Baby blues
Mungkinkah aku mengalami baby blues syndrome? Beberapa minggu setelah melahirkan seringnya aku merasa kesel dan marah-marah. Aku bahkan pernah membiarkan bayi ku yg malang terus menangis saat terbangun karena haus. Ku tatap namun enggan tuk menyentuhnya. Ku biarkan hingga jeritan keras memecah kosongnya pikiranku. Aku terhentak lalu beranjak untuk mengambilnya dalam hati ku kutuk diri sendiri akan hal itu. Dulu, aku sangat memuja dan mencintai wanita ini. Aku bahkan takut kehilangannya. Saat jauh aku selalu merindukannya. Saat jauh aku selalu takut untuk mengungkapkan keadaan ku yg sebenarnya. Sakit ku katakan sehat, lapar ku katakan kenyang. Namun ia sebaliknya setiap kali aku menghubunginya selalu mengeluh sakit, pising, mual, dll. Tidak pernah sekalipun ia mengatakan aku baik2 saja. Aku seperti orang gila karena terlalu kawatir. Terlebih lagi dia berada nun jauh di negri arab mencobaengais rizki. Ia meninggalkan kami sejak kanak2 hingga kami (anak2nya beranjak dewasa) Hari berlalu aku semakin dewasa dan bertemu dengan pria yg baik hati kamipun menempuh hidup bersama. Wanita itu akhirnya pulang dan memutuskan untuk tidak kembali lagi ke tanah arab. Tentu saja aku bahagia. Dua tahun kemudian aku berpisah dengan pria baik itu. Aku sangat terpukul atas perpisahan itu. Ku tenangkan diri dengan menyendiri tanpa siapapun. Namun nasib berkata lain tanpa ku sadari aku sedang mengandung buah hati ku dengan mantan suamiku. Antara senang dan sedih. Ku katakan padanya tentang kehamilan itu dan dia menjawab "Aku tak ingin mendengar apapun tentang anak itu" Jantungku berdetak kencang, pandangan berkaca2... Inikah pria baik yg pernah ku kenal itu? Banyak drama yg ku hadapi selama kehamilan. Dari trimester awal di mana aky mengalami mual2 dan susah makan, tidak bersemangat dan badan lemas. Aky benar2 membutuhkan dukungan. Bak aktor profesional, setiap harinya aku harus berakting di depan orang2 di sekelilingku bahwa aku abik2 saja, bibir selalu tersenyum, wajah selalu ceria. Mereka bertanya apakah aku baik2 saja? Tentu saja jawabku. Malam-malam terasa dingin terkadang aku menagis, meringis, meringkuk di dalam gelapnya kamar ku berharap tangan hangat di pria baik itu menyentuh perutku yg sudah mulai buncit ini. Tuhan aku merindukannya ceritaku padaNYA. Perutku kian membuncit, jiwa yg ringkih ini belumlah pulih dari stres dan depresinya. Masalah lainpun kembali mencuat. Wanita itu ternyata tidak sejalan dengan anaknya yg lain. Si anak mengadu jika dia terlau keras bahkan dia tidak mengenali karakternya. Wanita mengadu hal yg sama padaku. Mereka orang2 yg aku cintai. Ku pintalah wanita itu untuk datang menemaniku dia pun bersedia. Kerasnya batu masih bisa dihancurkan namun kerasnya hati dan jiwa wanita ini tak bisa dihancurkan oleh apapun. Ada rasa menyesal dengan keputusanku kala itu namun aku meyakinkan diri bahwa dia adalah wanita yg aku cintai. Semakin aku meyakinkan diri semakin dia membuat hidupku tertekan Di penguujung trimester kehamilanku ku dapati bahwa si pria baik akhirnya mendapatkan tambatan hati kembali. Duniaku terasa hancur, langit terasa runtuh menimpaku. Inikah akhir hidupku... Hidup terasa kian berat. Rumah bukanlah tempat yg tepat bagiku. Saat aku membuka pintu masalah lain menantiku. Wanita tercinta dan pria baik sedang mengujiku. Aku si aktor professional harus tetap berakting. Tibalah saat di mana permata itu harus dikeluarkan. Akhirnya aku menjadi ibu paling bahagia. Petmataku sayang... Permataku malang... Wanita itu menjadi nenek untuk kesekian kalinya. Raut bahagiapun terpancar dari wajahnya. Minggu2 awal setelah melahirkan berjalan dengan suka cita dan kehangatan. Permataku yg tampan memberiku semangat untuk hidup kembali. Aku sangat bahagia. Minggu2 berikutnya masalah kembali menghapiri. Aku kembali berkutat dengan kerasnya jiwa wanita itu. Kali ini kata2nya sungguh menyakitkan jika sebelum2nya dia sering menyebutku sundal lonte murahan dan mengutukku dengan kata2 kasar namun kali ini... "Kamu akan mati di kehamilan berikutnya" ... itulah kutukan terseram yg pernah aku dengar darinya. Aku terhentak sejenak menatap wajahnya tak percaya dengan apa yg aku dengar. Kecewa dan marah tentu saja. Semudah itu ia ucapkan kata2 itu untukku. Sejak itu semua rasa cinta dan hormatku padanya telah hilang. Aku bahkan sangat membencinya sangat sangat membencinya. Aku mulai setres, ASIku mulai mengering. Tiap kali melihat wanita itu hatiku terasa sakit. Sejuta kebaikan pun ia lakukan untukku tak mampu menghapus rasa kecewa dan benciku padanya. Aku mulai merasa aneh di dekatnya. Hatiku selalu panas. Pertikaian terus terjadi hingga aku memintanya untuk pergi meninggalkanku. Wanita itu tak pernah mau mengangkat kakinya keluar pintu. Aku benar2 lelah dengan pertikaian2 kami yg terjadi hampir setiap hari. Kali ini dengan suara lantang aku memintanya intuk pergi meninggalkanku. Bukannya aku tidak membutuhkannya. Tentu saja pada saat seperti ini aku sangat sangat membutuhkan kasih sayangnya sebagai seorang ibu untukku namun kenyataannya berbeda. Kasih sayangnyg aku butuhkan penghinaan dan kutukan yg sering aku dapatkan. Bukannya akubtak sayang padanya. Tentu saja aku sangat mencintainya. Namun sejak ia kembali dari tanah Arab aku sudah tidak mengenalnya lagi. Dia bukan ibuku yg dulu lagi.