengan hutang sekali pun, itu adalah konsenkuensi mereka sendiri, mungkin mereka merasa sudah ad jaminan untuk cicilannya dan sudah di perhitungkan kemana arahnya finansial mereka.. gak harus kaya raya kan pak biar bisa masuk ke sekolah elit??! gak perlu juga banding2 kan ke 6 presiden,,anak bapak tumbuh kembangnya di jaman tahun 2022 bukan tahun abad presiden yg mungkin umur mereka mungkin sudah lebih kurang 60thn keatas. berlomba2 dalam hidup itu sudah lumrah pak,, asal berlomba mengasah skil dan berlombalah dgn positif, bukan berlomba untuk menang untuk diri sendiri dan berlomba ke negatif.. aku rasa jika kita berlomba yg masih tergolong ke hal positif itu lumrah2 aj ya, menang kalah mungkin nomor 2, tapi berlomba adalah salah satu kerja keras untuk diri kita sendiri. kualitas bimbingam belajar, jangan cuma mengharapkan di bangku sekolah, tapi di ajarkan juga di rumah penunjang agar anak lebih berwawasan tinggi.. guru hanya beberapa jam saja menjadi org tua anak2 di sekolah, tetapi orang tua dirumah lah yg lebih banyak waktu untuk anaknya. Bukan bearti anak sekolah di tempat elit tidak pekerja keras ya pak.. kerja keras dengan kerja pintar itu berbeda ya pak. pak jangam cuma ajarkan anak nya beradptasi, sabar, kuat, dan bekerja keras.. tapi juga ajarkan anak nya pendidikan akademi, sejak dini lah di tanamkan kediri anaknya bahwa prestasi itu sangat sangat sangat penting.. pendidikan bukan cuma di bangku sekolah, ajarilah anak kamu di rumah agar bisa setara dengan anak2 sekolah di tempat elit,, jgn jadikan alasan sekolah yg tdak memadai, guru2 yg kurang berpendidikan menjadi boomerang buat anaknya. jaman sekarang dan jaman 10thn kedepan bahkan 20thn kedepan, gak akan sama pak.. pekerja keras bakal kalah dengan pekerja pintar. jaman kita dan jaman generasi kita untuk 20thn kedepan baklan banyak perubahan. yg seharusnya bapak tanamkan di diri anak bapak adalah meskipun sekolah di tempat biasa tapi prestasinya setara dan gak ketinggalan jauh dengan prestasi anak2 sekolah di tempat elit. itu yg seharusnya menjadi Waw banget pak. semangat pak jadi orang tua buat anak anaknya, pola asuh setiap orang tua berbeda2.. dan jangan lupa Agama, akhlak, dan sopan santun juga penting di kehidupan kita. 🙂

Baca lagi
VIP Member

Wah ini si bapak ceritanya mirip banget sama tetangga saya. Ketika dia curhat ke saya, ttg sistem pendidikan tetangga rumah sebelahnya yang memilih memasukkan anaknya ke playgroup - TK A - TK B dengan uang pendaftaran 10juta. Dibanding2in sekolah mahal tidak menjamin anaknya pintar, maka dia lbh memilih skip TK untuk anaknya sendiri dengan dalih anaknya sudah pintar krn diajarin dia dan memang keturunan pintar. Poin yang saya tangkap malah ketidakmampuan finansial tetangga saya untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yg bagus, sehingga ada rasa iri kepada orang lain yg mampu. Anehnya kenapa malah dikemas seolah2 orangtua lain itu SALAH, dan dia lah yang BENAR tentang mendidik seorang anak. Seolah2 dia ini mampu masukkan anaknya ke sekolah mahal tapi tidak mau masukkan krn ya dia anggap mau di sekolah bobrok sekalipun anaknya tetap lebih unggul ketimbang anak lain. Luar biasa memang pola pikir iri seperti ini, tidak sadarkah orang tua seperti ini bisa menimbulkan toxicity ke anaknya kelak? Karakter anak terbentuk tidak hanya dari keluarga saja pak, lingkungan juga membentuknya. Lingkungan sekolah yang tidak kondusif pun bisa punya peran terhadap karakter anak nantinya. Lingkungan negatif, anak menjadi terbiasa dengan hal2 negatif. Begitu juga sebaliknya. Jujur dari pengalaman saya sendiri waktu SD-SMP saya disekolahkan ala kadarnya. Zaman itu saya bandel minta ampun krn menurut saya perbuatan saya itu biasa2 aja. Teman saya brandal semua. Saya cewek, tp suka ikut nonton tawuran teman2 saya, suka ikut malak anak sekolah lain, suka nongkrong di warnet. Apa saya ga tahu itu salah? Jelas saya tahu salah, tp krn lingkungan sekolah memakluminya, otomatis saya pun terbiasa dgn hal2 negatif tersebut. Pulang ke rumah saya kembali menjadi anak alim. Bohong ke ortu pun sudah makanan sehari2, ambil duit ortu bilang buat beli buku padahal buat main pun sudah biasa. Sampailah saya kebabuk ketahuan sm ibu saya dan pas SMA saya dimasukkan ke sekolah yang sangat mahal namun sistem pendidikannya nomor 1 di kota saya. Krn ibu saya pikir saya jadi bandel krn kesalahannya dulu yang memasukkan saya ke sekolah ala kadarnya. Apa saya berubah? Kelas 1 saya masih bandel, kelas 2 saya mulai sadar, kelas 3 saya jadi siswa yang berprestasi dan menerima beasiswa di perguruan tinggi. Kenapa? Karena lingkungan sekolah yang positif yg akhirnya merubah saya ke arah positif. Orangtua saya tidak pernah menuntut saya dlm hal akademik, yg penting anaknya mampu bersaing dengan manusia2 lainnya kelak. Meskipun ortu saya banting tulang saat bayar SPP SMA saya, ngutang ke saudara juga pernah krn ga bisa bayar SPP. Dan juga ada kesalahan lain yg ibu saya sadari. Dia selalu mengatakan untuk KUAT jalani hidup, nyatanya adalah mentalitas anak berbeda dengan yang dimau orang tua. Anak dirangkul dan dibimbing, bukan hanya disuruh untuk kuat, kuat dan kuat dalam segala hal. Ketika saya sok kuat2in mental saya yang berakhir saya punya masalah mental, ibu saya pun intropeksi diri lagi sehingga dia bisa membimbing saya jadi lebih baik. Baik orangtua dan anak pun sama2 harus belajar dan berkembang lbh baik lagi tnp membandingkan dengan pola asuh orang lain.

Baca lagi

kalau bapak mau anak bapak tumbuh dengan prinsip sendiri tak perlu membanding2kannya karena setiap orang tua punya cara masing2 untuk membesarkan anaknya bukan ranah orang awam yang membicarakan cara mendidik anak jatuhnya akan dibilang ikut campur urusan orang sebab kalau sudah membicarakan cara mendidik anak yang spesifik juga dapat memberikan saran dan nasihat ada ahlinya seperti dokter spesialis atau psikolog tapi dari obrollan bapak dapat diambil positif negatifnya dan ada yang tak perlu dicontoh adalah orangtua yang bapak ceritakan rela membiayakan pendidikan anaknya dengan uang bank bahwa kita pahami dalam ajaran islam melakukan transaksi pinjaman dengan hutang piutang melalui bank adalah RIBA hukumnya Dosa Besar segala amallan2 soleh yang kita lakukan tapi melalukan riba maka amallan yang dikerjakan pun akan hangus sia2 banyak kisah nyatanya yang karena semasa hidupnya melakukan RIBA saat meninggal jasadnya akan dikubur mengalami kejadian2 ngeRIBAnget atas kuasa Allah kalaupun semasa hidup terus menerus berkecimpung dengan dunia RIBA tapi dalam hidupnya masih terasa nikmat dinamakan ISTIDRAJ yah syukur2 orang tersebut dapat hidayah taufiq dan bertaubat kesoal anak bapak yang disekolahnya mengalami kejadian2 rese coba sebagai bapak intropeksi diri saya juga ambil kisah nyata saja dari pengalaman2 yang saya ketahui dari diri sendiri maupun sanak keluarga saya anak2 yang mengalami tindak kejahilan temannya akibat ada kelalaian iman agar pondasi iman anak tersebut menjadi kuat maka harus dibimbing orangtuanya itu merupakan PR terbesar untuk orangtuanya dalam mendidik anak dan merupakan tugas bapak nahhh disinih dapat diambil kesimpullan lebih baiknya bapak menyibukkan diri sendiri untuk memperbaiki diri dalam pola asuk pendidikan anak sehingga pikiran kita tidak akan sibuk memikirkan orang lain ada tips agar anak bapak selalu terjaga dalam lindungan Allah saya berkali2 tiap ikut kajian selalu diberi tau Ustadzah saya selalu doakan anak dengan menyebut namanya dan membacakan Al-Fatihah untuk sang anak bisa setiap habis sholat fardhu ada kisah nyata inspiratif buat bapak Ustadzah saya ada pernah reunian dengan teman sekolahnya dan teman2nya sudah berkeluarga memiliki anak lebih dari 1 kalau Ustadzah saya anaknya 4 Alhamdulillah anaknya ada yang jadi dokter dan Ustadz juga(karena memang basicnya suami Ustadzah saya juga seorang Ustadz tapi anak2nya ituh semua bisa tumbuh sukses dengan cara Allah terjadi karena pondasi iman) ada Ustadzah saya punya teman anaknya 12 dan hidup anak2nya semua terjamin rezekinya ada yang hidupnya diluar negri juga anak2nya semua sukses rupanya ada hal yang membuat Allah menjamin rezeki keluarga tersebut orangtuanya setiap habis sholat fardhu selalu menyebut nama anaknya satu persatu dan membacakan Al-Fatihah satu persatu/masing2 anaknya itulah kunci sukses mendobrak kuasa Allah saya doakan agar anak bapak dapat menjadi mahkota surga bagi kedua orangtuanya

Baca lagi
VIP Member

Saya meyakini, fasilitas dan kenyamanan tempat belajar dapat mendukung anak lebih berprestasi. Lingkungan sekolah juga membantu dalam proses pembentukan individu. Saya pribadi tidak akan menyekolahkan anak di sekolah biasa, karena saya ingin meningkatkan kualitas anak, kualitas pertemanan terutama, ini berguna untuk memperbanyak relasi di kehidupan mendatang. Minimal kehidupan anak bisa senyaman orang tuanya, bahkan saya ingin anak saya lebih nyaman hidupnya. Saya akan memfasilitasi pendidikan anak sebaik mungkin, semampu saya, semahal apapun asal anak saya memang mampu dan berbakat. Saya tidak akan berhutang hanya untuk study tour, tapi saya akan berhutang klo anak saya diterima di universitas terbaik di Indonesia, atau luar negeri. Saya ada pengalaman, waktu saya ke Pare. Saya sudah lulus S1, di mana teman sekamar saya baru lulus SMA. Kami banyak ngobrol, anak-anak SMA ini semuanya punya ambisi & cita-cita, "aku harus sekolah di Singapura ka", "Aku harus masuk FK UI", "Aku harus masuk Hukum UNPAD". Saya bengong dengan ambisi2 mereka, wow menyenangkan sekali ketika seseorang memiliki ambisi & cita-cita, seseorang tahu tujuan hidupnya. Saya ngobrol terus, ternyata salah satunya cita-cita tsb didapat dari proses mereka belajar di sekolah, dan fasilitas belajar yg mendukung. Menurut saya, tidak ada hal yg lebih menyenangkan ketika seseorang tahu tujuan hidupnya, ketika seseorang tahu apa yg dia mau. Dengan memiliki tujuan hidup, dan tau apa yg dia mau itu akan menjadikan individu tsb semakin hidup. Setidaknya orang tua mereka tidak pernah mematahkan atau meremehkan cita-cita anak, hanya karena keterbatasan biaya. FYI: pembantu saya yg saya gaji 2,5jt/bulan punya anak 5, anak no 1-3 semuanya sekolah di SD IT dengan biaya SPP 500K/bulan/anak. Saya tanya, kenapa tidak sekolah di SD biasa, pembantu saya bilang, "saya mau anak saya jadi orang yg lebih sukses, lebih baik akhlaknya, lebih baik segalanya dari orang tua mereka". Ohya suaminya kerja sbg sales. Sepulang kerja di tempat saya, pembantu saya masih mengerjakan laundry, jualan snack dll. Saya yg lihat hidupnya aja capek, tp mereka sekeluarga menikmati. Jadi yaudah itu kehidupan yg mereka pilih, yg penting gak ngutang, gak nyusahin orang lain.

Baca lagi

klo ak liat dr kasus ini ya masing2 ad plus minusnya .. case 1 : sekolah mahal, anak berprestasi baik tp hutang disini sbnernya ga semua sekolah menjamin anaknya sukses, tp emg di kasus ini prestasi anak jd baik jd ya ga salah bapaknya bangga dan berusaha semaksimal mgkin untuk memfasilitasi anaknya. cuman sayang kasusnya harus hutang (mgkin ini yg kurg tepat). tp itsokey aja klo yg menjalani ga masalah dg hutang2 itu. disitu anak jg bisa belajar ttg menempatkan diri. karna si anak walopun di sekolah mahal jg akan di uji, bukan berarti anak nya ga kuat hatinya klo sekolah disana. klo si anak ga kuat hatinya dy pasti akan minder karna dy bukan dr keluarga yg kaya raya sperti teman2 nya yg lain. karna walopun dy sekolah mahal bukan berarti org tua teman2 nya sperti dy. yg lbh kaya ak rasa banyak. mgkin org tua nya pengusaha dll. klo org tua dr si anak bisa mendidik anak tsb untuk menempatkan diri sbg mana mestinya ak rasa akan baik2 saja karna ank akan fokus dg belajar nya, bukan liburan ke singapura, sarapan junkfood bermerk, barang2 branded yg dipake teman2nya.. bahkan klo punya teman2 yg baik, ak rasa teman2 nya ga masalah untuk berbagi yaa kan? case kedua: sekolah biaya murah, anak tidak berprestasi, tp kuat hati (sperti yg bapak bilang) alias teman nya beragam dr buruh petani dll. sekolah dg biaya murah emg ga berarti dy jelek. tp bukan berarti dy ga berprestasi jg. prestasi bisa di raih dr mana aja. tp soal teman yg beragam ak rasa semua sekolah sama sekolah mahal blm tentu juga semua muridnya baik2 aj. yg usil pasti jg ada.. klo anak bapak di usilin itu jg jadi pr kita buat mendidik anak untuk tidak mengusili balik anak tsb atau bahkan anak lain jd menurutku pribadi ya, mau sekolah mahal murah, memang yg jd pertimbangan kualitas. tp selain itu bisa pertimbangkan masalah biaya, jarak dr rumah, kegiatan dlm sekolah. klo memang mau memfasilitasi anak dg baik ya gpp di usahakan sebaik mgkin.. menurutku kenyamanan anak, kualitas sekolah yg baik, circle yg positif itu jg jadi pertimbangan karna selain didikan dr org tua, guru di sekolah, pasti circle yg akan mempengaruhi. klo si anak sudh ad minat tertentu misal kek si anak temn bapak mgkin mau jd penghafal Qur'an. ya bagus klo org tua nya support kan.

Baca lagi

Mengajarkan anak untuk resilience ga harus meletakan mereka d tempat belajar yg tidak kondusif, saya pernah menjadi guru di sekolah menengah ke bawah selama 3 tahun jadi saya agak paham dengan pandangan bapak sebagai orang tua, tapi mohon maaf ya pak, sekolah menengah ke bawah itu sangat jarang yg bisa dibilang berkualitas, baik dari sisi infrastruktur, budaya sekolah maupun input siswanya. Tidak heran kalo bapak bilang anak2 d sekolah anaknya sering berantem dan terkesan sulit diatur karna memang pihak sekolah sepertinya sangat mementingnya kuantitas siswa dibanding kualitasnya. Biasanya mereka sangat jor2 an saat penerimaan siswa baru supaya siswa yg masuk banyak dan menguntungkan pihak sekolah. Saya sendiri sudah berhenti mengajar karna tidak betah dan merasa aneh dgn sekolah tersebut. Tapi saya jadi banyak belajar, saya akan memperjuangkan pendidikan terbaik untuk anak2 saya, apalagi pendidikan usia dini, itu sangat mempengaruhi karakter mereka sampe dewasa nanti. Sudah banyak hasil penelitian mengenai pentingnya pendidikan usia dini dan relevansinya dengan kesuksesan anak di masa depan. Sekolah mahal memang pastilah berat untuk orang2 biasa tapi orang tua yg bertekad untuk menyekolahkan anaknya di tempat terbaik pasti Allah beri kemudahan. Justru anak2 d sekolah mahal lebih terlatih resiliensinya karna memang itu bagian dari karakter yg ingin dikembangkan olrh sekolah. dibanding sekolah menengah ke bawah yg tidak memiliki program khusus untuk melatih resiliensi anak2. Contoh program resiliensi yg benar adalah mendorong anak2 untuk bisa melakukan hal2 yg sebelumnya belum mampu mereka lakukan sendiri, berproses dari awal sampai selesai. Makanya sekolah2 mahal sering membuat kegiatan2 yg mendorong anak2 untuk tampil atau menampilkan karyanya d dpn orangtua siswa. Di sekolah menengah ke bawah ygg sering terjadi pembulyan dan tidak ada mekanisme penyelesaian konflik yg baik dari pihak sekolah bukanlah melatih resiliensi anak, yg ada anak2 hanya akan berakhir menjadi salah satu dari dua pihak, korban, pelaku, atau pengamat (bystander). Ketiganya akan sama2 menyimpan trauma bagi anak2 seumur hidup mereka dan itu sangat tidak sebanding bila ditukar dengan harga murah biaya sekolah yg ditanggung orangtua.

Baca lagi
TapFluencer

wow pertanyaan yg menarik, kebetulan masalah sekolah jadi salah satu hal yg saya pikirin terus menerus, kenapa, karna saya mau anak saya sekolah di tempat yg baik dan nyaman, serta fasilitasnya oke kenapa saya mau anak saya sekolah di tempat dengan kriteria di atas, karna kebetulan saya dari tk - sma selalu sekolah di swasta yg bisa di bilang cukup mahal buat sppnya, dulu sma di thn 2008 spp saya udh di 1jt, tp sebanding dengan kwalitasnya nah sekarang kalo sekolahin anak saya di tempat saya dulu untuk tk aja sppnya 1.2jt, dan yg pasti spp sd berbeda dgn tk alasan saya knpa saya sekolahin di tempat mahal, karna yg saya beli di sekolah tersebut fasilitasnya, metode pembelajaraanya, temen2nya, dan yg pasti agamanya. mangkanya saya berusaha agar saya bisa sekolahin anak saya di tempat tersebut, wlw saya tau ekonomi saya tidak wah. tp saya yakin saya bisa sekolahin anak saya

Baca lagi

bapak kenapa pak 😂 ,, biar aja anak org mau sekolah dimana pak, kita gabisa banding2in kaya gt stiap ortu pnya pola pikirnya masing2 mreka pnya pertimbangan masing2 , emang betul skolah biasa ga slama nya buruk tp sekolah elit jg bukan brrti buruk pak ,, lagipula slagi bukan bapak yg dirugikan knapa mesti membandingkan sampai sgitunya 😩 pdhal blm tntu obrolan skolah anak elit smua tentang uang 😩 jujur kalo saya pribadi sebisa mungkin ngsih yg trbaik untuk anak .. dan pasti sudah pasti dengan pertimbangan dan pemikiran yg matang ,, karna lingkungan jg mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak pak apalagi klo di crita bapak anak smpe dibanting kaka kelasnya duh pak jd lebih baik balik deh ke diri masing2 coba di kaji lg dipikirin lg kira2 lingkungan sehat tuh yg sperti apa ..

Baca lagi

point bapak sebetulnya betul, sekolah mahal ga menjamin kesuksesan anak, aplg kalau sampe hutang sana sini. tp yaudah sih pak, kan temen bpk itu ga rugiin bapak 😁 ga perlu dibanding2kan jg menurut saya. sampai membayangkan obrolan anak2 disekolah..bisa aja mereka cuma bahas film kartun 😁 sampai membandingkan dgn enam presiden kita hehe santuy pak. bapak punya perjuangan sendiri buat anak bapak, org lain jg punya perjuangan sendiri buat anaknya. masing2 org tua pst pengen yg terbaik buat anaknya dan pasti berbeda2 caranya, ga perlu saling merasa siapa yg paling benar. sukses selalu ya pak.

Baca lagi
2y ago

iyaa yaa buibu lagian dr lingkungan yg toxic kaya gtu apa g ngeri nanti anaknya malah terbawa k karakter yg kurang baik karena dia biasa dr kecil ada d lingkungan sekolah yg seperti itu .. klo kata guru syaa sii anak2 itu d mata orang tua nya itu selalu nilainya A tanpa mereka tau seperti apa sebenarnya anak mereka ketika berada d luar jangkauan org tua... klo saya sii ttp memilih untuk mencari pendidikan yg terbaik buat anak saya karena saya jg mau anak saya punya kualitas yg baik jg tentunya ttp sesuai kemampuan saya tanpa ada keterpaksaan apalagi dalam biaya...

VIP Member

Poinnya bagus nih pak. Memang semua orang tua itu ingin yg terbaik untuk anaknya, hanya saja beberapa terkadang terkesan memaksa keadaan dengan alasan "kasihan dan tidak tega". Padahal, kalo mau anak berkembang ya harus ditempa dengan keadaan yg "agak sulit". Bukan lantas anak dibikin susah lo ya wkwkwk Orang tua harus bisa membatasi rasa tidak teganya biar anak belajar berdiri dengan kaki sendiri untuk mengambil keputusan. Toh, dunia isinya gak yang indah² aja. Orang tua memang harus memberikan yang indah², tp juga gak lupa untuk menunjukkan yang buruk² biar anak bisa berpikir. Tapi perlu diingat, keputusan yg diambil tiap orang tua itu resiko masing2, jadi gausah diambil pusing hihi

Baca lagi