Untuk Wanita Nomor Satu di Hati Suamiku
Tanpa tempo lama, sesudah ijab kabul, kami langsung dianugerahi titipan anak. Tentu banyak kekhawatiran gimana menyesuaikan diri dengan keluarga baru dengan kondisi badan dua. Beruntung ibu bukan tipikal mertua yang banyak nuntut dan bawel nan cerewet, beliau tak banyak pesan-pesan untuk saya. Termasuk soal kehamilan saya, saya yang memang tinggal dengan mertua langsung disodorkan 3 buah peniti yang sudah dipasang bangle dkk didalamnya. Pesannya, kalo saya mau pergi-pergi jangan lupa dipasang. Plus ditambahi pesan bawa gunting. Yang tentu saja demi menjaga hubungan harmonis antara mantu-mertua saya ikuti saja, toh tak merugikan siapa-siapa. Di masa menjelang trimester kedua saya sudah gak tahan pengen tinggal di tempat sendiri, pengen punya dapur sendiri lah istilahnya, saya ajak diskusi suami soal ini, dan beliau yang ngobrol ke bapak-ibu. Eh ndilalah ga dibolehin sama bapak-ibu, katanya menurut kepercayaan orang jawa, yang lagi hamil ndak boleh pindah rumah karena akan berefek pada kesulitan dalam proses melahirkan kelak. Saya ya nggak percaya ya, tapi ya sudah daripada repot berdebat mending ikut apa yang dibilang bapak-ibu saja. Nah, yang ini lagi agak bikin saya galau tatkala rambut panjang ini tambah bikin gerah dan saya berniat bondol rambut, ternyata ga dibolehin juga, alasannya ya gak jauh dari perkara prosesi persalinan kelak. Masya allaahh. . . Pengen nangis hati ini, tapi apalah mau dikata, yang penting ngademin hati bapak-ibu, apalagi kondisi kala itu bapak sering sakit-sakitan karena asmanya kambuhan. Duuhh kalo engga nurut apa kata beliau rasanya gimanaaa gitu ?. Berhubung mamah saya pribadi tipikal mamah-mamah milenial yang engga ribet dan ga banyak percaya pamali-pamalian, mamah pribadi ga banyak pesan-kesan sama saya dan suami. Mamah lebih irit lagi dalam soal mencereweti anak perempuannya yang baru hamil anak pertama ini. Begitu prosesi melahirkan yang penuh drama dan adek lahir, ternyata banyak lagi macem-maceman yang makin bikin saya bingung. Dari mulai ari-ari si adek yang pas mau dikubur ditaruhin segala macem (saya ga liat karena masih di rumah bersalin), ada lagi pas saya pulang ke rumah baru (mulai pisah dapur sama bapak-ibu) tetiba anakku yang sudah ditidurkan di ranjang digebrak kiri kanannya dengan sekali hentakan. Masya allahh. . . Kagetnya luar biasa loh ya anak masih merah digituin. Ehh kata mbah yang gebrakin dengan santuynya ngasih tahu bayi harus digebrak sekali biar engga kagetan nanti (yang selanjutnya saya tahu ini namanya Refleks Moro). Seterusnya ya printilan-printilan semacam kalo mau magrib, anak gaboleh didiemin di kasur, harus dipangku, terus kalo di tempat tidur bayi haruslah selalu ada sapu lidi dan gunting (entah peruntukannya apa), berlanjut ketika saya mulai bekerja, saya diingatkan betul oleh ibu untuk bawa popok si adek 1 biji dan disumpelin di PD saya agar si adek anteng (dan saya belum nemu korelasinya), toh ternyata tetap saya manut apa kata beliau. Karena pada akhirnya bagi saya bukan karena percaya-atau tidak percayanya saya sama hal yang disebut klenik atau supranatural, tapi lebih kepada saya yang berusaha menghargai apa yang ibu sudah siapkan untuk saya. Atau apa yang ibu sudah pesankan untuk saya (semacam tiba-tiba ada mbok jamu pagi-pagi nyodorin segelas jamu untuk diminum). Karena bagi saya itulah satu bentuk cinta kasih seorang ibu pada anak perempuannya, dan inilah penghargaan saya kepada ibu yang telah melahirkan ayah dari anak saya. Terima kasih Ibu ❤️ #PetuahMertuaTAP #petuahmertuatap