Indahnya IRT dan Working Mom

Ini kisah saya menjalani indahnya kehidupan menjadi ibu dan bagaimana perang batin selalu menghantui pikiran apapun pilihan yg dijalani... Sesaat sebelum waktu HPL tiba saya memutuskan untuk resign dan menaruh beban ekonomi keluarga hanya kepada suami. Saat itu yg saya pikirkan adalah saya ingin fokus membangun bonding yg intim dengan anak. Menjadi wanita karier membuat saya lupa kalau saya sedang hamil sehingga melewatkan masa masa kehamilan hanya lalu. Maka saya bertekad untuk membayar ‘hutang’ itu di masa post-partum. Mental sudah disiapkan untuk menghadapi celotehan dari pihak luar mengenai pilihan proses persalinan dan pilihan ASI atau formula. Namun saya lupa, proses indahnya menjadi ibu tidak hanya sebatas itu. Selama menjadi IRT sering sekali saya mendapatkan komentar: “Udah mandi belum, sih? Kucel banget”, “ini baju yg kemaren dipake, kan?”, “susah ya sekarang kalau mau diajak jalan soalnya udah jadi tahanan rumah hahaha”. Tanpa mereka tahu bahwa dengan saya merelakan kebebasan finansial saya demi merawat buah hati memberikan kami konsekuensi tidak mampu untuk membayar asisten rumah tangga, saya tidak mampu membeli pakaian baru, bahkan saya tidak sanggup mengeluarkan membayar ojek online hanya untuk sekedar melepas penat di luar rumah. Di lain hari saya juga mendapatkan penghakiman bagaimana saya tidak apik mengatur keuangan rumah tangga, tanpa mereka tahu berapa harga susu formula khusus yg dibutuhkan anak saya dan bagaimana saya setiap malam menahan lapar supaya susu formula khusus itu tetap bisa terbeli. Bagaimana saya berdoa setiap malam meminta Tuhan memberikan kesehatan untuk anak saya karena kami tidak mampu membayar jasa dokter, apalagi imunisasi tambahan. Menjalani hari-hari penuh sesak membuat saya membenci kondisi. Kemudian tekad saya berganti; setelah ini saya harus mendapatkan pekerjaan yg bagus sehingga saya bisa memberikan hidup yg layak untuk anak saya. Singkat cerita, Tuhan mendengar doa saya. Saya kembali bekerja saat buah hati berusia 18 bulan. Hore, masa-masa kucel sudah berlalu. Pakaian baru bukan suatu hal yg sulit lagi. Reservasi di kafe dan restoran tidak pusing memikirkan biaya. Perjalanan indah saya sebagai working mom pun dimulai... Indah? Iya, indah. Secara tidak sengaja ternyata saya satu kantor dengar adik kelas saya di masa kuliah. Kami tidak pernah bertemu karena jarak angkatan yg cukup jauh. Kami berada di divisi yg berbeda dengan level yg berbeda pula. Beliau berada di level junior, maklum baru 2 tahun bekerja. Namun kemampuannya sungguh brilian. Dalam rentang tersebut ia sudah menerbitkan 8 jurnal ilmiah. Sementara saya? Jari di satu tangan pun tidak habis. Duh, kemana saja saya 2 tahun belakangan ini? Oh iya, saya di rumah. Saya tidak menghasilkan karya apapun selama saya tidak bekerja. Perjalanan pulang saya lalui dengan hati murung. Saya mengalami mental breakdown. Saya mengutuk diri sendiri. Sulit untuk saya menerima fakta bahwa ternyata saya tertinggal di arena balapan. Saya melambat. Pun saat sedang tidak melaksanakan peran sebagai pekerja, mengutuk diri sendiri acap kali saya lakukan. “Wah, jadi anak mbak dong?”, “jangan-jangan kata pertamanya nanti “mbak” bukan “mama””, “apa anakmu masih ingat dengan wajahmu kalau setiap hari ditinggal dari subuh sampai malam terus?” Sakit... mereka tidak tahu bahwa saya bekerja untuk anak saya. Hati saya selalu cemas mengetahui saya meninggalkan dia dengan orang lain. Perasaan bersalah selalu hadir saat sadar saya sudah melewatkan jam makan siang dan tidak sempat menanyakan kabarnya karena sibuk dikuasai pekerjaan. Andai saja saya dapat membagi diri saya satu untuk di rumah bersama anak dan satu lagi untuk mencari uang, mungkin dengan begitu peran saya sebagai ibu menjadi ideal. Ideal? Ideal untuk siapa? Ah.. tidak akan ada habisnya mencari celah kesalahan. Malam ini saya memiliki tekad baru. Saya harus mencintai diri saya sendiri dan percaya bahwa saya adalah ibu yg baik untuk anak saya. Penilaian dan pengakuan dari orang lain tidak lagi penting. Hidupku untuk anakku, hanya dia satu-satunya yg berhak menilaiku.

1 Tanggapan
undefined profile icon
Tulis tanggapan

Jadinya bunda sekarang masih kerja ga bun? Aku mau kerja lagi,tapi ninggalin anak tuh berat banget rasanya,kadang baru sejam dua jam ditinggal belanja aja pikiran ke anak terus

5y ago

Aku masih kerja demi perekonomian yg lebih baik hahaha. Iya memang berat rasanya ninggalin anak kerja apalagi udah biasa control jadwal anak, tapi yg aku pikirin sekarang supaya semangat kerja dan ga menjadikan itu beban adalah aku inget inget lagi alasan aku kerja itu untuk anak dan kinerjaku harus bagus di kantor juga demi anak. Fokus di kantor supaya kerjaan cepat selesai jadi bisa cepat pulang ketemu anak. Semangat ya bun! :)