Kepo Sama Mantannya Suami
Hallo Bunda. Saya sembunyikan nama saya, ya. Tolong dikomentari bukan untuk dibela atau dikasihani, tapi benar-benar saran untuk membantu saya. Karena ini terkait dengan aibnya suami. Jadi, track record saya dan suami adalah teman kampus waktu kuliah. Selama kuliah sy dan suami tdk pernah komunikasi. Kenal saja tidak, apalagi komunikasi intens. Tapi, dia tau nama saya. Saya memang membatasi diri berinteraksi dg laki-laki semenjak sekolah. Entah kenapa. Mungkin karena saya punya saudara kembar perempuan jadi merasa keluarga adalah teman terbaik ke mana saja. Namun, sy dan kembaran beda kuliah sehingga sy harus benar-benar mandiri. Bersyukur waktu lulus SMA, sy mendapat hidayah menutup aurat dg sempurna (menutup dada, pakai rok, dan syarat2 lainnya yg harus dipenuhi). Oleh sebab itu, saya lebih tertarik mengkaji Islam saat masuk kuliah. Bergabunglah sy dg unit kegiatan mahasiswa di masjid kampus. Saya sibuk dengan organisasi dan kuliah. Pacaran bukan gaya saya. Meski saya juga normal umumnya perempuan, tertarik dg laki-laki. Singkatnya, karena background sy begitu, secara akal, agak susah kenapa suami saya bs menikah dg sy. Banyak teman saya atau teman suami yg heran. Bisa-bisanya, seorang anak masjid menikah dengan model lelaki seperti suami. Jadi, Moms and Bund, suami ini sewaktu SMA sudah berpacaran dan itu awet sampai 8 tahun. Saat putus, suami sempat berusaha membina hubungan dengan perempuan lain dan ternyata tidak cocok. Akhirnya, balik lahi ke mantannya. Sampai pada akhirnya, suami tdk bisa melanjutkan hubungan dg mantannya karena keluarga si mantan tdk merestui. Ini versi cerita suami saya. Sampai pada suatu saat, saya inget banget, bulan April 2015. Saat itu saya kehilangan hape dan mengumumkan di Facebook bhw hape saya hilang. Jadi, bagi teman-teman saya yang ingin menghubungi boleh japri saya. Tidak disangka ternyata suami saya ini sudah berteman lama dg saya di Facebook. Cuman sayanya saja yg tidak pernah menggubris. Terbukti di riwayat histori, di inbox, dia mencoba menyapa saya. Tapi, saya diamkan. Karena saya memang tidak tertarik. Hal sebaliknya saya lakukan saat itu, dia japri saya dan saya meladeni. Suami cerita klo dia baru putus dg pacarnya yg 8 tahun itu. Well, tidak ada kalimat "maukah kamu jadi pacarku, dll." tiba-tiba saya dekat dg suami saya. Akhirnya, kami hubungan jarak jauh. Saya yg pindah-pindah lokasi kerja di Malang, Bandung, dan Jakarta hanya bertemu setahun dua kali dengan suami saya waktu itu. Suami kerja di Surabaya dan asli orang Surabaya. Saya asli Blitar, Jawa Timur. Hubungan itu berjalan 3 tahun (2015--2017). Dan, sempat putus nyambung. Karena saya yang ngerasa LDR alias hubungan jauh ini sama aja dengan pacaran. Saya sering memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan ini. Saya berpikir kalo jodoh bukannya pasti Allah takdirkan dg cara berbeda. Saya sudah salah dari awal. Kenapa saya meladeni chat suami kala itu. Kini saya menyesali perbuatan itu. Lalu, kami putus yang benar-benar putus itu terjadi tahun 2017 karena kesalahpahaman atau memang suami sudah tidak cinta-cinta banget sama aku dan tidak tahan LDR. Kami berdua tidak berhubungan intens. Tapi, suami kadang menyapa saya lewat wasap. Bertanya apa kabar, mengingatkan sudah sholatkah, dsb. Senang tapi kesal. Buat apa dia kirim seperti itu pikir saya. Sampai ada satu pesan yang panjang sekali, yang intinya secara tersirat, dia sedang menjali hubungan dengan wanita lain. Apa yang terjadi? Setahun kemudian, saat dia mencoba mendekati saya dan saya anggap ini memang jawaban bahwa dia jodoh saya. Jadi, selama kami break alias tidak berkomunikasi satu sama lain, saya ikut kajian-kajian. Saya cuma berdoa jika dia memang baik untukku dunia dan akhirat, dekatkan. Kalau bukan gantikan. Dia mendekat. Suami mendekat. Meskipun, dia sempat bilang. Sudah tidak sama lagi. Yang artinya, perasaan dia sudah tidak benar-benar full 100% di saya. Saya bingung. Mungkin karena dia terluka saya yg memutuskannya. Tapi, ternyata tidak, Moms and Bund. Ternyata selama 1 tahun kami tidak intens komunikasi. Dia menjalin hubungan dengan perempuan-perempuan yang bekerja di Surabaya. Saya memaafkan karena ternyata cinta dia tidak sebesar saya, ya. Karena saat itu saya sedang ingin kembali ke Jawa Timur, keputusan menikah dengan dia saya bulatkan. Lagi-lagi dia tidak bs secepat itu. Karena ada perempuan yang dekat dengan dia. Sebelumnya dia berpacaran seorang atlet bridge karena dia adalah wartawan olahraga. Tapi, putus. Dan, perempuan yang sedang dekat itu adalah seorang copy editor di tempat ia bekerja. Yang kedua ini teman tapi mesra. Sebab si perempuan diketahui sudah berpacaran dan bertunangan. Sy pikir akan lebih mudah untuk melepas perempuan yg terakhir karena memang dia punya tunangan. Akan tetapi, Moms and Bundz ternyata suami berat melepaskannya. Perempuan ini cantik, stylish, asli Surabaya, berjilbab (meski tidak syar'i seperti saya), dan nyambung banget kalo ngobrol sama suami. Itu kata suami. Lebih parahnya, mereka sudah melakukan hubungan seks dan keluar masuk penginapan. Sampai saat suami sedang menghubungi saya untuk kembali, dia panik karena si perempuan ini. Kenapa? Pikir saya. Dia bilang tidak bisa melepaskan perempuan itu. Ada apa? Pikir saya kedua kali. Apakah ada yang "tidak beres"? I mean, dia tidur dengan perempuan gitu? O, God! Itu tidak mungkin rasanya. Tidak mungkin saya salah mengenal orang yang pernah hadir 3 tahun kemarin. Ternyata, benar. Dia tidur dengan perempuan itu. Dia jujur. Dia ngerasa dijebak. Karena perempuan itu harus hamil supaya status tunangannya gagal. Apa pun alasannya, menurut sy itu hanya alibi suamiku saja. Memang dia melakukan itu tanpa ada perasaan. Tidak sadar. Dihipnotis. Saya merasa marah besar dengan dia. Saya langsung putuskan hubungan. Tapi, entah, ada kalimat "nggak papa aku bakal nunggu kamu kok." Ini kalimat terkonyol yang pernah saya ucapkan. Seganteng dan sekeren apa sih kok mau-maunya sy menikah dengan lelaki itu. Ah, ini sulit masuk logika. Tapi, itu yang terjadi, Moms and Bund. Mungkin jalan menjemput jodoh saya seperti ini, ya. Saya bahkan mengatakan jika dia memang hamil, saya bakal menunggu. "Ceraikan dia. Aku akan merawat anakmu nanti." Menurut cerita suami, si perempuan sekantornya ini kalau sudah marah, umpatan-umpatan dan kalimat-kalimat kotor keluar begitu saja dengan nada tinggi. Menurut sy, itu tidak baik kalo dia sudah menjadi seorang ibu dan untuk perkembangan mental anaknya. Waktu berjalan cepat, perempuan itu tidak hamil. Aku kembali ke Surabaya. Aku dan suami mempersiapkan acara lamaran dan pernikahan. Hanya 6 bulan kami mempersiapkan itu. Kami menikah. Perempuan itu merasa kehilangan suamiku. Dia memohon untuk kembali. Saya tidak tau pastinya, yang jelas perempuan itu dan suami pasti menjalin komunikasi apalagi mereka satu kantor. Karena merasa ditolak terus, mungkin si perempuan ini fokus dengan tunangannya. Pada waktu yang bersamaan, pada bulan yg sama, kami menikah bareng. Perempuan itu dengan tunangannya. Saya dengan suami.. Namun demikian, Moms and Bund, masih ada perasaan kepo dan marah terpendam kepada suami. Kadang juga heran, secantik apa sih perempuan itu sampai dia mau-maunya tidur keluar masuk penginapan dan uang suami habis untuk beli ini itu. Keluarga saya dan keluarga suami tidak ada yang tau hal ini. Namun, sahabat-sahabatku sempat aku beritahu. Mereka melarang aku menikah dg lelaki model begitu. Tapi, entah antara dendam dan cinta, saya masih tetap melanjutkan hubungan sampai menikah. Kini, saya udah serumah dengan suami, lelaki yang 4 tahun lalu bukan siapa-siapa saya. Ada perasaan kasian pada suami, tapi kadang ada perasaan sering curiga. Terlebih, saat dia pulang kantor terlambat. Entah alasannya apa. Katanya, itu karena kerjaan. Aku hanya bisa berserah, Moms dan Bund. Saya mau menikah waktu itu karena bukan cuma cinta, tapi karena mau beribadah menyempurnakan agama dan menekan ego yg selama ini saya mandiri ke mana-mana. Jadi, saya anggap itu sebagai masa lalu suami. Meskipun begitu, Moms and Bund. Saya masih ada masalah dengan keinginan saya yang kadang kepo dengan mantannya suami. Kadang stalking. Kadang liat dulu-dulu suami dan perempuan itu komen di media sosial seperti apa. Apalagi, kalau saya pasti lagi down. Abis marahan sama suami. Atau, yang dua bulan setelah menikah saya hamil dan saya keguguran di usia 3 bulan. Sering timbul perasaan ingin membandingkan diri dengan kepo-kepo begitu. Saya rasa ini tidak wajar. Jadi, ini masalah saya. Apa yang harus saya lakukan? Supaya tidak kepo. Alhamdulillah saya sudah sebulan tidak stalking. Tapi, kadang ada perasaan ingin tau. Apakah Mommies dan Bunda pernah mengalami hal ini? Bagaimana mengatasinya? Bagaimana juga memaafkan diri sendiri karena sudah salah menentukan keputusan? Bagaimana menerima takdir yang lucu dan aneh serta tidak masuk akal? Sebagai kalimat penghiburan, saya sering berkata, bahwa cantik, terkenal, pintar, kaya, dan lain-lain semua itu hanya titipan. Atau, kadang aku berpikir pasti ada hal indah yang akan Allah skenariokan.