Setelah menikah justru tidak merasa bahagia
Bunda, saya hanya ingin mengungkapkan apa yang sedang saya rasakan saat ini. Mohon beri saya nasihat agar saya jauh lebih bersyukur. Sebelum menikah, saya adalah seorang guru honorer yg gajinya hanya cukup untuk jajan saya, bayar listrik dan PDAM karena orang tua punya 2 rumah dan saya kelak akan menjadi tempat tinggal saya jika sudah menikah, maka saya yg menempati berinisiatif nyumbang walaupun orangtua tidak meminta. Suami sebelum menikah adalah seorang teknisi mesin di sebuah pabrik di luar kota, dg gaji UMR yg lumayan besar. Namun 5 bulan sebelum menikah suami kena PHK karena pengurangan karyawan saat pandemi. Sedangkan saya saat itu sudah memutuskan untuk resign dari kantor karena berencana ikut suami nantinya. Qodarullah, rencana itu justru gagal. Sebulan sebelum menikah suami kerja disebuah pabrik di kampungnya, gajinya dibayar perminggu kurang dari 2jt. Saya pikir tidak masalah, yg penting dia tidak menganggur dan ada kerjaan. Setelah menikah saya coba cari2 kerja, tapi tidak kunjung ada panggilan. Hingga akhirnya saya diterima disebuah yayasan amal, kerjaannya harus naik motor keliling2 mengunjungi donatur. Tapi sebelum saya resmi bekerja, saya testpack dan hasilnya positif. Jadi saya berpikir berkali2 dan memutuskan untuk tidak mengambil pekerjaan itu. Alhamdulillah saya sangat bahagia, dalam waktu kurang dari 2 bulan pernikahan saya sudah diberikan amanah. Padahal saat menikah saya dan suami tidak berencana untuk cepat2 memiliki momongan. Karena ibu saya jg meminta saya demikian, katanya harus kerja dulu, nunggu penghasilan mapan. Tp saya pikir, anak juga rejeki, bukan? Setelah saya positif hamil, suami saat itu memang sudah tidak betah kerja di pabrik. Dia bilang sistem kerjanya berantakan, dan memang menurut saya jg begitu. Akhirnya suami resign dan ikut kerja serabutan dengan pamannya di empang ikan. Sehari bisa dapat 100rb belum diberi bonus ikannya dan bisa dijual dirumah bisa sampe 60rb lebih. Saya bersyukur sekali. Namun februari 2021 kemarin, tiba2 suami sakit. Kakinya bengkak sebelah, dibawa ke dokter umum sampai dokter spesialis, selama 2 bulan tidak ditemukan dengan jelas penyakitnya apa. Diagnosa pertama kaki gajah, kemudian gangguan ginjal, ada gangguan saluran limfe, dan yg terakhir yaitu DVT (Deep Vein Trombosis). Padahal saat itu saya harus 7 bulanan, belum biaya kontrol, uang tabungan untuk persalinan terpaksa dibuka. Sesaat sebelum sakit, suami jg sedang merintis usaha jualan, tp karena sakit itu dia harus 3 bulan lebih di rumah. Saya stress bun, hampir setiap hari saya nangis. Saya nangis karena keadaan suami, keadaan ekonomi, dan pikiran dg keadaan janin walaupun alhamdulillah kandungan saya selalu sehat tp saya yg banyak tekanan ini sangat khawatir apalagi saya adalah orang yg tidak bisa mengendalikan kesedihan saya. Setelah melakukan pengobatan kesana kemari selama 3 bulan lebih, Alhamdulillah keadaannya semakin membaik. Kakinya tidak terlalu membengkak, dan tidak demam saat harus diajak jalan lama. Suami selalu bicara saat dia sembuh dia ingin sekali langsung kerja. Tapi justru saat keadannya membaik, kerjaannya yg di empang justru off karena stok ikan habis. Saya kasih dia modal usaha jualan, tp dia seperti ogah2an dan pesimis walaupun uangnya dipakai setengahnya dan setengah lg entah dipakai untuk apa. Saya hanya ingin suami saya 'keliatan' kerja, tidak menganggur karena saya merasa tidak enak dengan orangtua saya. Alhamdulillah untuk makan sehari2 dibantu orangtua tp juatru itu yg membuat saya semakin tidak enakan. Ibu saya selalu menyuruh saya agar suami cari kerja lg di luar kota, padahal sy sudah jelaskan tidak semudah itu. Ditambah umur yg makin bertambah pasti susah sekali dapat kerja disana, saya jg khawatir suami tidak bisa jaga kesehatan kalo jauh dari saya karena dia sangat ceroboh. Hari demi hari saya merasa suami saya tidak punya keinginan untuk cari kerjaan bun. Selama puasa dia full di rumah. Makan tidur saja. Saya jadi sering marah2 sama suami. Sering nangis pula, saya merasa dia tidak siap jadi ayah padahal kandungan saya sudah 9 bulan. Uang hasil 7 bulanan sudah mepet2 untuk keperluan sehari2. Saya pusing bun. Saya takut saya berdosa kalo saya marah2 terus sama suami, tp suami saya seperti tidak punya pandangan mau kerja apa, dia cm mau nungguin kerjaan di empang jalan lagi yg gatau kapan. Dalam seminggu pasti saya marah2 sama suami, ada saja, pasti saya nangis, kemudian timbul rasa kasihan, tp diulang lagi saya marah2. Saya marah karena keadaannya kenapa jadi seperti ini???? Bunda, saya berusaha untuk bersyukur dengan rejeki kandungan saya, tp kadang saya jg sedih, saya merasa saya tidak bahagia setelah menikah. Saya selalu rindu dengan keadaan saya dan suami saya saat masih pacaran dulu, rasanya lebih bahagia dibandingkan saat sudah menikah seperti sekarang. Saya ingin bilang ke suami saya, kalau dia gagal membahagiakan saya, kalau saya tidak bahagia setelah menikah dengan dia, sudah diujung lidah, tp ternyata masih bisa saya tahan ucapan2 itu. Katanya saat akan punya anak, keadaan akan diuji, saya berusaha yakin itu, saya berusaha meyakinkan kalau nanti keadaan akan lebih membaik. Tolong kuatkan saya bunda. Terimakasih sudah mau membaca keluh kesah saya #bantusharing