akhirnya dia yang dicari ?

halo, bun. saya ingin sharing aja sih ? kemarin kemarin saya sempat melihat ada beberapa akun yang intinya lebih ke memilih antara beberapa orang untuk jadi suaminya atau tentang proses menikah. kalau ada bunda bunda yang ingin ikut menyampaikan pengalamannya boleh. semoga bisa dibaca oleh beberapa rekan akun kita yang sedang menghadapi masa galau itu. jadi dulu, sebelum saya akhirnya memutuskan menikah, saya sempat pacaran. kurleb 2,5 tahun. sebut saja mantan saya itu si A, dia kakak kelas saya waktu smp. kami sama sama aktif di osis dan sampai sekarang pun kami masih sama sama aktif di grup alumni smp serta kami termasuk orang yang paling berpengaruh besar di grup itu. singkat cerita, setelah saya lulus kuliah yaa saya sih pingin banget kerja. pingin ngajar di sekolah. tapi memang belum rezekinya yasudah akhirnya saya diajakin dosen saya untuk aktif menulis dan ikut proyek dosen. kebetulan dosen saya itu tahu saya suka menulis, kalopun masih berantakan. akhirnya sampailah dititik jenuh dan saya merasa ada yang kurang tapi saya sendiri tidak dapat menjawabnya. saat itu saya sudah pacaran dengan si A dan kami LDR. entah kesambet apa tiba tiba saja saya ngajak si A nikah. yaa jelas disitu saya ditolak dengan alasan dia belum punya tabungan buat nikah. sejak saat itulah akhirnya kami mulai menabung untuk nikah. salah satu teman saya memberikan kabar bahwa salah satu universitas negeri di bandung sudah membuka tes untuk pascasarjana. disitu saya sempat dilema berat antara keinginan untuk bekerja, ingin sekolah dengan resiko memutus kontrak kerja dengan dosen, atau menikah. waktu itu memang saya lebih mendengarkan saran dari kakak kakak saya untuk kuliah lagi, bukan karena istikharah. memang prosesnya alhamdulillah lancar sampai akhirnya saya betah di kampus itu. aktivitas yang sangat tinggi di kampus sehingga waktu pun banyak yang tersita. jangankan untuk si A, untuk keluarga saja nyaris tidak ada. tiba tiba saya terkejut dia ngajak saya nikah dan terkesan sedikit terburu buru. tapi saya bilang, "tunggu dulu. saya ga mau sampe ga bisa mengerjakan tugas istri. saya ga mau kalaupin status saya sudah menjadi istrimu, tapi pekerjaan saya mahasiswa (meninggalkan tugas dan kewajiban istri)." saya pun minta kelonggaran setidaknya paling cepat menikah ketika saya sedang menyusun tesis. sayangnya saat itu saya belum menyadari bahwa itu awal mula gejala hubungan yang toxic. saya sempat terkejut tiba tiba si A mengharuskan saya mengosongkan agenda setiap hari sabtu dan saya tidak boleh pergi kemana mana, kalaupun itu dengan keluarga. ya dengan bodohnya saya ikuti. saya handle kegiatan baksos dengan teman-teman dia marah-marah. yaa masa iya itu banyak barang tapi perempuan semua yang angkut angkut barangnya. akhirnya kami sering bertengkar karena hal sepele. satu hari entahlah apa yang dibicarakan si A dengan orang tua saya. namun saat itu intinya ketika saya masuk semester 3, pertengahan tahun 2018 akan ada prosesi lamaran. yaa anggap lah tunangan dan menikah di akhir tahun 2018 atau awal tahun 2019. yaa seneng sih. tapi saya merasa ada sesuatu hal yang masih perlu saya ketahui lebih dalam. kami pun mulai sibuk mempersiapkan semuanya, baik untuk lamaran maupun nikah. persiapan kira-kira sekitar 80% untuk lamaran dan 60% untuk nikah. karena disibukkan hal tersebut saya pun lupa bahwa kami sering bertengkar. saya berharap kami bisa sama sama tenang. tapi ternyata itu hanya keinginan saja. semakin mendekati hari lamaran, kami sering bertengkar hebat. ya kami sama sama egois. dia ingin sesuai dengan keinginannya, begitupun juga dengan saya. tapi perbedaannya saya selalu mencari jalan tengah untuk keduanya, sedangkan dia tidak. ketika ulang tahunnya dan itu tepat hari sabtu. saya merasa ada yang aneh. biasanya kalau mau pergi, dia datang ke rumah, setidaknya untuk pamit ke ortu saya. yasudahlah saya tidak ingin berpikir yang macam macam. hari itu entahlah kenapa dia jadi baik banget sampai saya pun terkejut dibelikan perhiasan yang harganya bisa bayar buat spp kuliah saya. dia kasih semua yang saya sukai padahal saya tidak meminta. tapi jika saya menolaknya dia marah. yasudah tidak ada pilihan lagi. tentunya ketika sampai di rumah saya bingung apa yang harus saya lakukan dengan semuanya itu. memang setelah kejadian itu hubungan kami baik baik saja. tapi satu ketika saya merasa seperti dilempar bom ketika dia bilang intinya kalau saya tidak benar benar mengenal dia. memang saya masih belum mengenal dia banya. sejauh ini masih mengenalnya apa yang dia tampakkan dan selebihnya ketika proses pertemanan. saya pun istikharah, tahajud, meminta semua jawaban itu. seminggu kemudian saya kecelakaan mobil tunggal. alhamdulillah saya masih diselamatkan. pasca kecelakaan itu, perasaan saya semakin aneh. seperti telah terjadi sesuatu namun ada yang ditutupi. dan benar saja, kurleb 2-3 hari kemudian kami bertengkar jauh lebih hebat dari sebelumnya, karena ini menyangkut keteguhan saya menjaga untuk tidak membuka jilbab selain mahram. jujur saya jauh lebih terluka tapi sayapun akhirnya sadar dia bukan calon suami yang baik untuk saya. 1½ minggu sebelum lamaran akhirnya kami putus. ya saya hancur sehancur hancurnya. mana hari seninnya saya harus ujian komprehensif dan menyerahkan berkas proposal penelitian. benar benar kalut. BB yang awalnya kurleb 54kg (tb saya 155cm) turun drastis sampai 42kg. sampai akhirnya ortu pun menyuruh saya untuk liburan. yaa tabungan yang tadinya untuk nikah saya habiskan untuk jalan jalan dan keperluan kuliah. pasca kejadian itu? tetap masih ada yang coba mendekati, tapi saya selalu mundur. mulai dari teman seangkatan, senior, teman yang S3, dosen yang masih muda, saudaranya dosen saya, bahkan anak teman ayah saya yang ada di DN atau LN. iya sih, memang apalagi yang bikin saya takut. hidup saya pasti terjamin. bahkan ada salah satu saudaranya dosen saya, gajinya pun dibayar euro dan USD. tapi rasa trauma dan ketakutan saya jauh lebih besar daripada itu. saya pun memutuskan menutup hati. setelah putus sampai menikah saya memang tidak pacaran lagi. kalaupun ada beberapa teman dekat saya yang laki-laki. tapi saya sudah menjelaskan pada mereka bahwa saya sedang membutuhkan teman, bukan suami. lagi lagi saya merasa ada sesuatu hal yang kurang dari hidup saya. menikah! tapi buat apa saya menikah? saya masih sanggup hidup sendiri. saya bisa mandiri. bahkan saya sampai takabur dan menyebutkan "saya bisa hidup tanpa harus ada suami." rekasi teman? tentu menegur keras, terutama teman laki laki. mereka sangat marah tapi mereka juga memaklumk karena kondisi saya itu. april 2019 saya kembali mengalami kecelakaan mobil. kali ini kecelakaan beruntun di jalan tol. yaa jalan tol yang biasanya pengendaranya itu membawa mobil dengan minimal kecepatan 60km/jam. sekali lagi, Allah masih selamatkan saya. tentu saya mengalami syok berat dan tidak ingin keluar rumah dan melihat mobil yang serupa dengan mobil saya. tapi kewajiban saya sebagai mahasiswa tetap harus dijalankan. qadarullah, salah satu sahabat saya (sebut saja si B) dengan sukarela membantu saya kurleb sekitar 1,5 bulan saya selalu diantar dia. memang kantor saya dan si B terbilang dekat dan satu jalur. lama lama saya ada perasaan ga enak karena sering ikut si B. beberaa orang terdekat saua mulai menyinggung saya karena terlalu dekat dengan dia. akhirnya pun saya jaga jarak. tentunya si B bingung tiba tiba saya pergi sendiri, padahal kondisi psikologis saya masih belum memungkinkan. yaa saya akhirnya jujur, tapi siapa yang sangka dia bilang, "aku ga masalah kalopun harus anter kamu tiap hari ke kampus. kita satu arah juga kan? mau kamu udah bisa lagi bawa mobil ato belum, tetep aku selalu siap nganterin kamu pergi kemana-mana. terus apa lagi yang harus dipermasalahin?" singkat cerita, hari itu saya harus bimbingan, tapi kondisi saya sangat tidak memungkinkan untuk pergi sendiri (karena baru sembuh). terpaksa saya menghubungi dia. yaa dia antar jemput saya lagi. ketika pulang saya yang request buat makan dulu. siapa sangka di jam makan malam itu saya tiba tiba dilamar sahabat sendiri, teman sedari kecil. yaa saya sih lempeng lempeng aja. saya cuma bilang, "saya tau kamu naksir saya. tapi saya ga mau pacaran." dengan tegas si B bilang, "siapa yang mau ngajak pacaran. orang saya ngajakin nikah. lebih asik tau." yaa kira kira seperti itu lamarannya. memang sangat garing dan biasa saja. terkesan becanda tapi serius. syarat yang saya ajukan tidak muluk muluk, hanya saya ingin punya suami yang tidak pernah meninggalkan kewajibannyan ke Allah (yang paling utama) dan bisa menerima lingkaran pertemanan saya yang kebanyakan laki-laki. dia pun tidak mempermasalahkan hal tersebut. setelah lebaran, akhirnya khitbah. sempat merasa ketakutan karena khawatir terulang kembali. yaa, dengan sigap ortu saya dan dia bekerja sama untuk membawa saya refreshing sejenak (kalaupun cuma makan bakso atau ke McD cuma makan McFlurry dan apple pie ?). luar biasa dukungan dari berbagai pihak, terutama dia. sampai akhirnya dia pun memberikan tantangan pada saya sebisa mungkin bulan november sudah ujian tahap 1. qadarullah akhir november saya ujian tahap 1. sekitar 2 minggu kemudian saya ujian tahap 2 di awal bulan desember dan saya cuma punya waktu seminggu untuk ngurus revisi, cetak tesis, publikasi di kampus, dan administrasi lainnya. kejadian itu tepat seminggu sebelum saya nikah. sayangnya selama itu juga saya kena demam sangat tinggi sekali. bahkan H-1 nikah pun suhu badan saya semakin tinggi dan mencapai 43°C. keluarga sempat khawatir takutnya besok saya tidak kuat. sampailah di hari itu. pagi harinya suami kakak saya memaksa saya untuk makan kalaupun cuma sedikit dan cekoki saya makan teh hijau hangat (kebetulan saya jauh lebih suka teh hijau) dan makan kurma 3 buah. kalaupun sampai nangis nangis saya makan dan minumnya. yaa sejak saat itulah saya resmi menjadi istri dari sahabat saya sendiri, yaitu si B. saya pun tidak menyangka bahwa dia yang akan menjadi suami saya. semua orang terdekat saya pun begitu, bahkan mereka pun menyangka bahwa saya akan menikah dengan si A. bagaimana konflik saya dengan si A? saya anggap selesai. namun kurleb sebulan sebelum saya nikah, dia menghubungi saya. selain itu ada satu mantan saya juga yang lain menghubungi saya. chatnya? saya balas dengan tujuan saya menghormati beliau dan saya tidak ingin ada permusuhan di antara kami. tapi bukannya tidak ingin membalas chatnya, ketika si A meminta waktu untuk bertemu, saat itu saya sedang sibukkan dengan kuliah dan pekerjaan saya yang luar biasa dalam satu waktu. suami menyadari sepenuhnya, bahwa ada masanya saya akan kembali dekat dalam satu pekerjaan dengan si A. tapi saya juga yang meminta bahkan agak sedikit memaksa untuk ditemani suami, apalagi kalau ada pekerjaan itu. kadang suami pun suka nanya begini, "dulu kamu pacaran ngapain aja?" yaa saya bilang saja apa yang dilakukan. dengan kocaknya dia bilang, "halah. segitu doang mah kita (dia dan teman teman kami) juga bisa. tapi cuma aku yang bisa lebih." satu sisi pingin istighfar tapi yaa memang benar juga, selama ini dia yang lebih banyak andilnya bukan si A. yang selalu siap membantu? cuma suami saya dan teman teman kami. sebentar, apa suami jadi orang ketiga di antara hubungan saya dan si A dulu. saya jawab TIDAK. yang membantu saya ketika kesulitan banyak, bukan cuma suami saya saja. si A? entah ada di mana. justru dari pihak si A lah yang menghadirkan orang ketiga itu dan dengan cerdiknya saya baru tahu hal itu ketika 2 bulan sebelum saya menikah.

1 Tanggapan
 profile icon
Tulis tanggapan

Jodoh itu kaya mimpi Bun,yg pacaran kaya KPR rmh aja SMP 10 THN kalah sm yg ketemu 6 bulan trs d lamar 🤣🤣🤣 saya contohnya

4y ago

iya emang bener bener ga ketebak banget 😆😆😆😆