Ketika bersiap libur lebaran, apa bunda juga mempersiapkan mental?

Aku mau berbagi cerita, sekitar pengalamanku lebaran tahun lalu. Ada beberapa pengalaman yg membuat aku bahkan harus konseling pada therapist. H-1 sebelum lebaran, anakku demam tinggi 39,9 derajat, aku dan suamiku langsung cek darah, dan urine anakku. Saat itu, karena baru pemeriksaan awal anakku trombositnya turun. Tapi dokter bilang bukan DBD. Nah, walau begitu, bukankah seharusnya tetep panik ya? Karena meski tidak kejang, demamnya sampai 39,9. Saat itu, aku dan suami memang sudah sewa mobil, jadi kata suami gak bisa di balikin, kalo di balikin kita harus bayar full 1 Minggu sewa, meski baru pakai 1 hari saja. Aku sebenernya gak mau berangkat, karena berfikir pasti repot dan gak nyaman bawa bayi yg sedang sakit. Tapi suamiku bilang "kan nanti ada uti dan Atung, bisa bantuin jaga gendong" karena emang suamiku gak bisa bantuin aku gendong bayi, karena dia harus bawa mobil. Akhirnya aku setuju. Btw, aku juga punya 2 balita usia 3 dan 4,5 tahun ya, serta remaja usia 12 tahunan. Tapi yg remaja ini gak bisa bantu apa apa, paling bisa bantu momong adeknya aja yg usia 4,5 tahun. Aku fikir, bayiku bakal nyaman dijalan. Tapi ternyata karena demam, dia rewel sekali. Aku pegel, gendong full selama perjalanan. Titip uti dan atungnya, mereka cuma mau dititip sebentar saja. Paling lama hanya sampe 5 menit. Punggungku sakit, badanku pegel karena full gendong selama diperjalanan. Sampai ketika dikampung, karena tanganku keram, aku minta suamiku gendong bayinya. Tapi mertuaku bilang "Suamimu abis nyetir, kasian capek, masa baru turun disuruh momong bayi" JLEBBBBB rasanya langsung sakit ulu hatiku. Apakah mereka fikir aku juga gak capek gendong bayi selama perjalanan? Apakah mereka gak mikir punggungku, dan tanganku sepegel apa? Akhirnya aku jawab "Ya kalo aku bisa nyetir, aku pilih gantian nyetir deh!" Selama silaturahmi, saat itu juga kan ada iparku dan ada anak anaknya. Mertuaku justru lebih peduli pada anak iparku, yg beda 4 bulan dengan anakku. Jadi anak iparku lebih tua. Tapi malah lebih sering digendong, di momong. Padahal sedang sehat. Sementara anakku yg sakit tidak dipedulikan, padahal kami semobil loh. Dia malah lebih pilih gendong cucunya yg sudah besar daripada gendong cucunya yg masih kecil dan sakit, serta aku juga butuh bantuan karena anakku banyak. Sementara suamiku, lebih banyak tidur ditempat saudara karena lelah menyetir mobil. Moment nyesek kedua adalah saat aku di omelin, karena aku makan, saat anakku menangis. Jadi di salah satu rumah sodara, ada yg lihat aku lemas dan lesu. Diambilah anakku sama budenya suamiku, dia suruh aku makan. Pas aku makan, karena emang anakku kan lagi demam, pasti rewel meski ada yg gendong. Mertuaku bilang "itu loh anakmu nangis, malah makan, digendong dulu anakmu!" Padahal saat itu aku baru saja makan sesuap nasi. Mertuaku malah asik momong cucunya yg besar, sementara kulihat iparku yg perempuan tengah asik nonton tv sambil rebahan. Aku mikir "Ya kalo tahu, cucu kamu nangis, kenapa gak kamu ambil kamu gendong? Kenapa kamu pilih momong cucu yg emaknya lagi leha leha?" Aku cuma bisa ucapkan itu dalam hati. Aku cari suamiku, dia lagi tidur dikursi halaman. Aku bangunin, tapi dia gak bangun bangun. Bingung aku disitu. Akhirnya makanku jadi gak karuan selama 4 hari di kampung suami. Sampe juga ada moment, aku seharian gak makan. Karena sibuk jagain bayiku, sementara semua orang udah makan soto. Aku gak bisa makan soto, karena kalo magh ku lagi kambuh, makan soto, pasti badanku langsung drop. Dirumah mertuaku cuma ada soto saja. Sampai akhirnya malam hari jam 10 suamiku beli sate, karena macet pake mobil dia baru pulang jam 12. Aku ditinggal dirumah mertuaku. ( Mertuaku ini, tinggal di kota Jogja, tapi beliau juga punya rumah di Cilacap). Nah selama dari jam 10 itu, aku urus anakku sendirian. Sementara uti dan Atung dikamar saja. Aku gendong anakku, aku susui, aku momong, aku tenangkan. Hanya aku sendiri. Tidak ada yg bantu. Sampe akhirnya jam 12 suamiku datang. Perutku sudah keroncongan. Aku kasih anakku pada suamiku, aku makan. Dan kalian tahu anakku langsung rewel, dan aku yg baru saja buka sate nya, baru saja mau makan di omelin mertuaku. Padahal, aku titip anakku pada bapaknya loh, bukan pada mereka? Apakah salah? Mereka kelihatan kesel karena terganggu dengan suara nangis anakku, dan akhirnya gendong bayiku. Bayiku tetep nangis saat digendong mertua ( jelas karena jarang di momong makanya gak Deket ) . Aku yg lagi makan, diomelin. Tapi karena aku udah eneg sama mertuaku, aku cuekin aja. Masa bodoh, aku tetap makan. Aku acuhkan ocehannya. ( Sampe hal itu masih sering dibahas mertua dikemudian hari ini, dia bilang aku gak usah nambah anak lagi, karena aku lebih mentingin makan daripada urus anak ). Saat itu, suamiku juga ikut nyalahin aku. Padahal kondisinya aku udah kelaperan loh!!!! Apakah salah jika seorang ibu pilih makan???? Apakah ibu harus sampe kelaperan demi ngurus anaknya???? Kalo gitu apa gunanya peran seorang bapak???!!!!!!! Hal itu, cukup buat aku kena babyblues dan depresi selama beberapa bulan. Bahkan aku sering telpon ibuku cuma buat minta validasi. "Mama, apakah aku ibu yg baik?" "Mama, apakah aku pantas untuk hidup?" "Mama, apakah aku berharga?" Karena beberapa kali aku sempat self h4rm. Meski begitu, aku tidak pernah punya fikiran menyakiti anak anakku. Aku hanya merasa bahwa aku ini jahat, aku ini buruk, aku ini bukan ibu yg baik. Namun Alhamdulillah, aku bisa melewati semuanya dan sembuh. Tahu hal apa yg paling cepat membuatku sembuh? Saat aku sadar, bahwa yg membuatku sakit adalah ekpektasi ku yg terlalu tinggi. Seharusnya aku tidak berfikir bahwa mertuaku itu sama seperti orang tua kandungku. Tentu berbeda. Jadi, dari awal ekpektasi terlalu tinggi, berharap liburan pulang kampung bersama mertua, rasanya akan sama seperti bersama ibuku. Karena itu, hal itu akan aku jadikan pelajaran di tahun ini dan tahun tahun berikutnya. Aku memutuskan untuk pulang kampung dengan motor saja, dan cuma bawa 2 anakku saja. Dan itupun, tidak akan berlama lama. Tidak sampai menginap berhari hari. Hanya sehari saja cukup. Semoga ceritaku juga bisa jadi pelajaran buat semuanya. Semangat para ibu. #bantusharing #Sharing_dong_Bund

3 Tanggapan
 profile icon
Tulis tanggapan

semangat bunda, aku ikutan kesel baca ceritanya . Memang ya, ekspektasi terlalu tinggi kepada orang lain bisa bikin kita makan hati. Tapi semoga bunda selalu diberi kekuatan dan kelapangan hati untuk menghadapi sikap menyebalkan keluarganya, bund. Stay strong, peluk virtual❤

Cuek dan lawan aja bun. Mereka udh gak ngehargain kamu itu mah jelas. Ngapain km hargai balik. Hormati secukupnya, ngobrol secukupnya, baik secukupnya. Banyakin cuek. Kasih pengertian ke suami kl kapok sm kejadian tahun lalu.

Mertua yang benar dan baik; ini bare minimum ya; akan memperlakukan menantu sprti anaknya sendiri.