" Awal Kehidupan Anakku"
Pernikahanku bukanlah keinginan keluarga, diumurku yang terbilang masih sangat muda, aku memutuskan untuk menikah, keinginanku untuk menikah awalnya bukanlah dilandasi oleh diriku sendiri. Berasal dari keluarga Broken Home saat itu berat sekali untuk kujalani, tak punya teman, hanya ada kedua kakak laki-laki ku yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Figur ayah yang selalu marah dan membentak serta memukul kepada ibuku didepan mataku, membuat aku kehilangan seorang pahlawan dalam diriku. hingga saat itu, untuk pertama kalinya aku memutuskan untuk bekerja ketika masih setahun menduduki bangku perkuliahan dan di saat sang ayah sudah meninggalkan kami. Tanpa disadari, untuk pertama kalinya aku menemukan sosok pria yang membuatku merasa sangat nyaman, dengan segala perhatiannya, namun tentu saja dia jauh lebih tua diatasku, namun lama kelamaan untuk pertama kalinya aku merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta. waktu yang sangat singkat, di 3 bulan perkenalanku dengan nya, ia menyatakan perasaannya bahwa ia ingin segera menikahiku, dan tidak mau menunggu terlalu lama lantaran usianya yg hampir memasuki kepala 3, tentu saja aku belum menerimanya, bukan karna ia jauh lebih tua dariku, tetapi karna beberapa masalah yang saat itu menimpaku, ditambah lagi dengan pernyataannya, pikiranku menjadi sangat kacau. Aku baru saja kehilangan sosok ayah yg seharusnya menjadi pahlawan serta tulang punggung keluarga ku yang saat itu aku dan kedua kakak laki-lakiku masih duduk dibangku kuliah, belum lagi setelah orang tua ku berpisah, tetangga menggunjing ibuku dengan kata-kata Pelakor/istri simpanan. oh tuhan, rasanya aku tidak sanggup mengingat hal itu, hampir setiap hari air mataku berlinang memikirkan hal itu. Aku teringat dengan pernyataan si dia yang ingin menikahiku dan membantuku melanjutkan kuliahku, serta membantu keuangan keluargaku. Kemudian ditengah adzan magrib aku seperti ingin membicarakannya dengan ibuku, namun aku takut ibu tidak menyukainya. Benar saja setelah ba'da magrib aku membicarakannya, sontak ibuku menjadi memarahiku dengan alasan pria itu baru saja aku kenal, dan umurnya yang 11 tahun lebih tua dari aku, belum lagi ia adalah seorang perantauan yg tidak mempunyai sanak saudara dikota ku saat itu. menjadikan ibuku takut aku diperlakukan tidak sepantasnya dan takut jikalau dia ternyata mempunyai istri dan anak dikampungnya. Tentu saja aku tidak berpikir panjang seperti itu. Kemudian aku mempertanyakan semua hal yang ditakutkan ibuku kepadanya, dan aku rasa aku menemukan jawaban yang menurutku sangat puas. saat itu aku pulang terlambat dari tempat kerja dan pulang diantar dengannya, dia memintaku untuk mengizinkannya bertemu dengan ibuku, namun aku melarangnya. Benar saja, saat itu ibu langsung memarahiku hingga tega memukulku didepan rumah dengan potongan ubin yang ada didekat situ hanya karna aku pergi dengannya hingga pulang terlambat, namun aku hanya bisa diam dan meneteskan air mata lalu masuk kedalam kamar, dan menangis sejadi-jadinya. Hingga pada saat itu, ia datang menemui ibuku tanpa sepengetahuan dariku, tentu saja ibuku bukanlah orang yang jahat, walaupun tidak suka bukan malah mengusirnya, tapi ia tetap menerimanya walaupun dengan berat hati. Entah apa yang saat itu ia sampaikan kepada ibuku, namun setelah itu ia jadi lebih sering datang kerumah, bukan untuk menemuiku, tapi berbincang dengan ibuku. Namun hal itu tidak mengubah pendirian ibuku, dia tetap tidak mengizinkan kami menikah, kecuali jika ia mau menungguku sampai menyelesaikan studiku. Tapi untuk menungguku hingga selama itu, mungkin itu tidak mungkin baginya. Aku menjadi lebih binggung, karna disatu sisi aku tidak mau kehilangan dia dan di sisi lain aku tidak mungkin melawan ibuku. Setelah kejadian itu, ibuku melarangku untuk bekerja lagi, dan berjanji ia akan mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ku, namun aku sangat tidak tega, dan aku berjanji tidak akan menemuinya lagi dan mencari pekerjaan di tempat lain, dan akhirnya ia menyetujuinya. Setahun sudah kami melewati hubungan tanpa status, dan selalu sembunyi2 hanya untuk bertemu. Namun hal itu tetaplah diketahui ibuku. Akhirnya pada September 2015 kami resmi menikah, Dengan sedikit tekanan kepada ibuku, aku meminta buklek/adik ibuku untuk membicarakan kepada ibuku sampai ia mau menuruti keinginanku. Disitu aku merasa bahagia melihat ayah dan ibuku berada didekatku, walau keadaannya sudah berbeda. Benar saja, setelah menikah aku merasa menjadi lebih tenang, dan nyaman berada didekat orang yang telah menjadi suamiku. aku berhenti bekerja dan melanjutkan studiku. Namun tidak selesai sampai disitu, beberapa minggu setelah menikah aku langsung diberi tanggung jawab lain oleh tuhan dengan menitipkan makhluk hidup dirahimku. Namun aku tidak memberitahukannya kepada siapapun kecuali suamiku. Hingga saat usia 4 bulan akhirnya ibuku mengetahuinya, bukannya malah senang, ibuku malah menjadi marah dengan segala cacian kepadaku, memang pada waktu itu kami berjanji tidak akan mempunyai anak dulu sampai studiku selesai, namun apalah daya dan usaha jika Allah telah berkehendak. Dari situ akhirnya ibuku menyuruh kami untuk pergi dan tinggal dirumah sendiri, belum lagi omongan para tetangga yang mengatakan aku sudah hamil sebelum menikah membuatku merasa tertekan. Karena merasa binggung, sedih dan entah bagaimana lagi, aku akhirnya berniat menggugurkannya, tanpa diketahui oleh suami, aku mencari info tentang obat penggugur janin. Aku memberanikan diri, walaupun sebenarnya saat itu aku sangat takut dan merasa tidak tega dengan janin ku, tapi aku tetap meminta suamiku untuk membelikannya obat yang aku sudah lupa namanya dengan alasan disuruh dokter karna aku bilang kalau aku merasakan sakit dibagian perut yang sebenarnya itu tidak ada. Obat itu gak dijual bebas, jadi waktu itu suamiku kesusahan cari obatnya. Sekitar dua hari kemudian baru dia dapat dari temannya dan diberikan kepadaku, namun cuma 1 butir, lalu aku bilang kepadanya, "kok cuma 1 sih, aku kan butuh nya 10 butir" lantas disitu dia mulai curiga dengan mengatakan "untuk apa sampai 10 butir, obat ini harga perbutirnya 1 juta ho bund". Ya, memang waktu itu harganya memang mahal banget. Dengan penuh penasaran dia tarik aku kekamar dan diajak duduk diatas tempat tidur, dengan nada suara yang sangat lembut, ditatap aku dan bilang " coba sekarang bunda cerita, sebenarnya ini obat untuk apa". Disitu aku gak bisa ngomong, cuma diam dan lama2 mengeluarkan air mata. Trus dia pegang tangan aku dan bilang kalau kita ini suami istri, bunda hidup ayah dan ayah hidup bunda, apapun yang bunda hadapi, cerita sama ayah kita hadapi berdua. Sebenarnya dia udah curiga karna obat itu tidak dijual bebas. Setelah itu aku ceritakan semua sama dia, apa yang menjadi momok aku selama ini, dan dari situ dia kuatkan aku, dia support aku, sampai dalam masa kehamilanku, yg tadinya full day dia kerja terus, setelah aku cerita akhirnya tiap weekend kami quality time berdua. Disitu perlahan-lahan aku mulai menjadi diri aku kembali dan percaya kalau tuhan itu sayang sama aku. Sampai pada akhirnya, entah apa yang membuat ibuku menjadi seperti mengikhlaskan segalanya dan menerima suamiku, bahkan hingga kelahiran anak aku yang Allhamdulillah semua dimudahkan tanpa kurang satu apapun dari Allah. Ibuku yang berada di sampingku bersama suamiku mempersiapkan segalanya. Rasanya semua perasaanku luntur karena mendengar bayiku menangis begitu kencangnya, air mata pun berubah menjadi airmata bahagia, Sudah tidak ada satu kata apapun yang membuatku sedih. Dengan penuh cinta aku merawat dan mengasihi anakku, didampingi sang suami yang setia dan tidak pernah mengeluh tentang apapun didiriku. Dia sudah memilihku, dan juga sudah menerima resiko atas apapun yang ada di diriku. Namun sampai saat ini, aku masih merasa bersalah dengan anakku. Karna di awal kehidupannya, aku tidak bisa memberikan yang terbaik untuknya. Maafkan bundamu ini yang telah bersalah kepadamu dahulu nak, dan hanya bisa bunda balaskan dengan menyanyangi dan membuatmu tumbuh sehat hingga engkau membuat duniamu sendiri nak. Mungkin dari sebagian orang yang membaca pengalamanku ini, menjadi tanda tanya besar, apasih, kok seperti iti saja harus sampai mau mengorbankan anak?.. Aku dilahirkan di keluarga besar yang terpandang dan disegani, Bukan harta tapi Pendidikan adalah hal utama yang di pusatkan pada keluarga besar ku, sudah ada contoh yang buruk dan yang baik di keluargaku, memang mereka semua saling perduli, tapi bagi mereka, yang jatuh karna pilihan yang salah, seperti perduli tetapi tertawa. Momok yang besar bagiku saat itu, diusia ku yang masih sangat muda tentu saja aku sangat takut akan hal itu. Bayangkan saja di usia 18 tahun aku sudah harus siap menerima hal seperti itu. Namun sekarang, seiring berjalannya waktu, dan setelah kulewati banyak hal, aku sudah mulai paham arti kehidupan yang sesungguhnya, tanpa harus ada yang kutakutkan. Selagi aku bersamamu wahai suamiku, aku siap menghadapi kejamnya dunia, untuk membesarkan anak-anakku menjadi wanita yang tangguh. Dengan itu pula aku sudah membuktikan semua asumsi kalian yang menilaiku pada saat itu kubuktikan bahwa itu salah, seorang ibu pun masih bisa berjuang untuk pendidikannya. Semoga pengalamanku ini bisa membantu, seorang ibu untuk lebih kuat hanya "Demi Sang Anak" #karenabundaberharga
Mother Of Two Daughters